Sebelum terjadi fitnah bid’ah perpecahan dan perselisihan
dalam ummat ini, ummat Islam tidak dikenal kecuali dengan nama Islam dan kaum
muslimin, kemudian setelah terjadinya perpecahan dan munculnya
golongan-golongan sesat yang mana setiap golongan menyerukan dan
mempropagandakan bid’ah dan kesesatannya dengan menampilkan bid’ah dan
kesesatan mereka diatas nama Islam, maka tentunya hal tersebut akan melahirkan
kebingungan ditengah-tengah ummat. Akan tetapi Allah Maha Bijaksana dan Maha
Menjaga agama-Nya. Dialah Allah yang berfirman :
“Sesungguhnya
Kami-lah yang menurunkan Adz-Dikr, dan sesungguhnya Kami benar-benar menjaganya”.
(Al Hijr 9).
Dan
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa alihi wa sallam bersabda :
“Terus
menerus ada sekelompok dari ummatku yang mereka tetap nampak di atas kebenaran,
tidak membahayakan mereka orang mencerca mereka sampai datang ketentuan Allah
(hari kiamat) dan mereka dalam keadaan seperti itu”.
Maka para
‘ulama salaf waktu itu yang merupakan orang-orang yang berada di atas kebenaran
dan yang paling memahami aqidah yang benar dan tuntunan syari’at Islam yang
dibawa oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang murni yang belum
ternodai oleh kotoran bid’ah dan kesesatan, mulailah mereka menampakkan
penamaan-penamaan syari’at diambil dari Islam guna membedakan pengikut
kebenaran dari golongan-golongan sesat tersebut.
Berkata Imam
Muhammad bin Sirin rahimahullah :
“Tidaklah mereka (para ‘ulama) bertanya tentang isnad
(silsilah rawi). Tatkala terjadi fitnah mereka pun berkata : “Sebutkanlah
kepada kami rawi-rawi kalian maka dilihatlah kepada Ahlus Sunnah lalu diambil
hadits mereka dan dilihat kepada Ahlil bid’ah dan tidak diambil hadits mereka””.
Maka
Ahlus Sunnah Wal Jama’ah selain dikenal sebagai Salafiyah, mereka juga
mempunyai penamaan lain yang menunjukkan ciri dan kriteria mereka.
Berikut
ini kami akan mencoba menguraikan penamaan-penamaan tersebut dengan ringkas.
1. AL-FIRQOH AN-NAJIYAH
Al-Firqoh
An-Najiyah artinya golongan yang selamat. Penamaan ini diambil dari apa
yang dipahami dari hadits perpecahan ummat, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam menyatakan :
“Telah
terpecah orang–orang Yahudi menjadi tujuh puluh satu firqoh (golongan) dan
telah terpecah orang-orang Nashoro menjadi tujuh puluh dua firqoh dan
sesungguhnya ummatku akan terpecah menjadi tujuh puluh tiga firqoh semuanya
dalam neraka kecuali satu dan ia adalah Al-Jama’ah dalam satu riwayat : “Apa
yang aku dan para shahabatku berada di atasnya sekarang ini”. Hadits shohih,
dishohihkan oleh Syaikh Al-Albany dalam Dzilalil Jannah dan Syaikh Muqbil dalam
Ash-Shohih Al-Musnad Mimma Laisa Fi Ash-Shohihain rahimahumullah.
Berkata Syaikhul
Islam Ibnu Taimiyah dalam Minhaj As-sunnah jilid 3 hal.345 : “Maka apabila
sifat Al-Firqoh An-Najiyah mengikuti para shahabat di masa Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam dan itu adalah syi’ar (ciri, simbol) Ahlus Sunnah
maka Al-Firqoh An-Najiyah mereka adalah Ahlus Sunnah”.
Dan
beliau juga menyatakan dalam Majmu’ Al Fatawa jilid 3 hal.345 : “Karena itu
beliau (Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam) menyifati Al-Firqoh
An-Najiyah bahwa ia adalah Ahlus Sunnah Wal Jama’ah dan mereka adalah jumhur
yang paling banyak dan As-Sawad Al-A’zhom (kelompok yang paling besar)”.
Berkata Syaikh
Hafizh Al-Hakamy : “Telah dikabarkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wa sallam -yang selalu benar dan dibenarkan- bahwa Al-Firqoh An-Najiyah mereka
adalah siapa yang di atas seperti apa yang beliau dan para shahabatnya berada
di atasnya, dan sifat ini hanyalah cocok bagi orang-orang yang membawa dan
menjaga sifat itu, tunduk kepadanya lagi berpegang teguh dengannya, mereka yang
saya maksud ini adalah para imam hadits dan para tokoh (pengikut) Sunnah”.
Lihat Ma’arijul Qobul jilid 1 hal.19.
Maka
nampaklah dari keterangan di atas asal penamaan Al-Firqoh An-Najiyah dari
hadits Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa alihi wa sallam.
Diringkas
dari : Mauqif Ahlus Sunnah Wal Jama’ah Min Ahli Ahwa`i Wal Bid’ah jillid 1
hal.54-59.
Dan
Berkata Syaikh Muqbil
bin Hadi Al Wad’iy rahimahullah setelah menyebutkan dua hadits
tentang perpecahan ummat : “Dua hadits ini dan hadits-hadits yang semakna
dengannya menunjukkan bahwa tidak ada yang selamat kecuali satu golongan dari
tujuh puluh tiga golongan, dan adapun golongan-golongan yang lain di Neraka,
(sehingga) mengharuskan setiap muslim mencari Al-Firqoh An-Najiyah sehingga
teratur menjalaninya dan mengambil agamanya darinya”. Lihat Riyadhul Jannah Fir
Roddi ‘Ala A’da`is Sunnah hal.22.
2. ATH-THOIFAH AL MANSHUROH
Ath-Thoifah
Al-Manshuroh artinya kelompok yang mendapatkan pertolongan. Penamaan ini
berdasarkan hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam :
“Terus
menerus ada sekelompok dari ummatku yang mereka tetap nampak di atas kebenaran,
tidak membahayakan mereka orang mencerca mereka sampai datang ketentuan Allah
(hari kiamat) dan mereka dalam keadaan seperti itu”. (Dikeluarkan oleh Muslim dari
hadits Tsauban dan semakna dengannya diriwayatkan oleh Bukhary dan Muslim dari
hadits Mughiroh bin Syu’bah dan Mu’awiyah dan diriwayatkan
oleh Muslim dari Jabir bin ‘Abdillah.
Dan hadits ini merupakan hadits mutawatir sebagaimana yang
dikatakan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dalam Iqtidho` Ash-Shirath
Al-Mustaqim 1/69, Imam As-Suyuthy dalam Al-Azhar Al-Mutanatsirah hal.216 dan
dalam Tadrib Ar-Rawi, Al Kattany dalam Nazhom Al-Mutanatsirah hal.93 dan
Az-Zabidy dalam Laqthul `Ala`i hal.68-71. Lihat : Bashoir Dzawisy Syaraf
Bimarwiyati Manhaj As-Salaf).
Berkata Imam
Bukhary tentang Ath-Thoifah Al-Manshuroh : “Mereka adalah para ‘ulama”.
Al-Qodhi
Iyadh mengomentari perkataan Imam Ahmad dengan berkata : “Yang diinginkan
oleh (Imam Ahmad) adalah Ahlus Sunnah Wal Jama’ah dan siapa yang meyakini
madzhab Ahlul Hadits”. Lihat : Mauqif Ahlus Sunnah Wal Jama’ah 1/59-62.
Berkata Syaikhul
Islam Ibnu Taimiyah dalam Muqoddimah Al ‘Aqidah Al Washitiyah : “Amma
ba’du; Ini adalah i’tiqod (keyakinan) Al Firqoh An-Najiyah, (Ath-Thoifah)
Al-Manshuroh sampai bangkitnya hari kiamat, (mereka) Ahlus Sunnah”.
Dan di
akhir Al ‘Aqidah Al Washitiyah ketika memberikan definisi tentang Ahlus Sunnah,
beliau berkata : “Dan mereka adalah Ath-Thoifah Al-Manshuroh yang Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda tentang mereka : “Terus menerus
sekelompok dari ummatku diatas kebenaran manshuroh (tertolong) tidak
membahayakan mereka orang yang menyelisihi dan mencerca mereka sampai hari
kiamat” mudah-mudahan Allah menjadikan kita bagian dari mereka dan tidak
memalingkan hati-hati kita setelah mendapatkan petunjuk”.
Lihat :
Bashoir Dzawisy Syaraf Bimarwiyati Manhaj As-Salaf hal. 97-110.
3. AHLUL
HADITS
Ahlul
Hadits dikenal juga dengan Ashhabul hadits atau Ashhabul Atsar. Ahlul hadits
artinya orang yang mengikuti hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam. Dan istilah Ahlul hadits ini juga merupakan salah satu nama dan
kriteria Salafiyah atau Ahlus Sunnah Wal Jama’ah atau Ath-Thoifah Al-Manshurah.
Berkata Ibnul
Jauzi : “Tidak ada keraguan bahwa Ahlun Naql Wal Atsar (Ahlul Hadits) yang
mengikuti jejak-jejak Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa alihi wa sallam mereka
di atas jalan yang belum terjadi bid’ah“.
Berkata Al-Khathib
Al-Baghdady dalam Ar-Rihlah Fii Tholabil Hadits hal.223 : “Dan sungguh
(Allah) Rabbul ‘alamin telah menjadikan Ath-Thoifah Al-Manshurah sebagai
penjaga agama dan telah dipalingkan dari mereka makar orang-orang yang keras kepala
karena mereka berpegang teguh dengan syari’at (Islam) yang kokoh dan mereka
mengikuti jejak para shahabat dan tabi’in”.
Dan telah
sepakat perkataan para ‘ulama Ahlus Sunnah Wal Jama’ah bahwa yang dimaksud
dengan Ath-Thoifah Al-Manshurah adalah para ‘ulama Salaf Ahlul Hadits. Hal ini
ditafsirkan oleh banyak Imam seperti ‘Abdullah bin Mubarak, ‘Ali bin Madiny,
Ahmad bin Hambal, Bukhary, Al-Hakim dan lain-lainnya. Perkataan-perkataan para
‘ulama tersebut diuraikan dengan panjang lebar oleh Syaikh Robi’ bin Hady
Al-Madkhaly dan juga Syaikh Al-Albany dalam Silsilah Al-Ahadits Ash-Shohihah
hadits no.270.
Lihat :
Haqiqitul Bid’ah 1/269-272, Mauqif Ibnu Taymiyah 1/32-34, Ahlul Hadits Wa Ath-
Thoifah Al-Manshurah An-Najiyah, Limadza Ikhtartu Al-Manhaj As-Salafy, Bashoir
Dzawisy Syaraf Bimarwiyati Manhaj As-Salaf dan Al-Intishor Li Ashhabil Hadits
karya Muhammad ‘Umar Ba Zamul.
4.
AL-GHURABA`
Al-Ghuraba`
artinya orang-orang yang asing. Asal penyifatan ini adalah sabda
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam hadits Abu Hurairah riwayat
Muslim No.145 :
“Islam
mulai muncul dalam keadaan asing dan akan kembali asing sebagaimana awal
munculnya maka beruntunglah orang-orang asing itu”. Dan hadits ini adalah
hadits yang mutawatir.
Berkata Imam
Al-Ajurry dalam Sifatil Ghuraba` Minal Mu’minin hal.25 : “Dan perkataan
(Nabi) shallallahu ‘alaihi wa sallam “Dan akan kembali asing” maknanya Wallahu
A’lam sesungguhnya hawa nafsu yang menyesatkan akan menjadi banyak sehingga
banyak dari manusia tersesat karenanya dan akan tetap ada Ahlul Haq yang
berjalan diatas syari’at islam dalam keadaan asing di mata manusia, tidakkah
kalian mendengar perkataan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam : “Akan terpecah
ummatku menjadi 73 golongan semuanya masuk neraka kecuali satu, maka dikatakan
siapa mereka yang tertolong itu? maka kata Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam : “Apa-apa yang saya dan para shahabatku berada di atasnya pada
hari ini””.
Berkata Imam
Ibnu Rajab dalam Kasyful Kurbah fi washfi hali Ahlil Ghurbah hal 22-27 : “Adapun
fitnah syubhat (kerancuan-kerancuan) dan pengikut hawa nafsu yang menyesatkan
sehingga hal tersebut menyebabkan terpecahnya Ahlul Qiblah (kaum muslimin) dan
menjadilah mereka berkelompok-kelompok, sebagian dari mereka mengkafirkan yang
lainnya dan mereka menjadi saling bermusuhan, bergolong-golongan dan
berpartai-partai setelah mereka dulunya sebagai saudara dan hati-hati mereka
diatas hati satu orang (Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam) sehingga
tidak akan selamat dari kelompok-kelompok tersebut kecuali satu golongan yang
selamat. Mereka inilah yang disebut dalam sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wa sallam : “Terus menerus ada diantara ummatku satu kelompok yang menampakkan
kebenaran, tidak mencelakakan mereka orang-orang yang menghinakan dan membenci
mereka sampai datang ketetapan Allah subhanahu wa ta’ala (hari kiamat) dan
mereka tetap dalam keadaan tersebut”. Mereka inilah al-Ghuraba` di akhir zaman
yang tersebut dalam hadits-hadits ini…”.
Demikianlah
penamaan-penamaan syari’at bagi pengikut Al-Qur`an dan Sunnah Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam sesuai dengan pemahaman para ‘ulama salaf, yang
apabila dipahami dengan baik akan menambah keyakinan akan wajibnya mengikuti
jalan para ‘ulama salaf dan kebenaran jalan mereka serta keberuntungan
orang-orang yang mengikuti jalan mereka.
Cukuplah
sebagai satu keistimewaan yang para salafiyun berbangga dengannya bahwa
penamaan-penamaan ini semuanya dari Islam dan menggambarkan Islam hakiki yang
dibawa oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan tentunya hal ini
sangat membedakan salafiyun dari ahlu bid’ah yang bernama atau dinamakan dengan
penamaan-penamaan yang hanya sekedar menampakkan bid’ah, pimpinan atau kelompok
mereka seperti Tablighy nisbah kepada Jama’ah Tabligh yang didirikan oleh
Muhammad Ilyas, Ikhwany nisbah kepada gerakan Ikhwanul Muslimin yang dipelopori
oleh Hasan Al-Banna, Surury nisbah kepada kelompok atau pemikiran Muhammad
Surur Zainal ‘Abidin, Jahmy nisbah kepada Jahm bin Sofwan pembawa bendera
bid’ah keyakinan bahwa Al-Qur`an adalah makhluk. Mu’tazily nisbah kepada
kelompok pimpinan ‘Atho` bin Washil yang menyendiri dari halaqah Hasan
Al-Bashry. Asy’ary nisbah kepada pemikiran Abu Hasan Al-Asy’ary yang kemudian
beliau bertobat dari pemikiran sesatnya. Syi’iy nisbah kepada kelompok Syi’ah
yang mengaku mencintai keluarga Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan masih
ada ratusan penamaan lain, sangat meletihkan untuk menyebutkan dan menguraikan
seluruh penamaan tersebut, maka nampaklah dengan jelas bahwa penamaan Salafiyun-Ahlus
Sunnah Wal Jama’ah-Ath-Thoifah Al-Manshurah-Al-Firqoh An-Najiyah-Ahlul Hadits
adalah sangat berbeda dengan penamaan-penamaan yang dipakai oleh
golongan-golongan yang menyimpang dari beberapa sisi :
Satu :
Penamaan-penamaan syari’at ini adalah nisbah kepada generasi awal ummat Islam
yang berada di atas tuntunan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka
penamaan ini akan mencakup seluruh ummat pada setiap zaman yang berjalan sesuai
dengan jalan generasi awal tersebut baik dalam mengambil ilmu atau dalam
pemahaman atau dalam berdakwah dan lain-lainnya.
Dua :
Kandungan dari penamaan-penamaan syari’at ini hanyalah menunjukkan tuntunan
Islam yang murni yaitu Al-Qur`an dan sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam tanpa ada penambahan atau pengurangan sedikit pun.
Tiga :
Penamaan-penamaan ini mempunyai asal dalil dari sunnah Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam.
Empat :
Penamaan-penamaan ini hanyalah muncul untuk membedakan antara pengikut
kebenaran dari jalan para pengekor hawa nafsu dan golongan-golongan sesat, dan
sebagai bantahan terhadap bid’ah dan kesesatan mereka.
Lima :
Ikatan wala’ (loyalitas) dan baro’ (kebencian, permusuhan) bagi orang-orang
yang bernama dengan penamaan ini, hanyalah ikatan wala’ dan baro’ di atas Islam
(Al-Qur`an dan Sunnah) bukan ikatan wala’ dan baro’ karena seorang tokoh,
pemimpin, kelompok, organisasi dan lain-lainnya.
Enam :
Tidak ada fanatisme bagi orang-orang yang memakai penamaan-penamaan ini kecuali
kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam karena pemimpin dan panutan
mereka hanyalah satu yaitu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, berbeda
dengan orang-orang yang menisbahkan dirinya ke penamaan-penamaan bid’ah
fanatismenya untuk golongan, kelompok / pemimpin.
Tujuh :
Penamaan-penamaan ini sama sekali tidak akan menjerumuskan ke dalam suatu
bid’ah, maksiat maupun fanatisme kepada seseorang atau kelompok dan
lain-lainnya.
Lihat :
Hukmul Intima` hal 31-37 dan Mauqif Ahlus Sunnah wal Jama’ah 1/46-47.
Wallahu
Ta’ala A’lam.