Oleh : Al-Ustadzah Ummu Ishaq Al-Atsariyyah
Saudariku muslimah…
Bagi
kebanyakan kaum wanita, ibu-ibu ataupun remaja putri, bergunjing
membicarakan aib, cacat, atau cela yang ada pada orang lain bukanlah
perkara yang besar. Bahkan di mata mereka terbilang remeh, ringan dan
begitu gampang meluncur dari lisan. Seolah-olah obrolan tidak asyik
bila tidak membicarakan kekurangan orang lain. “Si Fulanah begini dan
begitu…”. “Si ‘Alanah orangnya suka ini dan itu…”. Ketika asyik
membicarakan kekurangan orang lain seakan lupa dengan diri sendiri.
Seolah diri sendiri sempurna tiada cacat dan cela. Ibarat kata pepatah,
“Kuman di seberang lautan tampak, gajah di pelupuk mata tiada tampak.”
Perbuatan
seperti ini selain tidak pantas/tidak baik menurut perasaan dan akal
sehat kita, ternyata syariat yang mulia pun mengharamkannya bahkan
menekankan untuk melakukan yang sebaliknya yaitu menutup dan
merahasiakan aib orang lain.
Ketahuilah
wahai saudariku, siapa yang suka menceritakan kekurangan dan kesalahan
orang lain, maka dirinya pun tidak aman untuk diceritakan oleh orang
lain. Seorang ulama salaf berkata, “Aku mendapati orang-orang yang
tidak memiliki cacat/cela, lalu mereka membicarakan aib manusia maka
manusia pun menceritakan aib-aib mereka. Aku dapati pula orang-orang
yang memiliki aib namun mereka menahan diri dari membicarakan aib
manusia yang lain, maka manusia pun melupakan aib mereka.”1)
Tahukah engkau bahwa manusia itu terbagi dua:
Pertama: Seseorang yang tertutup keadaannya,
tidak pernah sedikitpun diketahui berbuat maksiat. Bila orang seperti
ini tergelincir dalam kesalahan maka tidak boleh menyingkap dan
menceritakannya, karena hal itu termasuk ghibah yang diharamkan.
Perbuatan demikian juga berarti menyebarkan kejelekan di kalangan
orang-orang yang beriman. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
إِنَّ الَّذِيْنَ يُحِبُّوْنَ أَنْ تَشِيْعَ الْفَاحِشَةُ فِي الَّذِيْنَ آمَنُوا لَهُمْ عَذَابٌ أَلِيْمٌ فِي الدُّنْيَا وَاْلآخِرَةِ
“Sesungguhnya orang-orang yang menyenangi tersebarnya perbuatan keji2) di kalangan orang-orang beriman, mereka memperoleh azab yang pedih di dunia dan di akhirat….” (An-Nur: 19)
Kedua: Seorang yang terkenal suka berbuat maksiat dengan terang-terangan,
tanpa malu-malu, tidak peduli dengan pandangan dan ucapan orang lain.
Maka membicarakan orang seperti ini bukanlah ghibah. Bahkan harus
diterangkan keadaannya kepada manusia hingga mereka berhati-hati dari
kejelekannya. Karena bila orang seperti ini ditutup-tutupi
kejelekannya, dia akan semakin bernafsu untuk berbuat kerusakan,
melakukan keharaman dan membuat orang lain berani untuk mengikuti
perbuatannya.3)
Saudariku muslimah…
Engkau mungkin pernah mendengar hadits Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang berbunyi:
مَنْ
نَفَّسَ عَنْ مُؤْمِنٍ كُرْبَةً مِنْ كُرَبِ الدُّنْيَا، نَفَّسَ اللهُ
عَنْهُ كُرْبَةً مِنْ كُرَبِ يَوْمِ الْقِيَامَةِ، وَمَنْ يَسَّرَ عَلَى
مُعْسِرٍ يَسَّرَ اللهُ عَلَيْهِ فِي الدُّنْيَا وَاْلآخِرَةِ، وَمَنْ
سَتَرَ مُسْلِمًا سَتَرَهُ اللهُ فيِ الدُّنْيَا وَاْلآخِرَةِ، وَاللهُ
فِي عَوْنِ الْعَبْدِ مَا كَانَ الْعَبْدُ فِي عَوْنِ أَخِيْهِ …
“Siapa
yang melepaskan dari seorang mukmin satu kesusahan yang sangat dari
kesusahan dunia niscaya Allah akan melepaskan darinya satu kesusahan
dari kesusahan di hari kiamat. Siapa yang memudahkan orang yang sedang
kesulitan niscaya Allah akan memudahkannya di dunia dan nanti di
akhirat. Siapa yang menutup aib seorang muslim niscaya Allah akan
menutup aibnya di dunia dan kelak di akhirat. Dan Allah senantiasa
menolong hamba-Nya selama hamba-Nya itu menolong saudaranya….” (HR.
Muslim no. 2699)
Bila
demikian, engkau telah tahu keutamaan orang yang suka menutup aib
saudaranya sesama muslim yang memang menjaga kehormatan dirinya, tidak
dikenal suka berbuat maksiat namun sebaliknya di tengah manusia ia
dikenal sebagai orang baik-baik dan terhormat. Siapa yang menutup aib
seorang muslim yang demikian keadaannya, Allah Subhanahu wa Ta’ala akan
menutup aibnya di dunia dan kelak di akhirat.
Namun bila di sana ada kemaslahatan atau kebaikan yang hendak dituju dan bila menutupnya akan menambah kejelekan, maka tidak apa-apa bahkan wajib
menyampaikan perbuatan jelek/aib/cela yang dilakukan seseorang kepada
orang lain yang bisa memberinya hukuman. Jika ia seorang istri maka
disampaikan kepada suaminya. Jika ia seorang anak maka disampaikan
kepada ayahnya. Jika ia seorang guru di sebuah sekolah maka disampaikan
kepada mudir-nya (kepala sekolah). Demikian seterusnya.4)
Yang
perlu diingat, wahai saudariku, diri kita ini penuh dengan kekurangan,
aib, cacat, dan cela. Maka sibukkan diri ini untuk memeriksa dan
menghitung aib sendiri, niscaya hal itu sudah menghabiskan waktu tanpa
sempat memikirkan dan mencari tahu aib orang lain. Lagi pula, orang
yang suka mencari-cari kesalahan orang lain untuk dikupas dan
dibicarakan di hadapan manusia, Allah Subhanahu wa Ta’ala akan
membalasnya dengan membongkar aibnya walaupun ia berada di dalam
rumahnya. Sebagaimana disebutkan dalam hadits Abu Barzah Al-Aslami
radhiyallahu ‘anhu dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam:
يَا
مَعْشَرَ مَنْ آمَنَ بِلِسَانِهِ وَلَمْ يَدْخُلِ اْلإِيْمَانُ قَلْبَهُ،
لاَ تَغْتَابُوا الْمُسْلِمِيْنَ، وَلاَ تَتَّبِعُوْا عَوْرَاتِهِمْ،
فَإِنَّهُ مَنِ اتَّبَعَ عَوْرَاتِهِمْ يَتَّبِعِ اللهُ عَزَّ وَجَلَّ
عَوْرَاتِهُ، وَمَنْ يَتَّبِعِ اللهُ عَوْرَتَهُ يَفْضَحْهُ فِي بَيْتِهِ
“Wahai sekalian orang yang beriman dengan lisannya dan iman itu belum masuk ke dalam hatinya.5) Janganlah kalian mengghibah kaum muslimin dan jangan mencari-cari/mengintai aurat6)
mereka. Karena orang yang suka mencari-cari aurat kaum muslimin, Allah
akan mencari-cari auratnya. Dan siapa yang dicari-cari auratnya oleh
Allah, niscaya Allah akan membongkarnya di dalam rumahnya (walaupun ia
tersembunyi dari manusia).” (HR. Ahmad 4/420, 421,424 dan Abu Dawud no.
4880. Kata Asy-Syaikh Al-Albani rahimahullahu dalam Shahih Abi Dawud:
“Hasan shahih.”)
Abdullah
bin ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma menyampaikan hadits yang sama, ia
berkata, “Suatu hari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam naik ke
atas mimbar, lalu menyeru dengan suara yang tinggi:
يَا
مَعْشَرَ مَنْ أَسْلَمَ بِلِسَانِهِ وَلَمْ يُفْضِ اْلإِيْمَانُ إِلَى
قَلْبِهِ، لاَ تُؤْذُو الْمُسْلِمِيْنَ، وَلاَ تُعَيِّرُوْهُمْ، وَلاَ
تَتَّبِعُوْا عَوْرَاتِهِمْ، فَإِنَّهُ مَنْ تَتَبَّعَ عَوْرَةَ أَخِيْهِ
الْمُسْلِمِ تَتَبَّعَ اللهُ عَوْرَتَهُ، وَمَنْ يَتَّبِعِ اللهُ
عَوْرَتَهُ، يَفْضَحْهُ وَلَوْ فِي جَوْفِ رَحْلِهِ
“Wahai sekalian orang yang mengaku berislam dengan lisannya dan iman itu belum sampai ke dalam hatinya.
Janganlah kalian menyakiti kaum muslimin, janganlah menjelekkan mereka,
jangan mencari-cari aurat mereka. Karena orang yang suka mencari-cari
aurat saudaranya sesema muslim, Allah akan mencari-cari auratnya. Dan
siapa yang dicari-cari auratnya oleh Allah, niscaya Allah akan
membongkarnya walau ia berada di tengah tempat tinggalnya.” (HR.
At-Tirmidzi no. 2032, dihasankan Asy-Syaikh Muqbil rahimahullahu dalam
Ash-Shahihul Musnad Mimma Laisa fish Shahihain, hadits no. 725, 1/581)
Dari
hadits di atas tergambar pada kita betapa besarnya kehormatan seorang
muslim. Sampai-sampai ketika suatu hari Abdullah bin ‘Umar radhiyallahu
‘anhuma memandang ke Ka’bah, ia berkata:
مَا أَعْظَمَكِ وَأَعْظَمَ حُرْمَتَكِ، وَالْمُؤْمِنُ أَعْظَمَ حُرْمَةً عِنْدَ اللهِ مِنْكِ
“Alangkah agungnya engkau dan besarnya kehormatanmu. Namun seorang mukmin lebih besar lagi kehormatannya di sisi Allah darimu.”7)
Karena itu saudariku… Tutuplah cela yang ada pada dirimu dengan menutup cela yang ada pada saudaramu yang memang pantas ditutup.
Dengan engkau menutup cela saudaramu, Allah Subhanahu wa Ta’ala akan
menutup celamu di dunia dan kelak di akhirat. Siapa yang Allah
Subhanahu wa Ta’ala tutup celanya di dunianya, di hari akhir nanti
Allah Subhanahu wa Ta’ala pun akan menutup celanya sebagaimana Nabi
Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
لاَ يَسْتُرُ اللهُ عَلَى عَبْدٍ فِي الدُّنْيَا إِلاَّ سَتَرَهُ اللهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ
“Tidaklah Allah menutup aib seorang hamba di dunia melainkan nanti di hari kiamat Allah juga akan menutup aibnya.8)” (HR. Muslim no. 6537)
Wallahu ta’ala a’lam bish-shawab.
___________
Catatan kaki:
1) Jami’ul Ulum Wal Hikam (2/291).
1) Jami’ul Ulum Wal Hikam (2/291).
2) Baik seseorang yang disebarkan kejelekannya itu benar-benar terjatuh
dalam perbuatan tersebut ataupun sekedar tuduhan yang tidak benar.
3) Jami’ul Ulum Wal Hikam (2/293), Syarhul Arba’in Ibnu Daqiqil Ied (hal.
120), Qawa’id wa Fawa`id minal Arba’in An-Nawawiyyah, (hal. 312).
4) Syarhul Arba’in An-Nawawiyyah, Asy-Syaikh Ibnu ‘Utsaimin (hal. 390-391).
5) Yakni lisannya menyatakan keimanan namun iman itu belum menancap di dalam hatinya.
6) Yang dimaksud dengan aurat di sini adalah aib/cacat atau cela dan
kejelekan. Dilarang mencari-cari kejelekan seorang muslim untuk
kemudian diungkapkan kepada manusia. (Tuhfatul Ahwadzi)
7) Diriwayatkan oleh At-Tirmidzi no. 2032
8) Al-Qadhi ‘Iyadh rahimahullahu berkata: “Tentang ditutupnya aib si hamba
di hari kiamat, ada dua kemungkinan. Pertama: Allah akan menutup
kemaksiatan dan aibnya dengan tidak mengumumkannya kepada orang-orang
yang ada di mauqif (padang mahsyar). Kedua: Allah Subhanahu wa Ta’ala
tidak akan menghisab aibnya dan tidak menyebut aibnya tersebut.” Namun
kata Al-Qadhi, sisi yang pertama lebih nampak karena adanya hadits
lain.” (Al-Minhaj Syarh Shahih Muslim, 16/360)
Hadits yang
dimaksud adalah hadits dari Abdullah bin ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma, ia
berkata, “Aku pernah mendengar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda:
إِنَّ اللهَ يُدْنِي الْمُؤْمِنَ فَيَضَعُ عَلَيْهِ كَنَفَهُ وَيَسْتُرُهُ فَيَقُوْلُ: أَتَعْرِفُ ذَنْبَ كَذَا، أَتَعْرِفُ ذَنْبَ كَذَا؟ فَيَقُوْلُ: نَعَمْ، أَيْ رَبِّ. حَتَّى إِذَا قَرَّرَهُ بِذُنُوْبِهِ وَرَأَى فِي نَفْسِهِ أَنَّهُ هَلَكَ، قَالَ: سَتَرْتُهَا عَلَيْكَ فِي الدُّنْيَا، وَأَنَا أَغْفِرُهَا لَكَالْيَوْمَ. فَيُعْطِي كِتَابَ حَسَنَاتِهِ …
“Sesungguhnya
(di hari penghisaban nanti) Allah mendekatkan seorang mukmin, lalu
Allah meletakkan tabir dan menutupi si mukmin (sehingga penghisabannya
tersembunyi dari orang-orang yang hadir di mahsyar). Allah berfirman:
‘Apakah engkau mengetahui dosa ini yang pernah kau lakukan? Apakah
engkau tahu dosa itu yang dulunya di dunia engkau kerjakan?’ Si mukmin
menjawab: ‘Iya, hamba tahu wahai Rabbku (itu adalah dosa-dosa yang
pernah hamba lakukan).’ Hingga ketika si mukmin ini telah mengakui
dosa-dosanya dan ia memandang dirinya akan binasa karena dosa-dosa
tersebut, Allah memberi kabar gembira padanya: ‘Ketika di dunia Aku
menutupi dosa-dosamu ini, dan pada hari ini Aku ampuni dosa-dosamu
itu.’ Lalu diberikanlah padanya catatan kebaikan-kebaikannya…” (HR.
Al-Bukhari dan Muslim)
from=http://asysyariah.com/tutuplah-aib-saudaramu/