Ini juga perkataan yang muncul ketika seseorang disanggah mengenai bid’ah yang dia lakukan. Ketika ditanya, “Kenapa kamu masih merayakan 3 hari atau 40 hari setelah kematian?” Dia menjawab, “Ini kan sudah jadi tradisi kami …”
Jawaban
seperti ini sama halnya jawaban orang musyrik terdahulu ketika membela
kesyirikan yang mereka lakukan. Mereka tidak memiliki argumen yang kuat
berdasarkan dalil dari Allah dan Rasul-Nya. Mereka hanya bisa beralasan,
إِنَّا وَجَدْنَا آَبَاءَنَا عَلَى أُمَّةٍ وَإِنَّا عَلَى آَثَارِهِمْ مُقْتَدُونَ
“Sesungguhnya kami mendapati bapak-bapak kami menganut suatu agama dan sesungguhnya kami adalah pengikut jejak-jejak mereka”. (QS. Az Zukhruf [43] : 22)
Saudaraku yang semoga selalu dirahmati Allah, setiap tradisi itu hukum asalnya boleh dilakukan selama tidak bertentangan dengan hukum syari’at dan selama tidak ada unsur ibadah
di dalamnya. Misalnya, santun ketika berbincang-bincang dengan yang
lebih tua, ini adalah tradisi yang bagus dan tidak bertentangan dengan
syari’at. Namun, jika ada tradisi dzikir atau do’a tertentu pada hari
ketiga, ketujuh, atau keempat puluh setelah kematian, maka ini adalah bid’ah karena telah mencampurkan ibadah dalam tradisi dan mengkhususkannya pada waktu tertentu tanpa dalil.
Jadi, bid’ah juga bisa terdapat dalam tradisi (adat) sebagaimana perkataan Asy Syatibi, “Perkara non ibadah (‘adat) yang murni tidak ada unsur ibadah, maka dia bukanlah bid’ah. Namun jika perkara non ibadah tersebut dijadikan ibadah atau diposisikan sebagai ibadah, maka bisa termasuk dalam bid’ah.” (Al I’tishom, 1/348)
Dan
sedikit tambahan bahwa tradisi yang diposisikan sebagai ibadah
sebenarnya malah akan menyusahkan umat Islam. Misalnya saja tradisi
selamatan kematian pada hari ke-7, 40, 100, atau 1000 hari. Syari’at
sebenarnya ingin meringankan beban pada hambanya. Namun, karena
melakukan bid’ah semacam ini, beban hamba tersebut bertambah.
Sebenarnya melakukan semacam ini tidak ada tuntunannya, malah dijadikan
sebagai sesuatu yang wajib sehingga membebani hamba. Bahkan kadang kami
menyaksikan sendiri di sebuah desa yang masih laris di sana tradisi
selamatan kematian. Padahal kehidupan kebanyakan warga di desa tersebut
adalah ekonomi menengah ke bawah. Lihatlah bukannya dengan meninggalnya
keluarga, dia diringankan bebannya oleh tetangga sekitar. Malah tatkala
kerabatnya meninggal, dia harus mencari utang di sana-sini agar bisa
melaksanakan selamatan kematian yang sebenarnya tidak ada tuntunannya.
Akhirnya karena kematian kerabat bertambahlah kesedihan dan beban
kehidupan. Kami memohon kepada Allah, semoga Allah memperbaiki kondisi
bangsa ini dengan menjauhkan kita dari berbagai amalan yang tidak ada
tuntunannya.
Hanya Allah yang beri taufik.
_______________
Untuk artikel seputar selamatan kematian, kami harap bisa membaca beberapa artikel berikut:
Nantikan jawaban syubhat lainnya. Semoga Allah mudahkan.
____________
Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal
Artikel www.muslim.or.id, dipublish ulang oleh https://rumaysho.com
Selesai disusun di rumah tercinta, Desa Pangukan, Sleman
Sumber : https://rumaysho.com/892-mengenal-bidah-7-selamatan-kematian-kan-sudah-jadi-tradisi.html