Wanita boleh saja berhias diri? Namun
hanya di hadapan orang-orang tertentu.
Allah Ta’ala berfirman,
وَلَا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلَّا مَا
ظَهَرَ مِنْهَا
“Dan janganlah mereka menampakkan
perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya.” (QS. An-Nur: 31).
Syaikh ‘Abdurrahman bin Nashir As-Sa’di
menyatakan bahwa yang dimaksud perhiasan adalah baju yang cantik dan perhiasan.
Seluruh badan wanita itu adalah perhiasan. Kalau hanya sekedar memakai pakaian,
maka itu memang harus ditampakkan selama pakaian yang digunakan tidak menggoda.
Disebutkan pula dalam ayat yang sama,
وَلَا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلَّا
لِبُعُولَتِهِنَّ أَوْ آَبَائِهِنَّ أَوْ آَبَاءِ بُعُولَتِهِنَّ أَوْ
أَبْنَائِهِنَّ أَوْ أَبْنَاءِ بُعُولَتِهِنَّ أَوْ إِخْوَانِهِنَّ أَوْ بَنِي
إِخْوَانِهِنَّ أَوْ بَنِي أَخَوَاتِهِنَّ أَوْ نِسَائِهِنَّ أَوْ مَا مَلَكَتْ
أَيْمَانُهُنَّ أَوِ التَّابِعِينَ غَيْرِ أُولِي الْإِرْبَةِ مِنَ الرِّجَالِ
أَوِ الطِّفْلِ الَّذِينَ لَمْ يَظْهَرُوا عَلَى عَوْرَاتِ النِّسَاءِ
“Dan janganlah menampakkan
perhiasannya kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami
mereka, atau putera-putera mereka, atau putera-putera suami mereka, atau
saudara-saudara laki-laki mereka, atau putera-putera saudara lelaki mereka,
atau putera-putera saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita islam, atau
budak-budak yang mereka miliki, atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak
mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau anak-anak yang belum mengerti
tentang aurat wanita.” (QS. An-Nur: 31). Disebutkan bahwa perhiasan wanita
tadi hanya boleh ditampakkan pada yang disebutkan dalam ayat ini.
Disebutkan pula bahwa perhiasan wanita
tadi tidak boleh sengaja dibunyikan supaya menarik perhatian pria. Dalam
lanjutan ayat disebutkan,
وَلَا يَضْرِبْنَ بِأَرْجُلِهِنَّ
لِيُعْلَمَ مَا يُخْفِينَ مِنْ زِينَتِهِنَّ وَتُوبُوا إِلَى اللَّهِ جَمِيعًا
أَيُّهَا الْمُؤْمِنُونَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
“Dan janganlah mereka memukulkan
kakinyua agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. Dan bertaubatlah
kamu sekalian kepada Allah, hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung.”
(QS. An-Nur: 31)
Syaikh As-Sa’di juga mengatakan, jangan
sampai perhiasan tadi sengaja dibunyikan di tanah supaya terdengar kalau ia
memakai perhiasan seperti gelang kaki. Ia sengaja menghentak-hentakkan kaki
biar diketahui. Ini adalah perantara yang mengundang syahwat.
Syaikh As-Sa’di lantas membawa kaedah,
وأن الأمر إذا كان مباحا، ولكنه يفضي إلى
محرم، أو يخاف من وقوعه، فإنه يمنع منه
“Suatu perkara yang mubah jika
mengantarkan pada yang haram atau dikhawatirkan terjatuh pada yang haram, maka
perkara tersebut dilarang.”
Contoh di sini kata Syaikh As-Sa’di,
kalau seorang wanita menghentak-hentakkan kakinya di tanah, asalnya memang
boleh. Namun kalau tujuannya agar orang-orang tahu perhiasan dirinya, maka
seperti itu dilarang.
Kalau kita lihat dari ayat 31 dari surat
An-Nur, perhiasan wanita seperti kalung, gelang, cincin hingga kosmetik dan
bedak yang ada di wajahnya hanya boleh ditampakkan pada:
- Suami.
- Ayah wanita dan kakeknya ke atas.
- Ayah mertua dan jalur ke atas.
- Anak laki-laki wanita atau anak dari suami.
- Saudara laki-laki kandung atau seayah atau seibu.
- Anak dari sauda laki-laki maupun saudara
perempuan (keponakan).
- Wanita muslimah (sebagian ulama menyatakan untuk
seluruh wanita termasuk wanita non-muslim).
- Hamba sahaya wanita.
- Laki-laki yang mengikuti wanita dan tidak lagi
memiliki syahwat pada hati dan kemaluannya.
- Anak-anak lain yang belum tamyiz (belum bisa
mengenal baik dan buruk).
Semoga bermanfaat.
Referensi:
Tafsir As-Sa’di (Taisir Al-Karim
Ar-Rahman). Cetakan pertama, tahun 1423 H. Syaikh ‘Abdurrahman bin Nashir As-Sa’di.
Penerbit Muassasah Ar-Risalah. hlm. 566.