Segala puji bagi Allah, Rabb semesta alam. Shalawat dan salam semoga tercurahkan kepada Rasul junjungan; Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam.
Dunia ini tidak lebih baik dari seekor nyamuk!
Mungkin
Anda bersungut-sungut ketika membaca kalimat di atas. Benarkah dunia
yang sebegitu besar dan indahnya lebih hina dari seekor nyamuk? Makhluk
yang sering kita pandang tak berharga itu? Makhluk kecil yang sering
mengusik ketenangan kita. Ternyata ia mengalahkan kemegahan dan
kebesaran dunia. Apa pasal? Untuk menjawab pertanyaan ini kita harus
menyamakan persepsi terlebih dahulu.
Sebagaimana
sudah maklum, bahwa pandangan orang terhadap dunia itu berbeda-beda. Di
satu sisi, orang memandang dunia ini adalah ‘surga’, namun di sisi lain
orang memandang dunia sekadar mampir ngombe saja. Perbedaan pandang ini bertolak dari perbedaan cara memahami makna kehidupan dunia itu sendiri.
Yang
pertama mengartikan kehidupan dunia dengan kesenangan dan foya-foya.
Sedangkan yang kedua mengartikan kehidupan dunia ini sebagai ladang
amal dan ibadah. Jika yang pertama mereka akan berbuat apa saja demi
tercapainya cita-cita, tanpa menghormati nilai-nilai kemanusian, bahkan
dengan menghalalkan segala cara. Tipu, dusta, manipulasi, kolusi, dan
korupsi adalah ‘makanan’ sehari-hari. Bahkan membunuh pun bukanlah
‘barang baru’. Mereka inilah sekumpulan orang yang tidak bernurani dan
ingin menang sendiri. Orang yang hatinya telah mati dan tidak mengenal
kasih sayang, yang kerjaannya hanya memperturutkan hawa nafsu belaka.
Maka yang kedua adalah orang-orang berhati lembut, penuh kasih sayang,
dan bernurani sehat.
Sejatinya,
yang menjadikan nilai dunia lebih rendah dari nyamuk bukanlah karena
dunia itu lebih jelek dari segi penciptaannya daripada nyamuk. Bukan,
bukan karena itu. Sebab kalau dari sisi ini jelas dunia jauh lebih
bernilai. Apa yang ada di dunia adalah semata-mata karunia dan nikmat
dari Allah, sang Pencipta. Gunung, lautan, matahari, bulan, bintang,
dan seterusnya adalah pemberian yang wajib disyukuri. Dan tanpa
diragukan lagi, semua itu jauh lebih baik dan berharga dibanding nyamuk.
Tetapi
yang menjadikan nilai dunia ini lebih rendah dari nyamuk adalah
dikarenakan polah dan tingkah laku manusia itu sendiri. Lalu apa
hubungannya dengan soalan ini? Ya jelas ada hubungannya, karena manusia
adalah pemakmur dan penanggung jawab bumi. Terlebih-lebih mayoritas
penduduk bumi berjenis manusia pertama, sebagaimana diuraikan di atas.
Jadi, kesimpulannya adalah tingkah laku manusia itu lebih hina dan
rendah dari pada tingkah laku nyamuk.
عن
سهل بن سعد قال : قال رسول الله صلى الله عليه و سلم: لَوْ كَانَتِ
الدُّنْيَا تَزِنُ عِنْدَ اللَّهِ جَنَاحَ بَعُوضَةٍ، مَا سَقَى كَافِرًا
مِنْهَا شَرْبَةَ مَاءٍ.
Dari Sahl bin Sa’ad berkata, Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam pernah bersabda, “Seandainya dunia ini sama nilainya dengan sayap nyamuk di sisi Allah. Niscaya Ia tidak akan memberikan minuman dari dunia itu kepada orang kafir, meskipun hanya seteguk air” (HR. Tirmidzi. Syeikh Albani menshahihkan hadis ini).
Tapi,
bagaimana mungkin manusia bisa lebih hina dan rendah daripada nyamuk?
Bukankah manusia diberi kelebihan akal, sedangkan nyamuk tidak? Justru,
di sinilah letak pokok persoalannya.
Jika
manusia memang memiliki akal, kenapa ia mengganggu yang lain? Kenapa
buang sampah sembarangan, misalnya? Kenapa pula merokok di sembarang
tempat, bukankah ia punya mata, kenapa tidak digunakan? Lalu kenapa
juga ada penebangan liar, perusakan alam dan pemusnahan satwa? Bukankah
kerusakan yang terjadi di bumi ini sebagian besar adalah ulah tangan
manusia? Bukankah error-nya ekosistem itu juga disebabkan manusia?
Belum
lagi kerusakan moral: pembunuhan, pemerkosaan, pemerasan, penganiayaan,
pencurian, dan seterusnya. Bukankah itu juga tingkah laku manusia? Ya,
memang, kerusakan itu manusialah biang keladinya. Sungguh benar apa
yang diberitakan Al-Qur`an.
ظَهَرَ
الْفَسَادُ فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ بِمَا كَسَبَتْ أَيْدِي النَّاسِ
لِيُذِيقَهُمْ بَعْضَ الَّذِي عَمِلُوا لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُونَ
Telah
tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan
tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari
(akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar) [Q.s. ar-Rûm [30]: 41].
Itu
pun masih ditambahi penyimpangan-penyimpangan agama yang dilakukan
manusia. Kemusyrikan di mana-di mana. Kedustaan sudah menjadi hal yang
biasa. Bahkan larangan-larangan agama pun dianggap sepele. Lalu di mana
akal manusia? Di mana pula mata dan telinganya? Kenapa tidak digunakan?
Pantaslah
memang, jika manusia menjadi lebih hina dan rendah daripada nyamuk.
Tingkah lakunya saja sudah tidak mencerminkan sisi kemanusiaan. Jika
hal itu dilakukan oleh binatang kita bisa memaklumi, karena binatang
tidak berakal. Kalau manusia? Adakah pembelaan yang pantas bagi orang
yang tidak mau menggunakkan akalnya? Maka Allah mencela orang yang
tidak mau menggunakan akalnya, bahkan menyebutnya lebih sesat dari
binatang.
وَلَقَدْ
ذَرَأْنَا لِجَهَنَّمَ كَثِيرًا مِنَ الْجِنِّ وَالْإِنْسِ لَهُمْ قُلُوبٌ
لَا يَفْقَهُونَ بِهَا وَلَهُمْ أَعْيُنٌ لَا يُبْصِرُونَ بِهَا وَلَهُمْ
آذَانٌ لَا يَسْمَعُونَ بِهَا أُولَئِكَ كَالْأَنْعَامِ بَلْ هُمْ أَضَلُّ
أُولَئِكَ هُمُ الْغَافِلُونَ
Dan Sesungguhnya Kami jadikan untuk (isi neraka Jahannam) kebanyakan dari jin dan manusia. Mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakan untuk memahami (ayat-ayat Allah). Mereka mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah). Dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengar (ayat-ayat Allah). Mereka itu seperti binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. Mereka Itulah orang-orang yang lalai (Q.s. al-A’râf [7]: 179).
Itulah
tingkah laku manusia jika tidak ada keimanan di dalam dadanya. Iman
akan mengikat batin manusia dengan sang Pencipta, membuat hidupnya
serasi dan seimbang antara tampilan luar dan dalamnya. Manakala hati
kosong dari cahaya ilahi, manusia menjadi tidak terkendali. Sebab tidak
ada pengikat antara dirinya dan Tuhannya. Itulah hal paling mendasar
kenapa manusia seringkali tidak punya nurani.
Alih-alih
menunaikan hak orang lain, hak dirinya yang asasi saja ia abaikan. Yang
terpikirkan olehnya adalah bagaimana hidup senang. Hanya ada nafsu
dalam benaknya. Kecintaannya kepada dunia telah membuat mata hatinya
buta. Meskipun cahaya petunjuk terang benderang di depan matanya, ia
tidak akan melihatnya. Tidak ada ketaatan dan kebaktian. Yang ada hanya
ketamakan dan kerakusan. Inilah alasan kenapa Allah ‘Azza wa Jalla memandang dunia ini hina, lebih rendah dari sayap nyamuk. Berikut ini alasan kenapa dunia disifati dengan kehinaan.
- Kecintaan seseorang kepada dunia akan membuatnya mengagungkan dunia, padahal ia rendah di sisi Allah. Dan di antara dosa-dosa besar adalah mengagungkan sesuatu yang dianggap-Nya rendah.
- Kecintaan seseorang terhadap dunia akan menjadikan tujuan hidupnya untuk dunia semata, sehingga ia akan melakukan segala cara untuk mewujudkannya. Bahkan sarana yang seharusnya ditujukan untuk mencari keridhaan Allah dan akhirat pun ia tujukan untuk dunianya. Akibatnya, semuanya menjadi terbalik, dan hatinya menjadi berbalik arah ke belakang.
- Kecintaan kepada dunia juga akan menghalangi seseorang melakukan amalan yang akan bermanfaat baginya di akhirat, karena ia terlalu sibuk oleh dunia yang dicintainya.
- Kecintaan kepada dunia juga akan menjadikan seseorang terlalu bergantung pada dunia. Padahal seberat-berat siksa adalah karena dunia.
- Jika kecintaan itu menjadikan seseorang lebih mengutamakan dunia daripada akhirat, maka ia termasuk sebodoh-bodoh manusia. Sebab ia mendahulukan kehidupan yang semu dari kehidupan yang hakiki.
___________________
Penulis: Ust. Abu Hasan Abdillah, BA., MA.
Artikel Muslim.Or.Id
Sumber: https://muslim.or.id/24702-agar-dunia-tak-memenjara-2-sadarilah-dunia-lebih-hina-dari-sayap-nyamuk.html