Dengan menyebut nama Allah yang Maha pemurah lagi Maha penyayang
Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh
Amma Ba’du
Sesungguhnya
kejadian yang menimpa saudara-saudara kita sesama muslim di Gaza berupa
pembunuhan, penghancuran, serta penjajahan atas mereka yang dilakukan
oleh kaum Yahudi terlaknat, tentu dirasakan pedih dan sakit oleh setiap
mukmin dan membuat hati mereka teriris.
Ya Allah, alangkah murah dan sepele darah kaum muslimin [di mata mereka].
Maha
suci Allah, betapa menyakitkan gambaran mayat-mayat [orang-orang tak
bersalah itu] di dalam hati orang-orang yang beriman. Alangkah banyak
nyawa yang telah melayang, darah yang tertumpahkan, kaum wanita yang
ternodai [kehormatannya], dan begitu banyak rumah-rumah yang
dihancurkan.
Sesungguhnya
kejahatan-kejahatan Yahudi di negeri Palestina yang terampas itu bukan
perkara yang aneh dilakukan oleh orang-orang semacam mereka (baca:
Yahudi). Lebih parah daripada itu, mereka adalah kaum yang berani
mencela dan mengejek al-Bari (Allah) Yang Maha suci. Sebagaimana yang
difirmankan oleh-Nya (yang artinya), “Orang-orang Yahudi
berkata; ‘Tangan Allah terbelenggu’. Justru tangan-tangan
mereka itulah yang terbelenggu dan mereka dilaknat akibat ucapan yang
mereka lontarkan. Bahkan, kedua tangan Allah itu terbentang, Dia akan
memberi bagaimanapun yang dia suka.” (QS. al-Maa’idah [5]: 64)
Mereka adalah para pembunuh nabi-nabi Allah. Allah ta’ala berfirman (yang artinya),“Hal
itu terjadi karena mereka senantiasa mengingkari ayat-ayat Allah dan
membunuh para nabi tanpa alasan yang benar. Yang demikian itu terjadi
akibat kedurhakaan mereka dan karena mereka selalu saja melampaui
batas.” (QS. al-Baqarah [2]: 61)
Mereka adalah saudara kera-kera dan babi-babi yang berusaha untuk mengelabui Allah. Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Dan
tanyakanlah kepada Bani Israel tentang negeri yang terletak di dekat
laut ketika mereka melanggar aturan pada hari Sabtu, di waktu datang
kepada mereka ikan-ikan (yang berada di sekitar) mereka terapung-apung
di permukaan air, dan di hari-hari yang bukan Sabtu, ikan-ikan itu
tidak datang kepada mereka. Demikianlah Kami mencoba mereka disebabkan
mereka berlaku fasik.” (QS. al-A’raaf [7]: 163)
Selaras
dengan ikatan persaudaraan di atas keimanan, maka sudah semestinya
setiap muslim memberikan bantuan sekuat kemampuannya dan memohon dengan
sangat kepada Allah dengan doa yang diiringi rasa penuh harap
kepada-Nya agar Allah berkenan segera menyingkirkan kesulitan dan
musibah yang mencekam saudara-saudara kita [di sana]. Berkaitan dengan
kejadian yang begitu memilukan ini, saya ingin mengingatkan kepada
saudara-saudaraku kaum muslimin dengan beberapa pelajaran manhaj dari
kejadian yang menimpa daerah Gaza Palestina:
Pelajaran Pertama
Sesungguhnya kejadian yang menyedihkan ini semakin menguatkan kebenaran berita yang disebutkan oleh Allah subhanahu wa ta’ala mengenai
orang-orang kafir berupa permusuhan mereka yang sengit kepada kaum
mukminin. Dan yang harus kita lakukan adalah memusuhi seluruh golongan
orang kafir dari kalangan Yahudi, Nasrani, Majusi, dan lainnya,
dikarenakan mereka adalah orang-orang kafir. Dan apabila mereka
menyakiti dan memerangi kita, maka kebencian kita kepada mereka pun
semakin memuncak. Hal ini tentu berbeda dengan apa yang dilontarkan
oleh sebagian orang yang menganjurkan untuk tidak memberikan
pertolongan yang mengatakan, “Sesungguhnya kita tidak akan
memusuhi orang-orang kafir kecuali apabila mereka menyakiti dan
memerangi kita.” Allah ta’ala berfirman (yang artinya),“Dan
orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan pernah merasa puas/ridha
kepada kalian sampai kalian mau mengikuti millah (ajaran agama)
mereka.” (QS. al-Baqarah [2]: 120).
Ayat
ini menunjukkan bahwa permusuhan mereka kepada kita akan terus
berlangsung sampai kita ikut menjadi kafir seperti mereka. Allah ta’ala juga berfirman (yang artinya) “Sungguh
telah terdapat suri teladan yang baik pada diri Ibrahim dan orang-orang
yang bersamanya, ketika mereka berkata kepada kaumnya; Sesungguhnya
kami berlepas diri dari kalian dan dari apa yang kalian sembah selain
Allah. Kami mengingkari kalian dan telah tampak dengan jelas antara
kami dengan kalian permusuhan dan kebencian untuk selama-lamanya,
sampai kalian mau beriman kepada Allah semata.” (QS.
al-Mumtahanah [60]: 4). Maka kita pun harus memusuhi dan membenci
mereka untuk selama-lamanya dikarenakan mereka kafir, sampai mereka mau
meninggalkan kekafiran mereka dan beriman kepada Allah semata. Jadi,
permusuhan [kita] tidak hanya terbatas kepada orang yang memerangi kita
di antara mereka, sebagaimana yang diserukan oleh sebagian da’i
yang bersikap lembek [silakan dengar kajian berjudul ‘Surat-surat
kepada gerakan HAMAS’
http://www.islamancient.com/lectures,item,346.html, yang disampaikan
oleh Syaikh untuk menasihati mereka, pent]
Allah ta’ala menegaskan kewajiban permusuhan kita kepada mereka karena mereka adalah orang-orang kafir. Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Tidak
akan kamu temukan suatu kaum yang beriman kepada Allah dan hari akhir
justru berkasih sayang dengan orang-orang yang memusuhi Allah dan
rasul-Nya, meskipun orang-orang itu adalah ayah-ayah mereka, anak-anak
mereka, saudara-saudara mereka, atau kerabat mereka. Mereka itulah
orang-orang yang telah ditetapkan Allah keimanan di dalam hati
mereka.” (QS. al-Mujadilah [58]: 22)
Di
antara konsekuensi hal itu adalah kita tidak boleh menyerupai ciri khas
mereka, baik dalam hal pakaian atau yang lainnya. Dan ini sekaligus
merupakan ajakan kepada para pemuda kita, agar mereka meninggalkan
pakaian-pakaian olah raga yang padanya terdapat nama-nama pemain (olah
raga) yang kafir itu. Bahkan ini juga ajakan kepada segenap kaum
muslimin untuk merasa mulia dan bangga dengan keislaman mereka. Agar
kaum muslimin memandang kepada orang-orang kafir dengan pandangan
permusuhan dan kerendahan, maka tidak benar perkataan bahwa orang kafir
itu juga saudara kita sebagaimana yang dilontarkan oleh sebagian
da’i yang lembek. Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Muhammad
adalah utusan Allah, dan orang-orang yang bersamanya, mereka bersikap
keras kepada orang-orang kafir, dan berkasih sayang dengan sesama
mereka.” (QS. al-Fath [48]: 29). Allah juga berfirman (yang artinya), “Maka
Allah akan mendatangkan suatu kaum, Allah mencintai mereka dan mereka
pun mencintai-Nya, berlemah lembut dengan orang-orang mukmin dan keras
kepada orang-orang kafir.” (QS. al-Maa’idah [5]: 54)
Salah
satu perkara yang sangat-sangat mengherankan yaitu anda dapat melihat
sebagian orang yang dinisbatkan (disandarkan) kepada kalangan para da’i ila Allah -namun
itu adalah penisbatan yang dusta- mereka itu tidak mau mengafirkan
Yahudi dan Nasrani. Maka sungguh dia telah mendustakan al-Qur’an
yang jelas-jelas telah mengafirkan mereka, maka orang seperti itu kafir
berdasarkan ijma’ ulama sebagaimana yang disebutkan oleh Imam
Ibnu Taimiyah dan Imam Abdul Aziz bin Bazrahimahumallah. Sebagai tambahan, guru kami Ibnu Baz menyebutkan bahwa tidak benar menamai orang-orang Nasrani dengan istilah Masihiyyin (pengikut Isa).
Pelajaran Kedua
Sesungguhnya
tindakan melampaui batas yang berlangsung secara beruntun dan
terus-menerus serta penghinaan atas nyawa kaum muslimin yang suci,
[dirampasnya] harta dan kehormatan mereka yang bersih termasuk bencana
dan musibah besar yang menimpa kita. Sungguh banyak kalangan aktivis di
medan dakwah yang telah keliru dalam mendiagnosa penyakit ini. Dibangun
di atasnya, mereka pun keliru dalam menempuh jalan penyembuhannya. Saya
telah menerangkan hal itu di dalam mukadimah kitab saya ‘Muhimmat
fi al-Jihad’ [http://www.islamancient.com/books,item,50.html].
Intisari
dari penyakit ini adalah kemaksiatan kepada Allah. Dan yang paling
besar di antaranya adalah meninggalkan tauhid dan sunnah serta
tersebarnya syirik dan bid’ah di antara barisan kaum muslimin
yang dinamakan dengan istilah tasawuf dan lainnnya. Dan keadaan ini
semakin bertambah parah ketika muncul berbagai kelompok dakwah yang
menelantarkan dakwah tauhid dan melalaikan peringatan agar menjauhi
kesyirikan serta mengikis aqidah al-Bara’ (kebencian kepada musuh
Islam) yang seharusnya tertuju kepada bid’ah dan para penyebarnya.
Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Dan
mengapa ketika kamu ditimpa musibah (pada peperangan Uhud), padahal
kamu telah menimpakan kekalahan dua kali lipat kepada musuh-musuhmu
(pada peperangan Badar) kamu berkata: ‘Dari mana datangnya
(kekalahan) ini?’ Katakanlah: ‘Itu dari (kesalahan) dirimu
sendiri’. Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala
sesuatu.” (QS. Ali Imran [3]: 165). Allah juga berfirman (yang artinya), “Telah
tampak kerusakan di daratan dan di lautan dikarenakan ulah tangan
manusia, Allah ingin memberikan pelajaran dengan menimpakan sebagian
akibat perbuatan mereka, semoga mereka mau kembali(ke jalan yang
benar).” (QS. ar-Ruum [30]: 41). Maka kedua ayat
tersebut dan ayat-ayat yang lainnya secara tegas menjelaskan bahwa
semua musibah -di antaranya adalah berupa kelemahan dan dikuasai oleh
orang-orang kafir- adalah akibat dari dosa-dosa yang kita perbuat.
Untuk
mengatasi hal itu, maka obat dan penyembuhnya adalah dengan kembali
kepada Allah, sebagaimana yang difirmankan oleh Allah ta’ala (yang artinya), “Allah
menjanjikan kepada orang-orang yang beriman di antara kalian dan
beramal salih, niscaya Allah akan menjadikan mereka benar-benar
berkuasa di atas muka bumi ini, sebagaimana halnya Allah telah
mengangkat orang-orang sebelum mereka menjadi pemimpin, Allah
benar-benar akan meneguhkan untuk mereka agama mereka yang telah Allah
ridhai bagi mereka, dan Allah akan menggantikan rasa takut yang
mencekam mereka dengan keamanan; mereka senantiasa beribadah kepada-Ku
dan tidak mempersekutukan-Ku sama sekali.” (QS. an-Nuur [24]: 55). Ini adalah janji dari Allah, sedangkan Allah tidak mungkin menyelisihi janji-Nya. “Itulah
janji Allah, Allah tidak akan pernah menyelisihi janji-Nya. Akan tetapi
kebanyakan manusia tidak mengetahui.” (QS. ar-Ruum [30]: 6)
Termasuk
kekeliruan yang sangat fatal dan dosa yang sangat buruk yaitu [usaha
sebagian orang] untuk memberikan posisi bagi Syi’ah Rafidhah
untuk berada di antara barisan Ahlus Sunnah; sehingga mereka dapat
dengan leluasa menyebarkan ajaran kekafiran dan kesesatan mereka, dan
pada akhirnya mereka pun membahayakan Ahlus Sunnah. Sungguh
mengherankan! Bagaimana bisa dibenarkan bagi seorang da’i yang
mengajak untuk ishlah (perbaikan) kok malah
memberikan tempat bagi Rafidhah yang mengafirkan umat terbaik setelah
Nabi-Nya yaitu para sahabat yang mulia seperti Abu Bakar, Umar, dan
Utsman, mereka jugalah orang-orang yang berani menuduh ibunda kaum
mukminin -sosok yang sangat dicintai oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan
istri beliau- telah melakukan perzinaan, mereka (baca: Syi’ah)
juga melampaui batas dalam mengangkat kedudukan para imam mereka sampai
menduduki derajat sebagaimana halnya derajat Allah, sebagaimana sudah
saya terangkan dalam bantahan untuk mereka dalam risalah al-Qaul al-Mubin li maa ‘alaihi ar-Rafidhah min ad-Din al-Masyin[http://www.islamancient.com/books,item,70.html].
Dahulu
saya telah memberikan nasihat kepada organisasi HAMAS beserta pimpinan
mereka -semoga Allah memberikan petunjuk kepada kami dan mereka- dan
saya peringatkan mereka mengenai dampak [buruk] yang akan muncul akibat
memberikan posisi bagi orang-orang Rafidhah di Palestina dan akibat
buruk dari menyanjung mereka, sebagaimana telah kami sampaikan dalam
sebuah pelajaran yang telah didokumentasikan dan disebarkan dengan
judul ‘Rasa’il ila Hamas’, di antara
tindakan mereka yang keliru itu adalah kunjungan Khalid Masy’al
ke Iran dan meletakkan karangan bunga di atas kubur orang yang binasa
yaitu al-Khumaini, dan pernyataannya bahwa Khumaini adalah bapak ruhani
yang menjiwai dakwah mereka (HAMAS) di Palestina[?!].
Pelajaran Ketiga
Wajib
bagi kaum muslimin untuk menyadari ukuran diri dan kekuatan mereka.
Hendaknya mereka bisa membedakan antara kondisi lemah dan kondisi kuat,
dan sudah seharusnya mereka pun mengetahui hukum-hukum yang menjadi
konsekuensi atasnya. Hendaknya mereka menjadi orang yang bertindak
realistis, bukan menjadi tukang khayal yang gemar berandai-andai. Maka
tidak dibenarkan bagi siapapun mengharuskan kaum muslimin mengikuti
keputusan-keputusan yang tidak cocok dengan kondisi mereka [sekarang
ini] dan kelemahan mereka; yang itu semua dibangun di atas impian
persatuan dan kesatupaduan mereka [yang belum terwujud]. Akan tetapi,
yang harus dilakukan adalah hendaknya kaum muslimin bertindak sesuai
dengan kondisi mereka saat ini, sebagaimana Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memilih
perdamaian ataupun peperangan dengan mempertimbangkan kemaslahatan,
yaitu mempertimbangkan kekuatan dan kelemahan yang ada serta
faktor-faktor lainnya. Tatkala beliau masih berada di Mekah, Allah
belum mensyariatkan kepadanya jihad. Karena pada saat itu beliau sedang
dalam kondisi yang lemah, sebagaimana yang telah dipaparkan oleh para
pemimpin Islam, di antaranya Imam Ibnu Taimiyah rahimahullah. Anda bisa menemukan keterangan mereka dengan jelas di dalam buku saya ‘Muhimmat fi al-Jihad’ dan dalam pelajaran yang berjudul ‘al-Jihad baina al-ghuluw wa al-Jafaa’[http://www.islamancient.com/lectures,item,550.html]
Betapa
sering seorang muslim harus merasakan sakit akibat melayangnya nyawa
kaum muslimin yang lain disebabkan kobaran semangat yang tak terkendali
oleh ilmu sehingga menimbulkan kezaliman orang-orang kafir kepada kaum
muslimin yang lemah justru menjadi berlipat ganda, maka jadilah mereka
sebagai korban sembelihan orang-orang kafir yang sangat gemar
menganiaya, dan mereka [orang kafir] itu adalah orang-orang Yahudi. Dan
jadilah kaum muslimin sebagai korban akibat tindakan yang salah dari
sebagian kaum muslimin, dan mereka itu adalah para pemimpin HAMAS. Saya
tidak mengerti sama sekali apa yang mendorong organisasi HAMAS untuk
melakukan tindakan-tindakan perlawanan secara terang-terangan kepada
orang-orang Yahudi kafir terlaknat itu, padahal mereka juga mengetahui
bahwa kekuatan mereka sama sekali tidak ada apa-apanya dibandingkan
dengan kekuatan orang-orang Yahudi. Bahkan, tindakan mereka itu justru
-pada ujungnya- mengakibatkan semakin kerasnya penyiksaan kaum Yahudi
kepada orang-orang yang lemah di antara kaum muslimin di Gaza.
Sementara para pemimpin HAMAS bisa saja selamat karena mereka bisa
membuat perlindungan di sekelilingnya untuk menyelamatkan diri.
Kemudian, yang lebih aneh lagi adalah tindakan HAMAS yang tetap
bersikeras meneruskan perang, sampai-sampai orang yang melihat mengira
bahwa mereka memiliki kekuatan dan kemampuan yang memadai untuk
menghancurkan Yahudi. Maka hal itu tidak lain justru semakin menambah
sakit dan luka [pada diri kaum muslimin] akibat terjadinya berbagai
pembantaian berdarah yang sangat keji [yang dilakukan oleh Yahudi,
pent].
Salah
satu contoh tindakan yang membuat orang tertawa sekaligus menangis
adalah pernyataan HAMAS yang mendalili perbuatan mereka itu -serangan
kepada Yahudi secara terang-terangan- dengan alasan terpaksa karena
mereka berada sedang dalam kondisi terkepung. Sehingga hal itu
mendorong mereka untuk memilih meninggalkan bahaya yang timbul akibat
kepungan musuh menuju suatu bahaya yang lebih berat dan lebih
mengerikan, yaitu menggabungkan antara [bahaya] pengepungan dan
terjadinya pembantaian berdarah. Memang benar, menetapnya Yahudi di
bumi Palestina adalah kejahatan dan kezaliman yang tidak boleh diakui
sama sekali. Mereka pun harus diusir dan dibuat angkat tangan
[menyerah] agar tidak lagi menjajah al-Quds. Akan tetapi, kekeliruan
ini tidak boleh disembuhkan dengan kekeliruan lain yang lebih fatal
yaitu dengan menyebabkan tertumpahnya darah orang-orang yang tidak
bersalah dalam jumlah yang sangat banyak.
Saya
benar-benar mengajak kepada para pemimpin organisasi HAMAS untuk selalu
bertakwa dan takut kepada Allah dan mengambil pelajaran dari para
pendahulu mereka yaitu al-Ikhwan al-Muslimun (IM). Betapa banyak
kerugian yang timbul akibat letupan semangat dan tindakan-tindakan
membahayakan yang mereka perbuat sehingga menyebabkan melayangnya
banyak nyawa sebagaimana yang dahulu mereka lakukan di daerah Hamat.
Kejadian yang menimpa mereka ketika itu belum jauh berlalu dari ingatan
kita. Hendaknya mereka takut kepada Allah demi terjaganya keselamatan
kaum muslimin yang lemah di Gaza yang terdiri dari orang-orang tua yang
sudah jompo, anak-anak yang masih menyusu. Lihatlah, sekarang darah itu
sudah tertumpah, para wanita telah ternodai kehormatannya, demikian
pula anak-anak telah menjadi yatim. Apa yang bisa kalian lakukan selain
mengeluh dan mengadu. Lihatlah, apa yang bisa kalian harapkan dari Iran
yang Syi’ah itu yang katanya siap memberikan bantuan kepada
kalian kecuali sekedar melemparkan urusan [tanggung jawab] mereka
kepada pihak lain dan menebarkan keragu-raguan kepada negara-negara
Islam Sunni yang lainnya. Apa yang telah diperbuat oleh kaum Rafidhah
(Syi’ah) di Irak berupa pembunuhan terhadap kaum Ahlus Sunnah dan
menyerahkan urusan mereka kepada negara kafir Amerika merupakan bukti
paling besar yang menunjukkan kekejian mereka, dan tidak mungkin kita
berharap bantuan dari mereka untuk melawan kaum Yahudi dan Nasrani.
Syaikh al-Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah mengatakan di dalam bukunya ‘Minhaj as-Sunnah an-Nabawiyah’ [3/377]
berkata, “Banyak di antara mereka -Rafidhah/Syi’ah- justru
menaruh rasa kasih sayang kepada orang-orang kafir dari dalam lubuk
hatinya lebih daripada kecintaan mereka kepada kaum muslimin. Oleh
sebab itulah ketika pasukan Turki keluar sedangkan orang-orang kafir
datang dari arah timur kemudian membunuhi kaum muslimin dan menumpahkan
darah mereka di negeri Khurasan, Irak, Syam, jazirah Arab, dan negeri
yang lainnya, maka kaum Rafidhah justru memberikan bantuan kepada
mereka (orang kafir) untuk membunuh kaum muslimin. Dan menteri Baghdad
saat itu yang sudah ma’ruf (dikenal) yaitu Alqami dan orang-orang
yang sepertinya, mereka itulah orang-orang yang paling besar perannya
dalam memberikan bantuan kepada mereka untuk menghancurkan kaum
muslimin. Demikian pula orang-orang Rafidhah yang dahulu tinggal di
Syam, mereka itu adalah orang-orang yang paling besar perannya dalam
membantu orang kafir untuk memerangi kaum muslimin. Begitu pula
orang-orang Nasrani yang dahulu diperangi oleh kaum muslimin di Syam,
ternyata kaum Rafidhah pun termasuk pembantu mereka yang sangat
berjasa. Demikian pula tatkala Yahudi berhasil memiliki pemerintahan di
Irak dan negeri yang lainnya, maka jadilah kaum Rafidhah sebagai
pembantu mereka yang paling besar perannya. Mereka itu selalu
memberikan loyalitasnya kepada orang-orang kafir dari kalangan
orang-orang musyrik maupun Yahudi dan Nasrani. Mereka membantu
orang-orang kafir itu dalam rangka memerangi kaum muslimin dan memusuhi
mereka…” Selesai ucapan beliau.
Sekarang kalian, wahai HAMAS.
Kalian telah membuka jalan untuk kaum Rafidhah guna merusak
keyakinan-keyakinan Ahlus Sunnah dan mengubahnya menjadi [aqidah]
Syi’ah. Dan sebaliknya, kalian justru melarang para da’i
salafi [ikut serta memperbaiki kekeliruan kalian, pent]. Bahkan, sudah
terbukti kalian berani melakukan pembunuhan kepada sebagian di antara
mereka (da’i salafi) dengan mengatasnamakan kemaslahatan yang
diada-adakan. Barangsiapa yang ingin mendapatkan tambahan bukti dan
keterangan yang lebih lengkap silakan merujuk kepada pelajaran ‘Rasa’il ila Harakati Hamas’ [masih
dalam bentuk ceramah audio, belum di transkrip, pent]. Saya memohon
kepada Allah agar Dia mematikan kita sebagai syuhada’ di
jalan-Nya dan menyejukkan hati kita dengan hancurnya Yahudi. Saya pun
memohon kepada-Nya dengan segenap kekuatan yang dimiliki-Nya demi
terjaganya darah saudara-saudara kami kaum muslimin di Gaza dan di
semua tempat, dan semoga Allah memberikan hidayah kepada para pemimpin
HAMAS untuk meniti jalan yang lurus.
Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh
Abdul Aziz bin Rays ar-Rays
Pengawas situs al-Islam al-’Atieq
Permulaan tahun 1430 H
diterjemahkan dari:
Durus Manhajiyah Min Ahdats Ghazah al-Filisthiniyah
***
Penerjemah: Abu Mushlih Ari Wahyudi
Artikel www.muslim.or.id
from=http://abul-jauzaa.blogspot.fr/2009/01/pelajaran-dari-palestina.html
from=http://abul-jauzaa.blogspot.fr/2009/01/pelajaran-dari-palestina.html