Allah ta’ala berfirman :
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لِمَ تَقُولُونَ مَا لا تَفْعَلُونَ
“Hai orang-orang yang beriman, mengapa kamu mengatakan apa yang tidak kamu perbuat?” [QS. Ash-Shaff : 2].
أَتَأْمُرُونَ النَّاسَ بِالْبِرِّ وَتَنْسَوْنَ أَنْفُسَكُمْ وَأَنْتُمْ تَتْلُونَ الْكِتَابَ
“Mengapa
kamu suruh orang lain (mengerjakan) kebajikan, sedang kamu melupakan
diri (kewajiban) mu sendiri, padahal kamu membaca Al Kitab (Taurat)?
Maka tidakkah kamu berpikir?” [QS. Al-Baqarah : 44].
Mari kita perhatikan apa yang dijelaskan oleh Ibnu Katsiir rahimahullah saat menafsirkan QS. Al-Baqarah ayat 44 :
والغرض
أن الله تعالى ذمهم على هذا الصنيع ونبههم على خطئهم في حق أنفسهم، حيث
كانوا يأمرون بالخير ولا يفعلونه، وليس المراد ذمهم على أمرهم بالبر مع
تركهم له، بل على تركهم له، فإن الأمر بالمعروف [معروف] وهو واجب على
العالم، ولكن [الواجب و] الأولى بالعالم أن يفعله مع أمرهم به، ولا يتخلف
عنهم، كما قال شعيب، عليه السلام: { وَمَا أُرِيدُ أَنْ أُخَالِفَكُمْ
إِلَى مَا أَنْهَاكُمْ عَنْهُ إِنْ أُرِيدُ إِلا الإصْلاحَ مَا
اسْتَطَعْتُ وَمَا تَوْفِيقِي إِلا بِاللَّهِ عَلَيْهِ تَوَكَّلْتُ
وَإِلَيْهِ أُنِيبُ } [هود: 88].
“Maksud ayat itu adalah bahwasannya Allah ta’ala mencela
perbuatan mereka dan memberikan peringatan atas kesalahan mereka
terhadap hak diri mereka sendiri. Yaitu ketika mereka memerintahkan
kebaikan, namun mereka sendiri tidak melakukannya. Dan tidaklah yang
dimaksudkan ayat ini adalah celaan terhadap perbuatan mereka yang
memerintahkan kebaikan namun mereka meninggalkannya (tidak
melakukannya); akan tetapi yang dimaksud adalah celaan karena mereka
meninggalkan perbuatan kebaikan itu sendiri. Hal itu dikarenakan
mengajak kepada kebaikan adalah kewajiban bagi orang yang ‘aalim, akan tetapi lebih diwajibkan lagi bagi orang ‘aalim untuk melakukannya, selain juga memerintahkan kepadanya dan tidak menyelisihinya. Sebagaimana dikatakan Syu’aib ‘alaihis-salaam : ‘Dan
aku tidak berkehendak menyalahi kamu (dengan mengerjakan) apa yang aku
larang. Aku tidak bermaksud kecuali (mendatangkan) perbaikan selama aku
masih berkesanggupan. Dan tidak ada taufik bagiku melainkan dengan
(pertolongan) Allah. Hanya kepada Allah aku bertawakal dan hanya
kepada-Nya-lah aku kembali’ (QS. Huud : 88)” [Tafsiir Ibni Katsiir, 1/247, tahqiq : Saamiy bin Muhammad Salaamah; Daar Thayyibah, Cet. 2/1420 H].
Ada dua kewajiban yang Allah ta’ala bebankan pada kita, yaitu :
1. mengerjakan kebaikan dan meninggalkan kemunkaran, serta
2. mengajak orang lain dalam kebaikan dan mencegah orang lain berbuat kemunkaran.
Dengan ini, kita ketahui kekeliruan persepsi sebagian orang yang meninggalkan hal yangkedua, dengan alasan tidak/belum melakukan hal yang pertama. Bahkan ia tetap wajibmelakukan hal yang kedua (meskipun tidak melakukan yang pertama)[1].
Allah ta’ala berfirman :
يَا
بُنَيَّ أَقِمِ الصَّلاةَ وَأْمُرْ بِالْمَعْرُوفِ وَانْهَ عَنِ
الْمُنْكَرِ وَاصْبِرْ عَلَى مَا أَصَابَكَ إِنَّ ذَلِكَ مِنْ عَزْمِ
الأمُورِ
“Hai
anakku, dirikanlah salat dan suruhlah (manusia) mengerjakan yang baik
dan cegahlah (mereka) dari perbuatan yang mungkar dan bersabarlah
terhadap apa yang menimpa kamu. Sesungguhnya yang demikian itu termasuk
hal-hal yang diwajibkan (oleh Allah)” [QS. Luqmaan : 17].
Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
وَالَّذِي
نَفْسِي بيَدِهِ لَتَأْمُرُنَّ بالْمَعْرُوفِ، وَلَتَنْهَوُنَّ عَنِ
الْمُنْكَرِ، أَوْ لَيُوشِكَنَّ اللَّهُ أَنْ يَبعَثَ عَلَيْكُمْ عِقَابا
مِنْ عِنْدِهِ، ثُمَّ لَتَدْعُنَّهُ فَلَا يَسْتَجِيب لَكُمْ
“Demi
Dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya, hendaklah kalian tetap menyuruh
berbuat kebaikan dan melarang perbuatan munkar, atau (jika kalian tidak
melakukannya) hampir saja Allah menurunkan siksa-Nya kepada kalian,
kemudian kalian berdoa kepada-Nya namun tidak dikabulkan” [Diriwayatkan oleh Ahmad 5/388-389, At-Tirmidziy no. 2169, Al-Baihaqiy dalam Kubraa 10/93, Al-Baghawiy dalamSyarhus-Sunnah no. 4154, dan yang lainnya; hasan].
Meninggalkan satu kewajiban masih jauh lebih baik daripada meninggalkan dua kewajiban sekaligus, yang tentunya, dosanya lebih besar. Dan perlu dipahami bahwa, mengerjakan kebaikan dan meninggalkan kemunkaran bukanlah syarat bagi seseorang diperbolehkan mengajak orang lain berbuat baik dan mencegah kemunkaran.Seandainya hal itu menjadi persyaratan, niscaya amar ma’ruf nahi munkar banyakditinggalkan orang.
Al-Qurthubiy rahimahullah berkata :
وقال
الحسن لمطرف بن عبدالله: عظ أصحابك، فقال إني أخاف أن أقول ما لا أفعل،
قال: يرحمك الله وأينا يفعل ما يقول ويود الشيطان أنه قد ظفر بهذا، فلم
يأمر أحد بمعروف ولم ينه عن منكر. وقال مالك عن ربيعة بن أبي عبدالرحمن
سمعت سعيد بن جبير يقول: لو كان المرء لا يأمر بالمعروف ولا ينهى عن
المنكر حتى لا يكون فيه شيء، ما أمر أحد بمعروف ولا نهى عن منكر. قال
مالك: وصدق، من ذا الذي ليس فيه شيء.
Al-Hasan
berkata kepada Mutharrif bin ‘Abdillah : “Nasihatilah
shahabatmu”. Ia (Mutharrif) menjawab : “Sesungguhnya aku
takut mengatakan apa yang tidak aku perbuat”. Al-Hasan berkata :
“Semoga Allah merahmatimu. Dan siapakah di antara kita yang mampu
melakukan semua yang dikatakannya ?. Setan sangatlah ingin mendapatkan
keinginannya melalui perkataan ini, hingga tidak ada seorang pun yang
menyuruh berbuat kebaikan dan mencegah kemunkaran”.
Telah
berkata Maalik, dari Rabii’ah bin Abi ‘Abdirrahmaan : Aku
mendengar Sa’iid bin Jubair berkata : “Seandainya seseorang
tidak boleh mengajak kepada kebaikan dan mencegah kemunkaran hingga
tidak ada dosa sedikitpun padanya (karena ia mengerjakan kebaikan yang
ia perintahkan kepada orang lain, dan meninggalkan kemunkaran yang ia
cegah kepada orang lain), niscaya tidak ada seorang pun yang akan
mengajak kepada kebaikan dan mencegah kemunkaran”. Maalik berkata
: “Ia benar. Siapakah orang yang tidak mempunyai dosa sama sekali
?” [Tafsiir Al-Qurthubiy, 1/367-368, tahqiiq : Hisyaam bin Samiir Al-Bukhaariy; Daaru ‘Aalamil-Kutub, Cet. Thn. 1423 H].
Adapun
hal meninggalkan perbuatan itu sendiri bagi individu, maka ia perlu
dirinci. Jika yang ditinggalkannya itu adalah perkara sunnah, pada asalnya ia tidaklah diancam dengan dosa.[2] Lain halnya jika yang ditinggalkannya itu adalah kewajiban, maka ia berhak mendapatkan ancaman.
Namun harus dikatakan bahwa termasuk kesempurnaan amar ma’ruf dan nahi munkaryang
kita lakukan (kepada orang lain), kita sendiri mengerjakan apa yang
kita dakwahkan. Islam tidaklah mendorong terciptanya generasi NATO (Not Action Talk Only) atau OMDO (Omong Doang).
Orang akan lebih tergerak dan menyambut seruan yang kita sampaikan
apabila melihat contoh tersebut ada pada diri kita. Rasulullahshallallaahu ‘alaihi wa sallam adalah teladan kita.
فَلَمَّا
فَرَغَ مِنْ قَضِيَّةِ الْكِتَابِ، قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لِأَصْحَابِهِ: قُومُوا فَانْحَرُوا، ثُمَّ احْلِقُوا،
قَالَ: فَوَاللَّهِ مَا قَامَ مِنْهُمْ رَجُلٌ حَتَّى قَالَ ذَلِكَ
ثَلَاثَ مَرَّاتٍ، فَلَمَّا لَمْ يَقُمْ مِنْهُمْ أَحَدٌ دَخَلَ عَلَى
أُمِّ سَلَمَةَ فَذَكَرَ لَهَا مَا لَقِيَ مِنَ النَّاسِ، فَقَالَتْ أُمُّ
سَلَمَةَ: يَا نَبِيَّ اللَّهِ، أَتُحِبُّ ذَلِكَ اخْرُجْ، ثُمَّ لَا
تُكَلِّمْ أَحَدًا مِنْهُمْ كَلِمَةً حَتَّى تَنْحَرَ بُدْنَكَ،
وَتَدْعُوَ حَالِقَكَ فَيَحْلِقَكَ، فَخَرَجَ فَلَمْ يُكَلِّمْ أَحَدًا
مِنْهُمْ حَتَّى فَعَلَ ذَلِكَ نَحَرَ بُدْنَهُ وَدَعَا حَالِقَهُ
فَحَلَقَهُ، فَلَمَّا رَأَوْا ذَلِكَ قَامُوا فَنَحَرُوا وَجَعَلَ
بَعْضُهُمْ يَحْلِقُ بَعْضًا حَتَّى كَادَ بَعْضُهُمْ يَقْتُلُ بَعْضًا
غَمًّا
“Ketika selesai membuat perjanjian (Hudaibiyyah), Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda kepada para shahabatnya : “Berdirilah, sembelihlah hewan kalian, lalu bercukurlah”.
Perawi berkata : “Demi Allah, tidak ada satu pun dari mereka yang
berdiri hingga beliau mengulangnya sebanyak tiga kali”.[3] Ketika tidak ada satupun dari mereka yang berdiri, beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam masuk
menemui Ummu Salamah dan menceritakan kepadanya sikap yang beliau temui
dari para shahabat tadi. Ummu Salamah berkata : “Wahai Nabi
Allah, apakah engkau ingin orang-orang melakukannya ?. Keluarlah,
kemudian janganlah engkau berbicara sepatah katapun pada mereka hingga
engkau menyembelih ontamu, dan engkau panggil tukang cukurmu untuk
mencukur rambutmu”. Kemudian beliau keluar tanpa berbicara pada
seorang pun dari mereka hingga melakukannya, yaitu menyembelih onta dan
memanggil tukang cukur untuk mencukur rambut beliau. Ketika para
shahabat melihat hal itu, mereka pun segera berdiri dan menyembelih
hewan-hewan mereka. Sementara itu, sebagian dari mereka mencukur rambut
sebagian yang lain, hingga sebagian mereka membunuh sebagian yang lain
(terjadi pertengkaran, karena berlomba-lomba ingin mengikuti
beliau)” [Diriwayatkan oleh Al-Bukhaariy no. 2734].
Dan,.....
ada satu hal yang mungkin perlu saya ingatkan (yang mungkin kita sering
terlupa), yaitu..... jangan sekali-kali kita mencela perbuatan baik
orang lain dalam ajakannya kepada kebaikan atau larangannya terhadap
kemunkaran, dengan prasangka/perkataan : ‘ah, ente omdo (omong doang)’.
Jika kita melihat ia kurang dalam pengamalan atas apa yang ia katakan,
maka yang seharusnya kita lakukan : mendorongnya untuk mengamalkan apa
yang ia katakan (tanpa mengendurkan semangatnya dalam kebaikan).
Allah ta’ala akan membalas semua kebaikan yang dilakukan hamba-Nya. Tidak terkecuali, Anda, saya, atau mereka.
وَمَا يَفْعَلُوا مِنْ خَيْرٍ فَلَنْ يُكْفَرُوهُ وَاللَّهُ عَلِيمٌ بِالْمُتَّقِينَ
“Dan
apa saja kebajikan yang mereka kerjakan, maka sekali-kali mereka tidak
dihalangi (menerima pahala) nya; dan Allah Maha Mengetahui orang-orang
yang bertakwa” [QS. Aali ‘Imraan : 115].
Semoga tulisan kecil ini ada manfaatnya.
[abul-jauzaa’, jl. Arjuna 4/6, wonokarto, wonogiri].
[1] Dan bahkan wajib mengerjakan dua-duanya sekaligus.
[2] Dengan dalil :
حدثنا
إسماعيل قال: حدثني مالك بن أنس، عن عمه أبي سهيل بن مالك، عن أبيه، أنه
سمع طلحة بن عبيد الله يقول: جاء رجل إلى رسول الله صلى الله عليه وسلم من
أهل نجد، ثائر الرأس، يسمع دوي صوته ولا يفقه ما يقول، حتى دنا، فإذا هو
يسأل عن الإسلام، فقال رسول الله صلى الله عليه وسلم: (خمس صلوات في اليوم
والليلة) فقال: هل علي غيرها؟ قال: (لا إلا أن تطوع). قال رسول الله صلى
الله عليه وسلم: (وصيام رمضان). قال هل علي غيره؟ قال: (لا إلا أن تطوع).
قال: وذكر له رسول الله صلى الله عليه وسلم الزكاة، قال: هل علي غيرها؟
قال: (لا إلا أن تطوع). قال: فأدبر الرجل وهو يقول: والله لا أزيد على هذا
ولا أنقص، قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: (أفلح إن صدق).
Telah
menceritakan kepada kami Ismaa’iil, ia berkata : Telah
menceritakan kepadaku Maalik bin Anas, dari pamannya yang bernama Abu
Suhail bin Maalik, dari ayahnya, bahwasannya ia mendengar Thalhah bin
‘Ubaidillah berkata : Datang seorang laki-laki penduduk Najd
kepada Rasulullahshallallaahu ‘alaihi wasallam, kepalanya
telah beruban, gaung suaranya terdengar tetapi tidak bisa dipahami apa
yang dikatakannya kecuali setelah dekat. Ternyata ia bertanya tentang
Islam. Maka Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam menjawab : “Shalat lima waktu dalam sehari semalam”. Ia bertanya lagi : “Adakah aku punya kewajiban shalat lainnya ?”. Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam menjawab : “Tidak, melainkan hanya amalan sunnah saja”. Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam kemudian
menyebutkan puasa di bulan Ramadlan. Ia bertanya lagi
: “Adakah aku mempunyai kewajiban puasa selainnya ?”.
Beliau menjawab : “Tidak, melainkan hanya amalan sunnah saja”. Perawi (Thalhah) mengatakan bahwa Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam kemudian
menyebutkan tentang zakat kepadanya. Maka ia pun kembali bertanya :
“Adakah aku punya kewajiban lainnya ?”. Beliau menjawab
: “Tidak, melainkan hanya amalan sunnah saja”.
Perawi mengatakan : Selanjutnya orang ini pergi seraya berkata :
“Demi Allah, saya tidak akan menambahkan dan tidak akan
mengurangi ini”. Mendengar hal itu Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam pun berkata : “Niscaya ia akan beruntung jika ia benar-benar melakukannya” [Diriwayatkan
oleh Al-Bukhaariy no. 46, tarqim : Muhammad Fuaad ‘Abdil-Baqiy;
Al-Mathba’ah As-Salafiyyah, Cet. 1/1400 H].
[3]
Karena para shahabat sangat marah atas dilaksanakannya perjanjian
Hudaibiyyah yang dirasakan sangat tidak adil dan merugikan kaum
muslimin.
from= http://abul-jauzaa.blogspot.fr/2011/10/mengapa-kamu-mengatakan-apa-yang-tidak.html
from= http://abul-jauzaa.blogspot.fr/2011/10/mengapa-kamu-mengatakan-apa-yang-tidak.html