Permasalahan
hukum musik adalah permasalahan yang telah dibahas para ulama kita
semenjak dulu hingga sekarang. Dalam blog ini telah dibahas apa hukum
musik dan nyanyian. Adapun sekarang, apakah benar bahwasannya larangan
musik merupakan ijma’ di kalangan ulama ? Sebagian besar rekan-rekan tentu akrab dengan pernyataan ijma’ tentang pengharamannya. Adapun selain itu – taruhlah kita memakai termin yang seringkali dipakai di grassroot : ‘non salafiy’ (= yang sependapat dengan Dr. Yuusuf Al-Qaraadlawiy dan yang semisal dengannya) – berpendapat tidak terjadi ijma’.
Ibnu Hajar rahimahullah berkata :
وأما
الالات فسيأتى الكلام على اختلاف العلماء فيها عند الكلام على حديث
المعازف في كتاب الأشربة وقد حكى قوم الإجماع على تحريمها وحكى بعضهم عكسه
وسنذكر بيان شبهة الفريقين إن شاء الله تعالى ولا يلزم من إباحة الضرب
بالدف في العرس ونحوه إباحة غيره من الالات كالعود ونحوه
“Adapun alat musik, maka akan datang perkataan tentang ikhtilaaf para ulama padanya terhadap bahasan hadits ma’aazif dalam kitab Al-Asyribah (dalam Shahih Al-Bukhaariy – Abul-Jauzaa’). Sekelompok ulama mengatakan adanya ijmaa’ pengharamannya. Namun sebagian yang lain mengatakan sebaliknya. Dan akan kami sebutkan penjelasansyubhat dua kelompok tersebut, insya Allahu ta’ala. Dan tidaklah melazimkan kebolehan memukul duff sewaktu pernikahan dan yang semisalnya dengan kebolehan memukul selain duff dari macam alat-alat musik seperti ‘uud (semacam kecapi) dan yang semisalnya” [Fathul-Baariy, 3/371].
Mafhum yang diambil dari perkataan Ibnu Hajar rahimahullah di atas adalah bahwa Ibnu Hajar mengakui adanya perbedaan pendapat di kalangan ulama selain klaim ijma’ dalam permasalahan hukum musik dan nyanyian. Wallaahu a’lam.
Di antara ulama yang menetapkan adanya ijma’ antara
lain Abu Bakr Al-Aajurriy (w. 360 H), Abuth-Thayyib Ath-Thabariy
Asy-Syaafi’iy (450 H), Ibnu ‘Abdil-Barr (w. 463 H), Ibnu
Qudaamah Al-Maqdisiy (w. 540 H), Ibnush-Shalaah (w. 643 H),
Abul-‘Abbaas Al-Qurthubiy (w. 656 H), Ibnu Taimiyyah (w. 728 H),
Taajuddiin As-Subkiy (w. 756 H), Ibnu Rajab (w. 795 H), Ibnu Hajar
Al-Haitamiy (w. 974 H), dan yang lainnya dari kalangan ulama
kontemporer.[1]
Adapun
Asy-Syaukaaniy – dan ia orang yang paling menonjol dalam hal ini
– menyebutkan pendapat yang ‘menyelisihi’ ijma’ tersebut dalam bukunya Nailul-Authaar :
وذهب
أهل المدينة ومن وافقهم من علماء الظاهر وجماعة من الصوفية إلى الترخيص في
السماع ولو مع العود واليراع وقد حكى الأستاذ أبو منصور البغدادي الشافعي
في مؤلفه في السماع أن عبد اللّه بن جعفر كان لا يرى بالغناء بأسًا ويصوغ
الألحان لجواريه ويسمعها منهن على أوتاره وكان ذلك في زمن أمير المؤمنين
علي رضي اللّه عنه. وحكى الأستاذ المذكور مثل ذلك أيضًا عن
القاضي شريح وسعيد بن المسيب وعطاء بن أبي رباح والزهري والشعبي.
وقال
إمام الحرمين في النهاية وابن أبي الدم نقل الأثبات من المؤرخين أن عبد
اللّه بن الزبير كان له جوار عوادات وأن ابن عمر دخل عليه وإلى جنبه عود
فقال ما هذا يا صاحب رسول اللّه فناوله إياه فتأمله ابن عمر فقال هذا
ميزان ، قال ابن الزبير: يوزن به العقول.
وروى
الحافظ أبو محمد ابن حزم في رسالته في السماع سنده إلى ابن سيرين
قال: إن رجلا قدم المدينة بجوار فنزل على عبد اللّه بن عمر
وفيهن جارية تضرب فجاء رجل فساومه فلم يهو منهن شيئًا قال انطلق إلى رجل
هو أمثل لك بيعًا من هذا قال من هو قال عبد اللّه بن جعفر فعرضهن عليه
فأمر جارية منهن فقال لها خذي العود فأخذته فغنت فبايعه ثم جاء إلى ابن
عمر إلى آخر القصة.
وروى
صاحب العقد العلامة الأديب أبو عمر الأندلسي أن عبد اللّه بن عمر دخل على
أبي جعفر فوجد عنده جارية في حجرها عود ثم قال لابن عمر هل ترى بذلك بأسًا
قال لا بأس بهذا وحكى الماوردي عن معاوية وعمرو بن العاص أنهما سمعا العود
عند ابن جعفر.
“Penduduk Madinah dan
orang yang sependapat dengan mereka dari kalangan ulama Dhaahiriyyah
dan kelompok Shuufiyyah berpendapat diberikanannya keringanan dalam
masalah nyanyian (simaa’) meskipun diiringi ‘uud dan yaraa’ (seruling). Dan Al-Ustaadz Abu Manshuur Al-Baghdaadiy Asy-Syaafi’iy dalam bukunya tentang masalah simaa’meriwayatkan
bahwa ‘Abdullah bin Ja’far berpendapat tidak mengapa
tentang nyanyian dan membolehkan budak-budak perempuannya untuk
memainkan musik sedangkan ia sendiri mendengarkan mereka dengan alat
musik yang dimainkannya. Itu terjadi pada jaman Amiirul-Mukminiin
‘Aliy (bin Abi Thaalib). Abu Manshuur juga meriwayatkan hal yang
serupa dengan itu dari Al-Qaadliy Syuraih, Sa’iid bin
Al-Musayyib, ‘Athaa’ bin Abi Rabaah, Az-Zuhriy, dan
Asy-Sya’biy. Telah berkata Al-Imaam Al-Haramain dalam An-Nihaayah dan Ibnu Abid-Damm yang menukil adanya penetapan dari kalanganmuarrikhiin bahwasannya ‘Abdullah bin Az-Zubair mempunyai budak yang memainkan‘uud. Dan bahwasannya Ibnu ‘Umar masuk menemuinya dimana di sisinya terdapat ‘uud, lalu Ibnu ‘Umar berkata : “Apa ini wahai shahabat Rasulullah – shallallaahu ‘alaihi wa sallam - ?”. Lalu Ibnuz-Zubair mengambikan untuknya. Lalu Ibnu ‘Umar merenungkannya dan berkata : “Ini adalah miizaan (timbangan) orang Syaam”. Ibnuz-Zubair berkata : “Yang akan menyeimbangkan akal”.
Dan
diriwayatkan oleh Al-Haafidh Abu Muhammad bin Hazm dalam risalahnya
tentang masalah nyanyian dengan sanad sampai pada Ibnu Siiriin, ia
berkata : ‘Sesungguhnya ada seorang laki-laki yang datang ke
Madiinah bersama budak-budak perempuannya, lalu ia menemui
‘Abdullah bin ‘Umar. Di antara budak-budak itu ada yang
bisa memukul (alat musik). Datanglah seorang laki-laki, lalu si pemilik
budak menawarkan budak-budak perempuan itu kepadanya (untuk dibeli),
namun ternyata laki-laki tersebut tidak merasa cocok dengan mereka.
Namun ia berkata : ‘Pergilah engkau ke seseorang yang ia
sama sepertimu dalam penjualan daripada ini’. Ia berkata :
‘Siapakah ia ?’. Orang itu menjawab : ‘Abdullah bin
Ja’far. Lalu laki-laki pemilik budak tadi pergi menawarkannya
kepada ‘Abdullah bin Ja’far. Lalau ‘Abdullah
memerintahkan salah seorang budak tersebut, dan berkata :
‘Ambillah ‘uud’.
Budak perempuan itu pun mengambilnya lalu bernyanyi. Maka
‘Abdullah bin Ja’far membelinya, kemudian mendatangi Ibnu
‘Umar…. hingga akhir kisah.[2]
Dan diriwayatkan pula oleh penulis kitab Al-‘Aqd Al-‘Allamah
Al-Adiib Abu ‘Umar Al-Andalusiy : Bahwasannya ‘Abdullah bin
‘Umar pernah masuk menemui ‘Abdullah bin Ja’far. Lalu
ia mendapatinya bersama seorang budak wanita di kamarnya dengan ‘uud.
‘Abdullah bin Ja’far berkata kepada Ibnu ‘Umar :
“Apakah engkau memandang hal itu tidak apa-apa ?”. Ia
menjawab : “Tidak mengapa”. Al-Maawardiy meriwayatkan dari
Mu’aawiyyah dan ‘Amru bin Al-‘Aash bahwasannya mereka
berdua mendengarkan ‘uud di sisi Ibnu Ja’far….” [selengkapnya dalam Nailul-Authaar, 9/100-101, Maktabah Ad-Da’wah Al-Islaamiyyah].
Kemudian
Asy-Syaukaaniy menyebutkan daftar siapa-siapa saja yang membolehkan
musik dan nyanyian dengan menukil perkataan Ibnun-Nahwiy :
قال
ابن النحوي في « العمدة » : وقد روى الغناء وسماعه عن جماعة
من الصحابة والتابعين , فمن الصحابة عمر - كما رواه ابن عبد البر وغير-
وعثمان - كما نقله الماوردى وصاحب البيان والرافعى - وعبد الرحمن بن عوف
كما رواه ابن أبى شيبة - وأبو عبيدة بن الجراح - كما أخرجه البيهقى- وسعد
بن أبى وقاص - كما أخرجه ابن قتيبة - وأبو مسعود الأنصاري - كما أخرجه
البيهقى - وبلال وعبد الله بن الأرقم وأسامة بن زيد - كما أخرجه البيهقى
أيضا - وحمزة كما في الصحيح - وابن عمر - كما أخرجه ابن طاهر - والبراء بن
مالك - كما أخرجه أبو نعيم - وعبد الله بن جعفر - كما رواه ابن عبد البر -
وعبد الله بن الزبير - كما نقل أبو طالب المكى - وحسان - كما رواه أبو
الفرج الأصبهانى - وعبد الله بن عمرو - كما رواه الزبير بين بكار - وقرظة
بن كعب - كما رواه ابن قتيبة - وخوات بن جبير ورباح المعترف كما أخرجه
صاحب الأغاني - والمغيرة بن شعبة - كما حكاه أبو طالب المكى- وعمرو بن
العاص - كما حكاه الماوردى - وعائشة والربيع - كما في صحيح البخاري وغيره .
وأما
التابعون فسعيد بن المسيب , وسالم بن عبد الله بن عمر , وابن حسان ,
وخارجة بن زيد , وشريح القاضى , وسعيد بن جبير , وعامر الشعبي , وعبد الله
ابن أبى عتيق , وعطاء بن أبى رباح , ومحمد بن شهاب الزهري , وعمر بن عبد
العزيز , وسعد بن إبراهيم الزهري .
وأما تابعوهم , فخلق لا يحصون , منهم : الأئمة الأربعة , وابن عيينة , وجمهور الشافعية
“Telah berkata Ibnun-Nahwiy dalam Al-‘Umdah :
Dan telah diriwayatkan tentang kebolehan nyanyian dan mendengarkannya
dari sekelompok shahabat dan tabi’iin. Dari kalangan shahabat :
‘Umar – sebagaimana diriwayatkan Ibnu ‘Abdil-Barr dan
yang lainnya -, ‘Utsmaan - sebagaimana dinukil Al-Maawardiy dan
penulis kitab Al-Bayaandan
Ar-Raafi’iy - , ‘Abdurrahmaan bin ‘Auf sebagaimana
diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah, Abu ‘Ubaidah bin Al-Jarraah
– sebagaimana diriwayatkan oleh Al-Baihaqiy - , Sa’d bin
Abi Waqqaash – sebagaimana diriwayatkan oleh Ibnu Qutaibah - ,
Abu Mas’uud Al-Anshaariy – sebagaimana diriwayatkan oleh
Al-Baihaqiy - , Bilaal, ‘Abdullah bin Arqam, Usaamah bin Zaid
– sebagaimana diriwayatkan juga oleh Al-Baihaqiy - , Hamzah
– sebagaimana dalam kitab Ash-Shahiih -
, Ibnu ‘Umar – sebagaimana diriwayatkan oleh Ibnu Thaahir -
, Al-Barraa’ bin Maalik – sebagaimana diriwayatkan oleh Abu
Nu’aim - , ‘Abdullah bin Ja’far – sebagaimana
diriwayatkan oleh Ibnu ‘Abdil-Barr - , ‘Abdullah bin
Az-Zubair – sebagaimana dinukil oleh Abu Thaalib Al-Makkiy - ,
Hassaan – sebagaimana diriwayatkan oleh Abul-Farj Al-Ashbahaaniy
- , ‘Abdullah bin ‘Amru – sebagaimana diriwayatkan
oleh Az-Zubair bin Bakkaar - , Qaradhah bin Ka’b –
sebagaimana diriwayatkan oleh Ibnu Qutaibah, Khawaat bin Jubair,
Rabbaah bin Al-Mu’tarif – sebagaimana diriwayatkan oleh
penulis kitab Al-Aghaaniy -
, Al-Mughiirah bin Syu’bah – sebagaimana dihikayatkan oleh
Abu Thaalib Al-Makkiy, ‘Amru bin Al-‘Aash –
sebagaimana dihikayatkan oleh Al-Maawardiy - , ‘Aaisyah,
Ar-Rabii’ – sebagaimana terdapat dalam Shahih Al-Bukhaariy dan yang lainnya.
Dari
kalangan taabi’iin : Sa’iid bin Al-Musayyib, Saalim bin
‘Abdillah bin ‘Umar, Ibnu Hassaan, Khaarijah bin Zaid,
Syuraih Al-Qaadliy, Sa’iid bin Jubair, ‘Aamir
Asy-Sya’biy, ‘Abdullah bin Abi ‘Atiiq,
‘Athaa’ bin Abi Rabbaah, Muhammad bin Syihaab Az-Zuhriy,
‘Umar bin ‘Abdil-‘Aziiz, dan Sa’d bin Ibraahiim
Az-Zuhriy.
Adapun
dari kalangan yang mengikut mereka tidak terhitung jumlahnya,
diantaranya : imam yang empat, Ibnu ‘Uyainah, dan jumhur
Syaafi’iyyah” [lihat : Nailul-Authaar, 8/101-102].
Bahkan ia (Asy-Syaukaaniy) menulis buku khusus yang berjudul : Ibthaalu Da’waa Al-Ijmaa’ ‘alaa Tahriimi Muthlaqis-Simaa’.
Adz-Dzahabiy berkata :
قال ابن معين: كنا نأتي يوسف بن الماجشون يحدثنا، وجواريه في بيت آخر يضربن بالمعزفة.
قلت: أهل المدينة يترخصون في الغناء، هم معروفون بالتسمح فيه.
قلت: أهل المدينة يترخصون في الغناء، هم معروفون بالتسمح فيه.
“Ibnu
Ma’iin berkata : ‘Kami pernah mendatangi Yuusuf bin
Al-Maajisyuun lalu ia meriwayatkan hadits kepada kami. Budak-budak
perempuannya di rumahnya yang lain saat itu sedang memukul alat
musik’. Aku (Adz-Dzahabiy) berkata : ‘Penduduk Madiinah
memberikan rukhshah/kelonggaran dalam hal nyanyian. Dan mereka memang dikenal sebagai orang-orang yang longgar dalam masalah ini” [Siyaru A’laamin-Nubalaa’, 8/372. Lihat pula : Tahdziibut-Tahdziib 11/430].
Al-Khaliiliy berkata : “Ia (Ibnul-Maajisyuun) dan saudara-saudara laki-lakinya memberikan rukhshah dalam masalah simaa’” [Tahdziibut-Tahdziib, 11/430].
Yuusuf
bin Al-Maajisyun, lengkapnya adalah Yuusuf bin Ya’quub bin Abi
Salamah Al-Maajisyuun, Abu Salamah Al-Madaniy; seorang yang tsiqah (w. 185 H), dipakai Al-Bukhaariy dan Muslim dalam Shahih-nya [lihat biografinya dalam Tahdziibul-Kamaal32/479-482 no. 7166 dan Siyaru A’laamin-Nubalaa’ 8/371-373 no. 110].
Ibnu Ma’iin saat mengomentari Ibnul-Maajisyuun berkata : “Tsiqah”. Di riwayat lain : “Shaalih”. Di riwayat lain : “Tidak mengapa dengannya”.
Nampaknya, Ibnu Ma’iin tidak menggugurkan ‘adalah Ibnul-Maajisyuun dalam periwayatan hadits karena membolehkan mendengarkan nyanyian dan alat musik,wallaahu a’lam.
Tentang penukilan Asy-Syaukaaniy dari Ibnun-Nahwiy rahimahumallah tentang
daftar para shahabat dan ulama setelahnya yang membolehkan nyanyian dan
musik, tidak diragukan lagi beberapa di antaranya tidaklah akurat.
Misalnya penisbatan kepada ‘Utsmaan radliyallaahu ‘anhu. Ini jelas keliru, sebab telah tetap adanya riwayat darinya yang berseberangan dengan itu :
حَدَّثَنَا
أَحْمَدُ بْنُ زُهَيْرٍ التُّسْتَرِيُّ، ثنا مُحَمَّدُ بْنُ عُبَيْدِ بْنِ
ثَعْلَبَةَ، ثنا أَبُو يَحْيَى الْحِمَّانِيُّ، ثنا عَبْدُ الأَعْلَى بْنُ
أَبِي الْمُسَاوِرِ، عَنِ الشَّعْبِيِّ، عَنْ زَيْدِ بْنِ أَرْقَمَ، عَنْ
عُثْمَانِ، قَالَ : فَوَاللَّهِ مَا تَغَنَّيْتُ وَلا تَمَنَّيْتُ وَلا
مَسِسْتُ فَرْجِي بِيَمِينِي مُنْذُ أَسْلَمْتُ أَوْ مُنْذُ بَايَعْتُ
رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
Telah
menceritakan kepada kami Ahmad bin Zuahir At-Tustariy : Telah
menceritakan kepada kami Muhammad bin ‘Ubaid bin Tsa’labah
: Telah menceritakan kepada kami Abu Yahyaa Al-Himmaaniy : Telah
menceritakan kepada kami ‘Abdul-A’laa bin Abil-Musaawir,
dari Asy-Sya’biy, dari Zaid bin Al-Arqam, dari ‘Utsmaan, ia
berkata : “…Demi Allah, aku tidak pernah menyanyi,
berangan-angan, dan menyentuh farjiku dengan tangan kananku sejak aku
masuk Islam atau sejak aku berbaiat kepada Rasulullah shallallaaahu ‘alaihi wa sallam” [Diriwayatkan oleh Ath-Thabaraaniy dalam Al-Kabiir 5/192-193; hasan].
Juga penisbatan kepada Ibnu ‘Umar radliyallaahu ‘anhumaa.
Ibnul-Jauzi meriwayatkan sebagai berikut :
ومر ابن عمر رضي الله عنه بقوم محرمين وفيهم رجل يتغنى قال ألا لا سمع الله لكم
”Ibnu ’Umar radliyallaahu ’anhu pernah
melewati satu kaum yang sedang melakukan ihram dimana bersama mereka
ada seorang laki-laki yang sedang bernyanyi. Maka Ibnu ’Umar
berkata kepada mereka : ”Ketahuilah, semoga Allah tidak mendengar
doa kalian” [Talbis Ibliis oleh Ibnul-Jauzi hal. 209 – Daarul-Fikr 1421].
Ini selaras dengan riwayat :
حَدَّثَنَا
الْوَلِيدُ بْنُ مُسْلِمٍ، حَدَّثَنَا سَعِيدُ بْنُ عَبْدِ الْعَزِيزِ،
وَمَخْلَدُ بْنُ يَزِيدَ، أَخْبَرَنَا سَعِيدٌ، الْمَعْنَى، عَنْ
سُلَيْمَانَ بْنِ مُوسَى، عَنْ نَافِعٍ مَوْلَى ابْنِ عُمَرَ، " سَمِعَ
ابْنُ عُمَرَ صَوْتَ زَمَّارَةِ رَاعٍ فَوَضَعَ إِصْبَعَيْهِ فِي
أُذُنَيْهِ، وَعَدَلَ رَاحِلَتَهُ عَنِ الطَّرِيقِ، وَهُوَ يَقُولُ: يَا
نَافِعُ، أَتَسْمَعُ؟ فَأَقُولُ: نَعَمْ، قَالَ: فَيَمْضِي، حَتَّى
قُلْتُ: لاَ، قَالَ: فَوَضَعَ يَدَيْهِ، وَأَعَادَ الرَّاحِلَةَ إِلَى
الطَّرِيقِ، وَقَالَ: رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ وَسَمِعَ صَوْتَ زَمَّارَةِ رَاعٍ فَصَنَعَ مِثْلَ هَذَا "
Telah
menceritakan kepada kami Al-Waliid bin Muslim : Telah menceritakan
kepada kami Sa’iid bin ‘Abdil-‘Aziiz dan Makhlad bin
Yaziid; Telah mengkhabarkan kepada kami Sa’’id dengan
makna, dari Sulaimaan bin Muusaa, dari Naafi’ maulaa Ibnu
‘Umar :Bahwasannya
Ibnu ’Umar pernah mendengar suara seruling yang ditiup oleh
seorang penggembala. Maka ia meletakkan kedua jarinya di kedua
telinganya (untuk menyumbat/menutupinya) sambil membelokkan untanya
dari jalan (menghindari suara tersebut). Ibnu ’Umar berkata :
”Wahai Nafi’, apakah kamu masih mendengarnya ?”. Maka
aku berkata : ”Ya”. Maka ia terus berlalu hingga aku
berkata : ”Aku tidak mendengarnya lagi”. Maka Ibnu
’Umar pun meletakkan tangannya (dari kedua telinganya) dan
kembali ke jalan tersebut sambil berkata : ”Aku melihat Rasulullahshallallaahu ’alaihi wasallam ketika
mendengar suara seruling melakukannya demikian” [Diriwayatkan
oleh Ahmad 2/38. Diriwayatkan pula 2/8, Abu Abu Dawud no. 4924 dan
4926; Al-Ajurri dalam Tahriimun-Nard wasy-Syatranj wal-Malaahi no. 64; dan yang lainnya. Shahih].
Juga penisbatan kepada imam empat.
Ibnul-Jauzi berkata :
أخبرنا
هبة الله بن أحمد الحريري عن أبي الطيب الطبري قال كان أبو حنيفة يكره
الغناء مع إباحته شرب النبيذ ويجعل سماع الغناء من الذنوب قال وكذلك مذهب
سائر أهل الكوفة إبراهيم والشعبي وحماد وسفيان الثوري وغيرهم لا أختلاف
بينهم في ذلك قال ولا يعرف بين أهل البصرة خلاف في كراهة ذلك والمنع منه
“Telah
mengkhabarkan kepada kami Hibatullah bin Ahmad Al-Hariry, dari
Abuth-Thayyib Ath-Thabary ia berkata : “Adalah Abu Haniifah
membenci nyanyian dan memperbolehkan perasan buah. Dan beliau
menjadikan perbuatan mendengarkan nyanyian termasuk di antara
dosa-dosa…” [Talbis Ibliis oleh Ibnul-Jauzi hal. 205 – Daarul-Fikr 1421].
حدثني
أبي، قال: حدثنا إسحاق بن الطباع، قال: سألت مالك بن أنس عما يترخص فيه
بعض أهل المدينة من الغناء، فقال: إنما يفعله عندنا الفساق.
“Telah
menceritakan kepadaku ayahku, ia berkata : Telah menceritakan kepada
kami Ishaaq bin Ath-Thabbaa’, ia berkata : Aku pernah bertanya
kepada Maalik bin Anas tentang nyanyian yang diperbolehkan penduduk
Madiinah, maka ia menjawab : “Hal itu bagi kami hanyalah
dilakukan oleh orang-orang fasiq” [Diriwayatkan oleh
‘Abdullah bin Ahmad dalam Al-‘Ilal, no. 1499; shahih].
وَأَخْبَرَنِي
زَكَرِيَّا بْنُ يَحْيَى النَّاقِدُ، حَدَّثَنَا الْحُسَيْنُ بْنُ
الْحَرُورِيِّ، حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ يَعْقُوبَ، قَالَ: سَمِعْتُ
يُونُسَ بْنَ عَبْدِ الأَعْلَى، قَالَ: سَمِعْتُ الشَّافِعِيَّ، قَالَ: "
تَرَكْتُ بِالْعِرَاقِ شَيْئًا يُسَمُّونَهُ التَّغْبِيرَ، وَضَعَتْهُ
الزَّنَادِقَةُ يَشْغِلُونَ بِهِ عَنِ الْقُرْآنِ "
Dan
telah mengkhabarkan kepadaku Zakariyyaa bin Yahyaa An-Naaqid : Telah
menceritakan kepada kami Al-Husain bin Al-Haruuriy : Telah menceritakan
kepada kami Muhammad bin Ya’quub, ia berkata : Aku mendengar
Yuunus bin ‘Abdil-A’laa, ia berkata : Aku mendengar
Asy-Syaafi’iy berkata : “Aku meninggalkan ‘Iraaq
sesuatu karena munculnya sesuatu di sana yang mereka namakan dengan At-Taghbiir yang
telah dibuat oleh kaum Zanadiqah. Mereka memalingkan manusia dengannya
dari Al-Qur’an” [Diriwayatkan oleh Al-Khallaal dalam Al-Amru bil-Ma’ruuf wan-Nahyu ‘anil-Munkar, hal. 151; shahih].
أَخْبَرَنَا
عَبْدُ اللَّهِ بْنُ أَحْمَدَ بْنِ حَنْبَلٍ، قَالَ: سَأَلْتُ أَبِي عَنِ
الْغِنَاءِ، فَقَالَ: " الْغِنَاءُ يُنْبِتُ النِّفَاقَ فِي الْقَلْبِ
Telah
mengkhabarkan kepadaku ’Abdullah bin Ahmad bin Hanbal, ia berkata
: Aku pernah bertanya kepada ayahku tentang nyanyian, lalu ia menjawab
: ”Nyanyian itu menumbuhkan kemunafikan di dalam hati”
[Diriwayatkan oleh Al-Khallaal dalam Al-Amru bil-Ma’ruuf wan-Nahyi ’anil-Munkar hal. 142; shahih].
Juga penisbatan kepada Ibnul-Musayyib rahimahullah.
أخبرنا عبد الرزاق عن معمر عن يحيى بن سعيد عن سعيد بن المسيب قال إني لأبغض الغناء وأحب الرجز
Telah
mengkhabarkan kepada kami ‘Abdurrazzaaq, dari Ma’mar, dari
Yahyaa bin Sa’iid, dari Sa’iid bin Al-Musayyib, ia berkata
: “Sesungguhnya aku membenci nyanyian, dan lebih menyukai rajaz” [Diriwayatkan oleh ‘Abdurrazzaaq no. 19743; shahih. Disebutkan pula oleh Al-Baghawiy dalam Syarhus-Sunnah no. 3411].
Juga penisbatan kepada Asy-Sya’biy rahimahullah.
حَدَّثَنَا
يَحْيَى، ثنا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ دُكَيْنٍ، عَنْ فِرَاسِ بْنِ عَبْدِ
اللَّهِ، عَنِ الشَّعْبِيِّ، قَالَ: " إِنَّ الْغِنَاءَ يُنْبِتُ
النِّفَاقَ فِي الْقَلْبِ كَمَا يُنْبِتُ الْمَاءُ الزَّرْعَ، وَإِنَّ
الذِّكْرَ يُنْبِتُ الإِيمَانَ فِي الْقَلْبِ، كَمَا يُنْبِتُ الْمَاءُ
الزَّرْعَ"
Telah
menceritakan kepada kami Yahyaa : Telah menceritakan kepada kami
‘Abdullah bin Dukain, dari Firaas bin ‘Abdillah, dari
Asy-Sya’biy : “Sesungguhnya nyanyian menumbuhkan
kemunafikan dalam hati sebagaimana air menumbuhkan tanaman. Dan
sesungguhnya dzikir itu menumbuhkan iman dalam hati sebagaimana air
menumbuhkan tanaman” [Diriwayatkan oleh Al-Marwadziy dalam Ta’dhiimu Qadrish-Shalaah no. 691; hasan].
حَدَّثَنَا
أَبُو بَكْرٍ، قَالَ: حَدَّثَنَا عَبْدَةُ، وَوَكِيعٌ، عَنْ إسْمَاعِيلَ
بْنِ أَبِي خَالِدٍ، عَنِ الشَّعْبِيِّ: أَنَّهُ كَرِهَ أَجْرَ
الْمُغَنِّيَةِ "، زَادَ فِيهِ عَبْدَةُ: وَقَالَ: " مَا أُحِبُّ أَنْ
آكُلَهُ "
Telah
menceritakan kepada kami Abu Bakr, ia berkata : Telah menceritakan
kepada kami ‘Abdah dan Wakii’, dari Ismaa’iil bin Abi
Khaalid, dari Asy-Sya’biy : Bahwasannya ia membenci upah
penyanyi. ‘Abdah menambahkan : Dan Asy-Sya’biy berkata :
“Aku tidak mau memakannya” [Diriwayatkan oleh Ibnu Abi
Syaibah no. 22476 – Jawaami’ul-Kalim; shahih].
Dan yang lainnya.
Oleh
karena itu, ada kemungkinan penisbatan kepada sebagian ulama/salaf yang
membolehkan itu tidak benar karena tidak shahih sanadnya atau
penukilannya; atau seandainya benar, tidak ada dilalah yang menunjukkan tentang kebolehannya.[3]
Saya
juga tidak berani mengatakan bahwa semua yang dikatakan Asy-Syaukaaniy
itu tidak valid, karena memang ada sebagiannya yang valid. Namun
setidaknya, apa yang saya pahami sampai detik ini, bahwa penisbatan
ijma’ dari para imam di atas perlu diteliti kembali.
Itu saja yang dapat saya tuliskan secara ringkas dari pokok artikel ini.
Sebagai
catatan penting : Tulisan ini sama sekali tidak bertujuan membela
pendapat yang membolehkan nyanyian dan musik, menyokongnya, memberikan
angin segar, atau yang semisalnya. Sekali lagi, tulisan ini hanyalah
sebagai pembuka diskusi, mungkin, untuk meneliti kebenaran ijma’ tersebut. Adapun pengharaman atas dua hal itu adalah sangat kuat karena didasarkan oleh nash-nash yang shahih dan jelas dilalah-nya. Dan khilaf dalam masalah ini termasuk khilaf yang lemah.[4]
Wallaahu a’lam.
[abul-jauzaa’ – 1432]
[1] Silakan baca beberapa perkataan para ulama kita tentang penetapan ijma’ di :http://ustadzaris.com/kata-sepakat-ulama-dalam-haramnya-musik.
[2] Asy-Syaikh Al-Albaaniy rahimahullah mengatakan bahwa kisah ini terdapat dalam Al-Muhallaa dengan sanad shahih [lihat Tahriim Aalaatith-Tharb, hal. 101-102; Muassasah Ar-Rayyaan, Cet. 3/1426 H]. Namun beliau mengkritik penyebutan ‘uud, sebab dalam sanad kisah tersebut, Ayyuub mengatakan duff (rebana), sedangkan Hisyaam mengatakan ‘uud. Di sini, Syaikh merajihkan penyebutan duff.
Saya (Abul-Jauzaa’) berkata : Akan tetapi, baik penyebutan duff ataupun ‘uud, maka dua-duanya merupakan jenis alat musik yang ditabuh di luar waktu-waktu yang diperbolehkan (sebagaimana tercantum nash-nya dalam hadits), dan ‘Abdullah bin Ja’far pun mendengarkannya/menyimaknya.
[4] Silakan baca :
http://abul-jauzaa.blogspot.com/2008/05/hukum-musik-dan-nyanyian-3.html
from=http://abul-jauzaa.blogspot.fr/2011/01/haramnya-musik-dan-ijmaa.html
from=http://abul-jauzaa.blogspot.fr/2011/01/haramnya-musik-dan-ijmaa.html