Ada beberapa hadits berkaitan dengan larangan menggambar makhluk hidup, yaitu :
عَنْ
أَبِي جُحَيْفَةَ أَنَّهُ اشْتَرَى غُلَامًا حَجَّامًا فَقَالَ: " إِنَّ
النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَهَى عَنْ ثَمَنِ الدَّمِ
وَثَمَنِ الْكَلْبِ وَكَسْبِ الْبَغِيِّ، وَلَعَنَ آكِلَ الرِّبَا
وَمُوكِلَهُ وَالْوَاشِمَةَ وَالْمُسْتَوْشِمَةَ وَالْمُصَوِّرَ "
Dari Abu Juhaifah : Bahwasannya ia pernah membeli seorang budak tukang bekam, lalu ia berkata : "Sesungguhnya Nabi shallallaahu 'alaihi wa sallam melarang
hasil penjualan darah, hasil penjualan anjing, dan hasil pelacuran.
Beliau juga melaknat pemakan riba dan yang memberi makan riba, orang
yang mentato dan yang minta ditato, serta melaknat penggambar"
[Diriwayatkan oleh Al-Bukhaariy no. 2086 & 2238 & 5945 &
5962, Abu Daawud no. 3483, dan yang lainnya].
عَنْ
عَبْدِ اللَّهِ، قَالَ: سَمِعْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ يَقُولُ: " إِنَّ أَشَدَّ النَّاسِ عَذَابًا عِنْدَ اللَّهِ
يَوْمَ الْقِيَامَةِ الْمُصَوِّرُونَ "
Dan ‘Abdullah (bin Mas’uud), ia berkata : Aku pernah mendengar Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Sesungguhnya manusia yang paling keras adzabnya di sisi Allah adalah al-mushawwiruun (para tukang gambar)” [Diriwayatkan oleh Al-Bukhaariy no. 5950, Muslim no. 2109, An-Nasaa’iy no. 5364, dan yang lainnya].
عَنْ
عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا، قَدِمَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مِنْ سَفَرٍ وَقَدْ سَتَرْتُ بِقِرَامٍ لِي عَلَى
سَهْوَةٍ لِي فِيهَا تَمَاثِيلُ، فَلَمَّا رَآهُ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى
اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ هَتَكَهُ، وَقَالَ: " أَشَدُّ النَّاسِ عَذَابًا
يَوْمَ الْقِيَامَةِ الَّذِينَ يُضَاهُونَ بِخَلْقِ اللَّهِ " قَالَتْ:
فَجَعَلْنَاهُ وِسَادَةً أَوْ وِسَادَتَيْنِ
Dari ‘Aaisyah radliyallaahu ‘anhaa : Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam pernah
datang dari safar (bepergian), sedangkan aku telah menutupkan sebuah
tirai pada sebuah rak kepunyaanku. Pada tirai itu terdapat
gambar-gambar. Ketika Rasulullahshallallaahu ‘alaihi wa sallam melihatnya, beliau mencabutnya dan bersabda : “Manusia yang paling keras siksanya pada hari kiamat adalah orang-orang yang menyamai (menandingi) ciptaan Allah”. ‘Aaisyah radliyallaahu 'anhaa berkata
: “Maka tirai itu kami jadikan sebuah bantal atau dua
bantal” [Diriwayatkan oleh 5954, Muslim no. 2107,
An-Nasaa’iy no. 5356, dan yang lainnya].
عَنْ
ابْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا، قَالَ: قَال النَّبِيُّ صَلَّى
اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: " إِنَّ أَصْحَابَ هَذِهِ الصُّوَرِ
يُعَذَّبُونَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَيُقَالُ لَهُمْ أَحْيُوا مَا
خَلَقْتُمْ "
Dari Ibnu ‘Umar radliyallaahu ‘anhumaa, ia berkata : Telah bersabda Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam : “Sesungguhnya
pembuat gambar-gambar ini akan diadzab pada hari kiamat, dan akan
dikatakan kepada mereka : ‘Hidupkanlah apa yang kalian ciptakan” [Diriwayatkan oleh Al-Bukhaariy no. 5951 & 7558, Muslim no. 2108, An-Nasaa’iy no. 5361, dan yang lainnya].
عَنْ
سَعِيدِ بْنِ أَبِي الْحَسَنِ، قال: جَاءَ رَجُلٌ إِلَى ابْنِ عَبَّاسٍ،
فَقَالَ: إِنِّي رَجُلٌ أُصَوِّرُ هَذِهِ الصُّوَرَ فَأَفْتِنِي فِيهَا؟
فَقَالَ لَهُ: ادْنُ مِنِّي فَدَنَا مِنْهُ، ثُمَّ قَالَ: ادْنُ مِنِّي
فَدَنَا حَتَّى وَضَعَ يَدَهُ عَلَى رَأْسِهِ، قَالَ: أُنَبِّئُكَ بِمَا
سَمِعْتُ مِنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ سَمِعْتُ
رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ: " كُلُّ
مُصَوِّرٍ فِي النَّارِ يَجْعَلُ لَهُ بِكُلِّ صُورَةٍ صَوَّرَهَا نَفْسًا
فَتُعَذِّبُهُ فِي جَهَنَّمَ "، وقَالَ: إِنْ كُنْتَ لَا بُدَّ فَاعِلًا
فَاصْنَعِ الشَّجَرَ، وَمَا لَا نَفْسَ لَهُ فَأَقَرَّ بِهِ نَصْرُ بْنُ
عَلِيٍّ
Dari
Sa’iid bin Abil-Hasan, ia berkata : Ada seorang laki-laki yang
mendatangi Ibnu ‘Abbaas, lalu berkata : “Sesungguhnya aku
adalah seorang laki-laki yang punya pekerjaan menggambar gambar-gambar
ini. Berilah aku fatwa”. Ibnu ‘Abbaas berkata kepadanya :
“Mendekatlah kemari”. Ia pun mendekat kepadanya, hingga
Ibnu ‘Abbaas meletakkan tangannya di atas kepala laki-laki itu.
Kemudian Ibnu ‘Abbaas berkata : “Aku akan memberitahukan
kepadamu tentang sesuatu yang aku dengar dari Rasulullahshallallaahu ‘alaihi wa sallam. Aku mendengar Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallambersabda : “Setiap
penggambar berada di neraka. Akan diberikan ruh kepada setiap gambar
yang ia buat, lalu gambar tadi akan menyiksanya di Jahannam”.
Ibnu ‘Abbaas berkata : “Seandainya engkau memang harus
menggambar, maka gambarlah pohon dan apa saja yang tidak mempunyai
nyawa” [Diriwayatkan oleh Al-Bukhaariy no. 2225 & 5963 &
7042 dan Muslim no. 2110].
عَنْ
أَبِي زُرْعَةَ، قال: دَخَلْتُ مَعَ أَبِي هُرَيْرَةَ فِي دَارِ
مَرْوَانَ، فَرَأَى فِيهَا تَصَاوِيرَ، فَقَالَ: سمعت رسول اللَّهِ صَلَّى
اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ: " قَالَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ: وَمَنْ
أَظْلَمُ مِمَّنْ ذَهَبَ يَخْلُقُ خَلْقًا كَخَلْقِي فَلْيَخْلُقُوا
ذَرَّةً أَوْ لِيَخْلُقُوا حَبَّةً أَوْ لِيَخْلُقُوا شَعِيرَةً "
Dari
Abu Zur’ah, ia berkata : Aku pernah masuk bersama Abu Hurairah di
rumah Marwaan, lalu ia (Abu Hurairah) melihat di dalamnya ada beberapa
gambar. Abu Hurairah berkata : Aku pernah mendengar Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallambersabda : “Allah
‘azza wa jalla berfirman : ‘Dan siapakah yang lebih dhalim
daripada orang yang menciptakan seperti ciptaanku ?. Hendaklah ia
ciptakan sebutir biji atau hendaklah ia ciptakan sebutir gandum” [Diriwayatkan oleh Al-Bukhaariy no. 5953 & 7559 dan Muslim no. 2111].
Hadits-hadits di atas menunjukkan bahwa menggambar makhluk bernyawa (atau membuat patung makhluk bernyawa) termasuk dosa besar. ‘Illat hukum
pengharaman ini diantaranya adalah adanya unsur penandingan terhadap
ciptaan Allah dan penyamaan perbuatan makhluk dengan perbuatan
Al-Khaaliq[1]. Oleh karena itu, Allah ‘azza wa jallaberfirman kelak di hari kiamat kepada para penggambar :
أَحْيُوا مَا خَلَقْتُمْ "
“Hidupkanlah apa yang kalian ciptakan”.
Perbuatan
menggambar makhluk hidup termasuk dosa besar di antara dosa-dosa besar,
akan tetapi pelakunya tidak sampai pada derajat kufur akbar. Tidak ada
ulama dulu dan sekarang yang menghukumi kufurnya secara mutlak para
penggambar. Kecuali, apabila ia mempunyai niat atau tujuan dengan
pembuatan gambarnya itu untuk menyerupakan perbuatan Al-Khaaliq dengan
perbuatan dirinya, maka ia kafir dengan tujuan ini[2].
Faedah Lain :
Sebagian
orang berpendapat bahwa orang yang membuat undang-undang buatan adalah
kufur akbar secara mutlak (tanpa perincian) dengan alasan (‘illat) : orang tersebut telah menyaingi kekhususan Allah, yaitu : tasyrii’. Pembuatan dan/atau penetapan hukum hanyalah hak Allah. Barangsiapa yang mengambil hak ini, maka kafir. Begitu kata mereka.
Dengan memahami kasus hukum tashwiir di
atas, maka nampak kesalahan pendapat mereka tersebut. Seandainya orang
yang membuat aturan itu kafir dengan alasan menyaingi kekhususan Allah
dalam penciptaan/pembuatan produk hukum; makaseharusnya orang
yang menyaingi kekhususan Allah dalam penciptaan makhluk juga dihukumi
kafir. Jika orang yang membuat undang-undang dianggap telah menjadikan
dirinya sebagai saingan Allah dalam masalah tasyrii’,
maka penggambar telah menjadikan dirinya sebagai saingan Allah dalam
masalah penciptaan. Sama saja duduk permasalahannya. Kenyataannya,
penggambar tidaklah dihukumi kafir berdasarkan ijma’.
Dengan demikian, alasan (‘illat)
menyaingi salah satu kekhususan Allah tidak mesti mengkonsekuensikan
kufur akbar. Pendek kata, orang yang membuat undang-undang atau
peraturan tidak bisa dihukumi kafir akbar tanpa melihat perincian
kondisi dari pelakunya.[3]
Yang lebih menguatkan hal itu adalah para ulama sepakat tidak mengkafirkan bughaat, berdasarkan firman Allah ta’ala :
وَإِنْ
طَائِفَتَانِ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ اقْتَتَلُوا فَأَصْلِحُوا بَيْنَهُمَا
فَإِنْ بَغَتْ إِحْدَاهُمَا عَلَى الأخْرَى فَقَاتِلُوا الَّتِي تَبْغِي
حَتَّى تَفِيءَ إِلَى أَمْرِ اللَّهِ
“Dan
jika ada dua golongan dari orang-orang mukmin berperang maka
damaikanlah antara keduanya. Jika salah satu dari kedua golongan itu
berbuat aniaya terhadap golongan yang lain maka perangilah golongan
yang berbuat aniaya itu sehingga golongan itu kembali kepada perintah
Allah” [QS. Al-Hujuraat : 9].
Dalam ayat itu Allah di atas dipakai kata ath-thaaifah, dan salah satu makna ath-thaaifah adalah al-jamaa’atu minan-naas (sekelompok orang).[4] Dan lazimnya kelompok pemberontak (bughat) dipimpin
oleh seseorang yang membuat dan menerapkan aturan-aturan/hukum kepada
anak buahnya untuk melawan pemerintah yang sah. Hukum ini tentu saja
bertentangan dengan hukum Allah. Namun, tidak ada ulama yang
mengkafirkan bughat dengan
sebab itu sebagaimana disebutkan sebelumnya. Hal yang sama pada
kelompok pembegal dan pencuri yang mereka itu tidak dikafirkan para
ulama berdasarkan ijma’.
Wallaahu a’lam bish-shawwaab.
Semoga ada manfaatnya.
[abul-jauzaa’, banyak mengambil faedah dari buku Al-Hukmu bi-Ghairi Maa Anzalallaaholeh
Bundar bin Naayif Al-‘Utaibiy, hal. 30-31 – perum ciomas
permai, ciapus, ciomas, bogor – 17041434/27022013 – 00:56].
from= http://abul-jauzaa.blogspot.fr/2013/02/faedah-lain-dari-hadits-larangan.html
from= http://abul-jauzaa.blogspot.fr/2013/02/faedah-lain-dari-hadits-larangan.html