2127: RINGKASAN PENTING TENTANG RUKUN, SYARAT NIKAH DAN SYARAT WALI
Apa rukun akad nikah dan syarat-syaratnya?
Published Date: 2011-02-23
Alhamdullah
Rukun akad nikah dalam Islam ada tiga:
1.
Adanya kedua mempelai yang tidak memiliki penghalang keabsahan nikah
seperti adanya hubungan mahram dari keturunan, sepersusuan atau
semisalnya. Atau pihak laki-laki adalah orang kafir sementara wanitanya
muslimah atau semacamnya.
2. Adanya
penyerahan (ijab), yang diucapkan wali atau orang yang menggantikan
posisinya dengan mengatakan kepada (calon) suami, 'Saya nikahkan anda
dengan fulanah' atau ucapan semacamnya.
3.
Adanya penerimaan (qabul), yaitu kata yang diucapkan suami atau ada
orang yang menggantikan posisinya dengan mengatakan, 'Saya menerimnya.'
atau semacamnya.
Adapun syarat-syarat sahnya nikah adalah:
1. Masing-masing kedua mempelai telah ditentukan, baik dengan isyarat, nama atau sifat atau semacamnya.
2. Kerelaan kedua mempelai. Berdasarkan sabda Nabi sallallahu’alaihi wa sallam:
لا
تُنْكَحُ الأَيِّمُ حَتَّى تُسْتَأْمَرَ وَلا تُنْكَحُ الْبِكْرُ حَتَّى
تُسْتَأْذَنَ قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ وَكَيْفَ إِذْنُهَا، قَالَ أَنْ
تَسْكُتَ (رواه البخاري، رقم 4741)
“Al-Ayyimu
(wanita yang pisah dengan suaminya karena meninggal atau cerai) tidak
dinikahkan mendapatkan perintah darinya (harus diungkapkan dengan jelas
persetujuannya). Dan gadis tidak dinikahkan sebelum diminta
persetujuannya (baik dengan perkataan atau diam). Para shahabat
bertanya, ‘Wahai Rasulullah, bagaimana persetujuannya?' Beliau
menjawab, 'Dia diam (sudah dianggap setuju)." (HR. Bukhori, no. 4741)
3.
Yang melakukan akad bagi pihak wanita adalah walinya. Karena dalam
masalah nikah Allah mengarahkan perintahnya kepada para wali.
FirmanNya, ‘Dan kawinkanlah orang-orang yang sendirian di antara kamu" (QS. An-Nur: 32)
Juga berdasarkan sabda Nabi sallallahu’alaihi wa sallam,
أَيُّمَا
امْرَأَةٍ نَكَحَتْ بِغَيْرِ إِذْنِ وَلِيِّهَا فَنِكَاحُهَا بَاطِلٌ
فَنِكَاحُهَا بَاطِلٌ فَنِكَاحُهَا بَاطِلٌ (رواه الترمذي، رقم 1021 وغيره
وهو حديث صحيح)
“Wanita mana saja
yang menikah tanpa izin dari walinya, maka nikahnya batal, maka
nikahnya batal, maka nikahnya batal." (HR. Tirmizi, no. 1021)
Dan hadits lainnya yang shahih.
4. Ada saksi dalam akad nikah.
Berdasarkan sabda Nabi sallahu’alaihi wa sallam,
لاَ نِكَاحَ إِلاَّ بِوَلِيٍّ وَشَاهِدَيْنِ (رواه الطبراني، وهو في صحيح الجامع 7558)
“Tidak
(sah) nikah kecuali dengan kehadiran wali dan dua orang saksi.” (HR.
Thabrani. Hadits ini juga terdapat dalam kitab Shahih Al-Jami’, no.
7558)
Sangat dianjurkan
mengumumkan pernikahan. Berdasarkan sabda Rasulullah sallallahu’alaihi
wa sallam, "Umumkanlah pernikahan kalian’ (HR. Imam Ahmad. Dihasankan
dalam kitab Shahih Al-Jami’, no. 1072).
Adapun syarat untuk wali, sebagai berikut:
1. Berakal.
2. Baligh.
3. Merdeka (bukan budak).
4.
Kesamaan agama. Maka tidak sah wali kafir untuk orang Islam laki-laki
dan perempuan. Begitu pula tidak sah perwalian orang Islam untuk orang
kafir laki-laki atau perempuan. Adapun orang kafir menjadi wali bagi
wanita kafir adalah, meskipun berbeda agamanya. Dan orang yang keluar
dari agama (murtad) tidak bisa menjadi wali bagi siapapun.
5.
Adil, bukan fasik. Sebagian ulama menjadikan hal ini sebagai syarat,
tapi sebagian lain mencukupkan dengan syarat sebelumnya. Sebagian lagi
mencukupkan syarat dengan kemaslahatan bagi yang diwalikan untuk
menikahkannya.
6. Laki-laki.
Berdasarkan sabda Nabi sallallahu’alaihi wa sallam,
لا
تُزَوِّجُ الْمَرْأَةُ الْمَرْأَةَ وَلا تُزَوِّجُ الْمَرْأَةُ نَفْسَهَا
فَإِنَّ الزَّانِيَةَ هِيَ الَّتِي تُزَوِّجُ نَفْسَهَا (رواه ابن ماجة،
رقم 1782 وهو في صحيح الجامع 7298)
“Wanita
tidak (dibolehkan) menikahkan wanita lainnya. Dan wanita tidak boleh
menikahkan dirinya sendiri. Karena wanita pezina adalah yang menikahkan
dirinya sendiri." (HR. Ibnu Majah, no. 1782. Hadits ini terdapat
dalam Shahih Al-Jami, no. 7298)
7. Bijak, yaitu orang yang mampu mengetahui kesetaraan (antara kedua pasangan) dan kemaslahatan pernikahan.
Para
wali harus berurutan menurut ahli fiqih. Maka tidak dibolehkan melewati
wali terdekat, kecuali jika wali terdekat tidak ada atau tidak memenuhi
syarat. Wali seorang wanita adalah bapaknya, kemudian orang yang
diwasiatkannya untuk menjadi walinya, lalu kakek dari bapak sampai ke
atas, lalu anak laki-lakinya, lalu cucu sampai ke bawah. Kemudian
saudara laki-laki sekandung, berikutnya saudara laki-laki seayah,
kemudian anak dari keduanya. Kemudian paman sekandung, lalu paman
sebapak, kemudian anak dari keduanya. Kemudian yang terdekat dari sisi
keturunan dari asobah seperti dalam waris. Kemudian penguasa muslim
(dan orang yang menggantikannya seperti Hakim) sebagai wali bagi yang
tidak mempunyai perwalian.
Wallahu’alam .
Syekh Muhammad Sholeh Al-Munajjid
from=https://islamqa.info/id/2127