Apa mahar nikah yang paling bagus?
Ada hadits berikut yang bisa diambil pelajaran.
Dari ‘Uqbah bin ‘Amir radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallambersabda,
خَيْرُ الصَّدَاقِ أَيْسَرَهُ
“Sebaik-baik mahar adalah yang paling mudah.”
Dalam riwayat Abu Daud dengan lafazh,
خَيْرُ النِّكَاحِ أَيْسَرُهُ
“Sebaik-baik nikah adalah yang paling mudah.”
(HR. Abu Daud, no. 2117; Al-Hakim, 2: 181-182. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa sanad hadits ini shahih. Hadits yang diriwayatkan oleh Al-Hakim juga shahih sebagaiman dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani dalam Al-Irwa’, 6: 344)
Hadits di atas menunjukkan bahwa mahar yang paling bagus dan menjadi mahar terbaik adalah mahar yang paling mudah untuk dipenuhi. Inilah yang dipersiapkan oleh calon suami, hendaklah pihak wanita dan perempuan mudah menerima hal ini. Kalau maharnya itu serba sulit dan memberatkan, itu menyelisihi yang dituntunkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Padahal kalau kita lihat yang dilakukan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, mahar yang beliau berikan pada istrinya hanyalah 12,5 uqiyah, itu sekitar 500 dirham, setara dengan 15 juta rupiah. Ini mahar di masa silam yang tidak terlalu mahal.
Ada hadits pula dari ‘Urwah, dari ‘Aisyah, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مِنْ يُمْنِ الْمَرْأَةِ أَنْ تَتَيَسَّرَ خِطْبَتُهَا وَأَنْ يَتَيَسَّرَ صَدَاقُهَا وَأَنْ يَتَيَسَّرَ رَحِمُهَا
“Termasuk berkahnya seorang wanita, yang mudah khitbahnya (melamarnya), yang mudah maharnya, dan yang mudah memiliki keturunan.” (HR. Ahmad, 6: 77. Syaikh Syu’aib Al-Arnauth mengatakan bahwa sanad hadits ini hasan).
Mudahnya mahar memiliki manfaat yang begitu besar:
- Mengikuti sunnah (ajaran) Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.
- Memudahkan para pemuda untuk menikah.
- Mudahnya mahar akan menyebabkan cinta dan langgengnya kasih sayang.
Semoga bermanfaat. Bagi yang belum menikah, segeralah menikah. Kami doakan, moga mendapatkan pasangan yang maharnya mudah.
Minhah Al-‘Allam fii Syarh Bulugh Al-Maram. Cetakan pertama, tahun 1431 H. Syaikh ‘Abdullah bin Shalih Al-Fauzan. Penerbit Dar Ibnul Jauzi. 7: 398-399.
—
Disusun @ Darush Sholihin, Panggang, Gunungkidul, 8 Dzulqa’dah 1437 H
Oleh: Muhammad Abduh Tuasikal