Diriwayatkan
dari Isma’il bin Abi Uwais ia berkata : “Adalah Malik
apabila hendak menyampaikan sebuah hadits, maka ia berwudlu terlebih
dahulu lalu duduk di tengah permadaninya, menyisir/merapikan
jenggotnya, memantapkan duduknya dengan penuh kewibawaan dan kemuliaan.
Setelah itu, baru ia menyampaikannya. Pernah ditanyakan kepadanya
perihal tersebut, ia pun menjawab : ‘Aku senang untuk menghormati
hadits Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam.
Tidaklah aku menyampaikannya kecuali dalam keadaan benar-benar
suci’. Malik membenci menyampaikan hadits di tengah jalan, atau
sambil berdiri, atau dalam keadaan tergesa-gesa. Ia (Malik) berkata :
‘Aku ingin agar seseorang benar-benar paham terhadap apa yang aku
sampaikan dengannya dari Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam”.
وأخرج
عن مالك: "أن رجلا جاء إلى سعيد بن المسيب و هو مريض فسأله عن حديث وهو
مضطجع، فجلس فحدثه، فقال له الرجل: وددت أنك لم تتعن، فقال له: إني كرهت
أن أحدثك عن رسول الله صلى الله عليه وسلم وأنا مضطجع".
Diriwayatkan
dari Malik : “Ada seseorang mendatangi Sa’id bin
Al-Musayyib saat ia sedang sakit. Orang tersebut bertanya kepadanya
tentang satu hadits yang saat itu ia (Sa’id) sedang berbaring.
Maka ia pun duduk dan menyampaikannya. Orang itu bertanya kepadanya :
‘Aku tidak bermaksud merepotkanmu’. Sa’id berkata :
‘Aku tidak suka menyampaikan satu hadits dari Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam kepadamu dalam keadaan berbaring”.
وأخرج عن الأعمش أنه كان إذا أراد أن يحدث على غير طهر تيمم. وقال الأعمش عن ضرار بن مرة قال: كانوا يكرهون أن يحدثوا على غير طهر.
Diriwayatkan
dari Al-A’masy : Bahwasannya jika ia hendak menyampaikan sebuah
hadits dalam tidak suci, maka ia bertayamum. Al-A’masy
menyampaikan riwayat dari Dlaraar bin Murrah bahwasannya ia berkata :
‘Mereka (para shahabat) tidak suka untuk menyampaikan hadits
dalam keadaan tidak suci”.
وأخرج عن قتادة قال: "لقد كان يستحب أن لا نقرأ الأحاديث التي عن النبي صلى الله عليه وسلم إلا على طهارة".
Diriwayatkan dari Qataadah, ia berkata : “Sungguh sangat dianjurkan untuk tidak membacakan hadits dari Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam kecuali dalam keadaan suci”.
وأخرج عن بشر بن الحارث قال: "سأل رجل ابن المبارك عن حديث وهو يمشي، فقال: ليس هذا من توقير العلم".
Diriwayatkan
dari Bisyr bin Al-Haarits, ia berkata : “Seorang laki-laki pernah
bertanya kepada Ibnul-Mubaarak tentang satu hadits saat ia
(Ibnul-Mubaarak) sedang berjalan. Ia pun berkata : ‘Ini bukanlah
cara/adab dalam menghormati ilmu”.
وأخرج
عن ابن المبارك قال: "كنت عند مالك و هو يحدث فجاءت عقرب فلدغته ست عشرة
مرة ومالك يتغير لونه ويتصبّر ولا يقطع حديث رسول الله صلى الله عليه
وسلم، فلما فرغ من المجلس وتفرق الناس قلت له لقد رأيت منك عجبا، قال: نعم
إنما صبرت إجلالا لحديث رسول الله صلى الله عليه وسلم".
Diriwayatkan
dari Ibnul-Mubaarak. Ia berkata : “Aku pernah bersama Malik saat
ia sedang menyampaikan hadits. Tiba-tiba ada seekor kalajengking yang
menyengatnya sebanyak enam belas kali sengatan. Wajah Malik pun berubah
(karena sengatan itu), namun ia tetap bersabar tanpa menghentikan
(penyampaian) hadits Rasulullahshallallaahu ‘alaihi wa sallam.
Setelah ia menyelesaikan majelisnya dan orang-orang bubar, aku pun
berkata kepadanya : ‘Sungguh aku melihat satu keanehan pada
dirimu’. Ia menjawab : ‘Benar. Aku telah bersabar (dari
sengatan kalajengking) untuk mengagungkan hadits Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam”.
[Miftaahul-Jannah fil-Ihtijaaj bis-Sunnah oleh
Al-Haafidh As-Suyuthiy, hal. 51-52; Universitas Islam Madinah, Cet.
3/1409 H – abu al-jauzaa’, perumahan ciomas permai, ciomas,
bogor – http://abul-jauzaa.blogspot.com].
from= http://abul-jauzaa.blogspot.fr/2009/10/etika-salaf-saat-menyampaikan-as.html