Pertanyaan.
Hadits “LAA A’LAMANNA AQWAMAN MIN UMMATI AQWAMAN …” potongan hadits HR. Ibnu Mâjah (ash-Shahîhah, no. 505). Mengapa kaum tersebut hilang amalnya hanya karena berbuat maksiat secara sembunyi-sembunyi? Bagaimana dengan hadits “KULLU UMMATI MUAFAN ILLA MUJAHIRUN”, jazâkumullâhu khairan.
Jawaban.
Hadits yang saudara ditanyakan ini telah dimuat –terjemahannya- pada Majalah as-Sunnah, edisi 06/Thn. XIV/Dzulqa’dah 1431 H/Oktober 2010 M, hlm. 59. Teks hadits lengkapnya adalah sebagai berikut :
عَنْ ثَوْبَانَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ قَالَ لَأَعْلَمَنَّ أَقْوَامًا مِنْ أُمَّتِي يَأْتُونَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ بِحَسَنَاتٍ أَمْثَالِ جِبَالِ تِهَامَةَ بِيضًا فَيَجْعَلُهَا اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ هَبَاءً مَنْثُورًا قَالَ : ثَوْبَانُ يَا رَسُولَ اللَّهِ صِفْهُمْ لَنَا جَلِّهِمْ لَنَا أَنْ لَا نَكُونَ مِنْهُمْ وَنَحْنُ لَا نَعْلَمُ ؟ قَالَ : أَمَا إِنَّهُمْ إِخْوَانُكُمْ وَمِنْ جِلْدَتِكُمْ وَيَأْخُذُونَ مِنْ اللَّيْلِ كَمَا تَأْخُذُونَ وَلَكِنَّهُمْ أَقْوَامٌ إِذَا خَلَوْا بِمَحَارِمِ اللَّهِ انْتَهَكُوهَا
Dari Tsaubân Radhiyallahu anhu, dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, bahwa beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sungguh aku mengetahui banyak diantara umatku yang akan datang pada hari kiamat nanti dengan berbekal kebaikan sebanyak gunung-gunung Tihâmah, namun Allâh menjadikan kebaikan mereka itu bagaikan debu yang beterbangan.” Tsaubân Radhiyallahu anhu berkata, “Wahai Rasulullah, jelaskan sifat mereka kepada kami, agar kami tidak menjadi seperti mereka tanpa kami sadari!” Lantas Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya mereka adalah saudara-saudara kalian, dari jenis kalian, mereka melakukan shalat tahajjud sebagaimana kamu lakukan, namun mereka ini jika menyendiri, mereka malanggar batasan Allâh (berbuat maksiat)”. [HR. Ibnu Mâjah, no. 4245]
Hadist ini dishahihkan oleh syaikh Muhammad Nâshiruddîn al-Albâni rahimahullah dalam Silsilatul Ahâdîts ash-Shahîhah, no. 505. Juga dishahihkan oleh imam al-Mundziri dalam Targhîb wat Tarhîb serta imam al-Busiri dalam az-Zawâid, sebagaimana disebutkan oleh syaikh al-Albâni rahimahullah.
Tentang pertanyaan Anda, mengapa kaum tersebut kebaikannya hilang hanya karena berbuat maksiat secara sembunyi-sembunyi? Jawabnya itulah yang diberitakan oleh Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan semua berita beliau adalah haq. Bagi seorang Mukmin berita beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam sudah cukup sebagai kebenaran dan wajib diimani.
Sedangkan pertanyaan Anda, “Bagaimana dengan hadits “KULLU UMMATI MUAFAN ILLA MUJAHIRUN ?”, jawabannya adalah sebagai berikut :
Hadits yang Anda maksudkan adalah sebagai berikut :
عَنِ أَبِيْ هُرَيْرَةَ يَقُولُ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – يَقُولُ « كُلُّ أُمَّتِى مُعَافًى إِلاَّ الْمُجَاهِرِينَ ، وَإِنَّ مِنَ الْمُجَاهَرَةِ أَنْ يَعْمَلَ الرَّجُلُ بِاللَّيْلِ عَمَلاً ، ثُمَّ يُصْبِحَ وَقَدْ سَتَرَهُ اللَّهُ ، فَيَقُولَ يَا فُلاَنُ عَمِلْتُ الْبَارِحَةَ كَذَا وَكَذَا ، وَقَدْ بَاتَ يَسْتُرُهُ رَبُّهُ وَيُصْبِحُ يَكْشِفُ سِتْرَ اللَّهِ عَنْهُ » .
Dari Abu Hurairah, dia berkata, “Aku mendengar Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Semua umatku dima’afkan kecuali orang-orang yang melakukan dosa dengan terang-terangan. Dan sesungguhnya termasuk melakukan dosa dengan terang-terangan adalah seseorang melakukan suatu dosa di waktu malam hari, kemudian ketika pagi dia berkata (kepada orang lain), ‘Hai Fulan, tadi malam aku melakukan ini dan itu!’, padahal di waktu malam Rabbnya telah menutupinya (yaitu tidak ada orang yang mengetahuinya), namun di waktu pagi dia membongkar tirai Allâh terhadapnya (yaitu menyampaikan kepada orang lain)”. [HR. Bukhâri, no. 6069; Muslim, no. 2990]
Hadits ini tidak bertentangan dengan hadits riwayat Ibnu Mâjah rahimahullah diatas, karena makna sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam “Semua umatku dima’afkan”, maksudnya semua kaum Muslimin tidak boleh dighibah (digunjing), bukan dengan dima’afkan dosanya. Karena kalau diartikan “Semua umatku dima’afkan dosanya kecuali orang-orang yang melakukan dosa dengan terang-terangan”, maka bertentangan dengan hadits riwayat Ibnu Mâjah rahimahullah di atas.
Oleh karena itu al-Hâfizh Ibnu Hajar rahimahullah menukil perkataan ath-Thîbi rahimahullah yang berbunyi, “Yang paling jelas, mestinya dikatakan bahwa maknanya adalah semua umatku tidak boleh dighibah kecuali orang-orang yang melakukan dosa dengan terang-terangan.” Ath-Thîbi rahimahullah juga mengatakan, “Orang-orang yang melakukan dosa dengan terang-terangan (al-mujâhir) adalah orang yang menampakkan kemaksiatannya dan membuka apa yang Allâh tutup, yaitu dia menceritakannya (kepada orang lain). Imam Nawawi telah menyebutkan bahwa orang yang terang-terangan melakukan kefasikan atau bid’ah boleh disebut (dighibah) perbuatan yang dia lakukan dengan terang-terangan, tanpa yang dia lakukan dengan tidak terang-terangan”. [Fathul Bari, syarah hadits no. 6069]
[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi Edisi 08/Tahun XIV/1432H/2010M. Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo – Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-858197 Fax 0271-858196. Kontak Pemasaran 085290093792, 08121533647, 081575792961, Redaksi 08122589079]