Belum lama saya membaca sebuah fatwa dari Hamuud bin ‘Uqalaa
Asy-Syu’abiy yang di dalamnya ia membawakan atsar di atas, yang
kemudian ia jadikan salah satu pondasi bangunan pemahaman dalam pengkafiran
orang yang berhukum dengan selain hukum Allah secara mutlak. Benarkah
dakwaannya tersebut ?. Mari kita sama-sama cek validitasnya. Riwayat dimaksud
adalah riwayat yang dibawakan oleh Ibnu Abi Haatim rahimahullah dalam Tafsiir-nya
:
أَخْبَرَنَا يُونُسُ
بْنُ عَبْدِ الأَعْلَى، قِرَاءَةً، أَنْبَأَ ابْنُ وَهْبٍ، أَخْبَرَنِي عَبْدُ
اللَّهِ بْنُ لَهِيعَةَ، عَنْ أَبِي الأَسْوَدِ قَالَ: " اخْتَصَمَ رَجُلانِ
إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَضَى بَيْنَهُمَا،
فَقَالَ الَّذِي قَضَى عَلَيْهِ: رُدَّنَا إِلَى عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ، فَقَالَ
رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: نَعَمْ، انْطَلِقَا إِلَى
عُمَرَ، فَلَمَّا أَتَيَا عُمَرَ قَالَ الرَّجُلُ: يَا ابْنَ الْخَطَّابِ قَضَى
لِي رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَى هَذَا، فَقَالَ:
رُدَّنَا إِلَى عُمَرَ حَتَّى أَخْرُجَ إِلَيْكُمَا فَأَقْضِيَ بَيْنَكُمَا،
فَخَرَجَ إِلَيْهِمَا، مُشْتَمِلا عَلَى سَيْفِهِ فَضَرَبَ الَّذِي قَالَ:
رُدَّنَا إِلَى عُمَرَ فَقَتَلَهُ، وَأَدْبَرَ الآخَرُ فَارًّا إِلَى رَسُولِ
اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، قَتَلَ
عُمَرُ وَاللَّهِ صَاحِبِي وَلَوْ مَا أَنِّي أَعْجَزْتُهُ لَقَتَلَنِي، فَقَالَ
رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: مَا كُنْتُ أَظُنُّ يَجْتَرِئُ
عُمَرُ عَلَى قَتْلِ مُؤْمِنَيْنِ، فَأَنْزَلَ اللَّهُ تَعَالَى: فَلا وَرَبِّكَ
لا يُؤْمِنُونَ حَتَّى يُحَكِّمُوكَ فِيمَا شَجَرَ بَيْنَهُمْ ثُمَّ لا يَجِدُوا
فِي أَنْفُسِهِمْ حَرَجًا مِمَّا قَضَيْتَ وَيُسَلِّمُوا تَسْلِيمًا فَهَدَرَ دَمَ
ذَلِكَ الرَّجُلِ وَبَرِئَ عُمَرُ مِنْ قَتْلِهِ، فَكَرِهَ اللَّهُ أَنْ يَسُنَّ
ذَلِكَ بَعْدُ، فَقَالَ: وَلَوْ أَنَّا كَتَبْنَا عَلَيْهِمْ أَنِ اقْتُلُوا
أَنْفُسَكُمْ أَوِ اخْرُجُوا مِنْ دِيَارِكُمْ مَا فَعَلُوهُ إِلا قَلِيلٌ
مِنْهُمْ إِلَى قَوْلِهِ وَأَشَدَّ تَثْبِيتًا "
Telah mengkhabarkan kepada kami Yuunus bin ‘Abdil-A’laa
secara qira’at : Telah memberitakan Ibnu Wahb : Telah mengkhabarkan
kepadaku ‘Abdullah bin Lahii’ah, dari Abul-Aswad, ia berkata : “Dua orang
laki-laki bertengkar dan mengadukan perkaranya kepada Rasulullah shallallaahu
‘alaihi wa sallam, lalu beliau memutuskan perkara tersebut antara keduanya.
Maka orang yang perkaranya dikalahkan oleh beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam berkata
: “Kembalikan kami kepada ‘Umar bin Al-Khaththaab”. Lalu Rasulullah shallallaahu
‘alaihi wa sallam bersabda : “Baik”. Maka keduanya pergi menuju ‘Umar.
Ketika keduanya mendatangi ‘Umar, laki-laki tadi berkata : “Wahai
Ibnul-Khaththaab, Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam telah
memberikan keputusan untuk memenangkanku atas orang ini, lalu ia berkata :
‘Kembalikanlah kami kepada ‘Umar’. Lalu ‘Umar berkata : “Tunggulah, hingga aku
keluar dan memutuskan perkara kalian berdua”. ‘Umar kemudian keluar menuju
mereka berdua dengan menyandang pedangnya. Lalu ia memukulkan pedangnya
tersebut pada orang yang berkata : ‘Kembalikanlah kami kepada ‘Umar’. ‘Umar pun
membunuhnya. Maka, laki-laki yang satunya lari menghadap Rasulullah shallallaahu
‘alaihi wa sallam dan berkata : “Wahai Rasulullah, demi Allah ‘Umar telah
membunuh shahabatku tadi. Seandainya aku bukan orang yang lemah menghadapinya,
niscaya ia membunuhku juga”. Rasulullahshallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda
: “Tidaklah aku menduga ‘Umar berani membunuh orang mukmin”. Maka turunlah ayat
: ‘Maka demi Tuhanmu, mereka (pada hakekatnya) tidak beriman hingga mereka
menjadikan kamu hakim dalam perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka
tidak merasa keberatan dalam hati mereka terhadap putusan yang kamu berikan,
dan mereka menerima dengan sepenuhnya’ (QS. An-Nisaa’ : 65). Maka sia-sialah
darah laki-laki yang terbunuh, dan ‘Umar bebas dari tuntutan hukuman pembunuhan
laki-laki tersebut. Allah membenci seandainya perbuatan tersebut dijadikan contoh
setelahnya. Lalu Allah ta’ala berfirman : ‘Dan sesungguhnya kalau
Kami perintahkan kepada mereka: "Bunuhlah dirimu atau keluarlah kamu dari
kampungmu", niscaya mereka tidak akan melakukannya, kecuali sebagian kecil
dari mereka. Dan sesungguhnya kalau mereka melaksanakan pelajaran yang
diberikan kepada mereka, tentulah hal yang demikian itu lebih baik bagi mereka
dan lebih menguatkan (iman mereka)’ (QS. An-Nisaa’ : 66)” [Tafsiir
Al-Qur’aanil-‘Adhiim li-Ibni Abi Haatim, hal. 994 no. 5560].
‘Abdullah bin Wahb mempunyai mutaba’ah dari Abu
Zakariyyaa (Yahyaa bin Ishaaq Al-Bajaliy, tsiqah), sebagaimana
diriwayatkan Ibnu Basyraan dalam Al-Amaaliy no. 18.
Ibnu Katsiir menghukumi riwayat ini sangat ghariib; mursal [Tafsiir
Ibnu Katsiir, 4/145, 146].
Sanad riwayat di atas ndak valid, sebagaimana yang
dikatakan Ibnu Katsiir rahimahullah.
Abul-Aswad, namanya Muhammad bin ‘Abdirrahmaan bin Naufal bin Khuwailid
bin Asad Al-Qurasyiy Al-Asadiy, Abul-Aswad Al-Madaniy; seorang yang tsiqah.
Termasuk generasi shighaarut-taabi’iy, thabaqah ke-6, dan wafat
tahun 131 H/137 H. Dipakai oleh Al-Bukhaariy, Muslim, Abu Daawud, At-Tirmidziy,
An-Nasaa’iy, dan Ibnu Maajah [Taqriibut-Tahdziib, hal. 871 no.6125].
Jelas saja tidak pernah mendengar riwayat dari ‘Umar radliyallaahu ‘anhu,
apalagi Nabi shalallaahu ‘alaihi wa sallam. Riwayat ini bahkan mu’dlal.
Ibnu Katsiir rahimahullah membawakan riwayat lain
:
قال الحافظ أبو إسحاق إبراهيم بن عبد
الرحمن بن إبراهيم بن دُحَيْم في تفسيره: حدثنا شُعَيب بن شعيب حدثنا أبو المغيرة،
حدثنا عتبة بن ضَمْرَة، حدثني أبي: أن رجلين اختصما إلى النبي صلى الله عليه وسلم
فقضى للمحق على المبطل، فقال المقضيّ عليه: لا أرضى. فقال صاحبه: فما تريد؟ قال:
أن نذهب إلى أبي بكر الصديق، فذهبا إليه، فقال الذي قُضي له: قد اختصمنا إلى النبي
صلى الله عليه وسلم فقضى لي فقال أبو بكر: فأنتما على ما قضى به النبي صلى الله
عليه وسلم فأبى صاحبه أن يرضى، قال: نأتي عمر بن الخطاب، فأتياه، فقال المقضى له:
قد اختصمنا إلى النبي صلى الله عليه وسلم، فقضى لي عليه، فأبى أن يرضى، [ثم أتينا
أبا بكر، فقال: أنتما على ما قضى به رسول الله صلى الله عليه وسلم، فأبى أن يرضى]
فسأله عمر، فقال: كذلك، فدخل عمر منزله وخرج والسيف في يده قدْ سَلَّه، فضرب به
رأس الذي أبى أن يرضى، فقتله، فأنزل الله: { فَلا وَرَبِّكَ لا يُؤْمِنُونَ حَتَّى
يُحَكِّمُوكَ فِيمَا شَجَرَ بَيْنَهُمْ } [إلى آخر] الآية
Telah berkata Al-Haafidh Abu Ishaaq Ibraahiim bin
‘Abdirrahmaan bin Ibraahiim bin Duhaim dalam Tafsiir-nya : Telah
menceritakan kepada kami Syu’aib bin Syu’aib : Telah menceritakan kepada kami
Abul-Mughiirah : Telah menceritakan kepada kami ‘Utbah bin Dlamrah : Telah
menceritakan kepadaku ayahku : Bahwasannya ada dua orang laki-laki yang
bertengkar dan mengadukan perkaranya kepada Nabi shallallaahu ‘alaihi wa
sallam, lalu beliau dan memenangkan orang yang benar atas orang yang
salah. Berkata orang yang dikalahkan perkaranya : “Aku tidak ridla”.
Shahabatnya berkata : “Lantas, apa maumu ?”. Ia berkata : “Hendaknya kita pergi
menemui Abu Bakr Ash-Shiddiiq”. Lalu mereka berdua pergi menemui Abu Bakr.
Orang yang dimenangkan perkaranya berkata : “Sesungguhnya kami bertengkar dan
mengadukan perkaranya kepada Nabishallallaahu ‘alaihi wa sallam. Lalu beliau
memenangkanku”. Lalu Abu Bakr berkata : “Kalian berdua diputuskan berdasarkan
apa yang diputuskan oleh Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam. Tapi
laki-laki yang kalah tadi tetap enggan untuk ridla. Ia berkata : “Kami akan
mendatangi ‘Umar bin Al-Khaththaab”. Orang yang dimenangkan perkaranya berkata
kepada ‘Umar : “Sesungguhnya kami bertengkar dan mengadukan perkaranya kepada
Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam, lalu beliau memenangkanku. Kemudian
kami mendatangi Abu Bakr, lalu ia berkata : ‘Kalian berdua diputuskan
berdasarkan apa yang diputuskan oleh Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam’.
Tapi ia enggan untuk ridla”. Lalu ‘Umar berkata : “Begitukah ?”. Kemudian ‘Umar
masuk ke rumahnya dan keluar dengan membawa pedang di tangannya dan
menghunusnya. Lalu ia memenggal kepala orang yang enggan untuk ridla tadi, dan
membunuhnya. Lalu turunlah ayat : ‘Maka demi Tuhanmu, mereka (pada hakekatnya)
tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim dalam perkara yang mereka
perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa keberatan dalam hati mereka
terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya’ (QS.
An-Nisaa’ : 65)” [Tafsiir Ibni Katsiir, 4/146-147].
Riwayat ini juga ndak valid - sebagaimana riwayat
sebelumnya – dengan sebab mursal. Dlamrah
bin Habiib bin Shuhaib Az-Zubaidiy, Abu ‘Utbah Asy-Syaamiy Al-Himshiy;
seorang yang tsiqah. Termasuk thabaqah ke-4, dan wafat tahun 130
H. Dipakai oleh Abu Daawud, At-Tirmidziy, An-Nasaa’iy, dan Ibnu Maajah [Taqriibut-Tahdziib,
hal. 460 no. 3003]. Ia tidak pernah bertemu ‘Umar dan Abu Bakr radliyallaahu
‘anhumaa.
Dua riwayat ghariib ini bertentangan dengan
riwayat shahih yang menyebutkan bahwa dua laki-laki yang bertengkar dan
berperkara adalah Az-Zubair dan seorang laki-laki Anshaar radliyallaahu
‘anhumaa.
حدثنا عبد الله بن يوسف: حدثنا الليث
قال: حدثني ابن شهاب، عن عروة، عن عبد الله بن الزبير رضي الله عنهما أنه حدثه: أن
رجلا من الأنصار، خاصم الزبير عند النبي صلى الله عليه وسلم في شراج الحرة، التي
يسقون بها النخل، فقال الأنصاري: سرح الماء يمر، فأبى عليه، فاختصما عند النبي صلى
الله عليه وسلم، فقال رسول الله صلى الله عليه وسلم للزبير: (اسق يا زبير، ثم أرسل
الماء إلى جارك). فغضب الأنصاري فقال: أن كان ابن عمتك؟ فتلون وجه رسول الله صلى
الله عليه وسلم، ثم قال: (اسق يا زبير، ثم احبس الماء حتى يرجع إلى الجدر). فقال
الزبير: والله إني لأحسب هذه الآية نزلت في ذلك: {فلا وربك لا يؤمنون حتى يحكموك
فيما شجر بينهم}.
Telah menceritakan kepada kami ‘Abdullah bin Yuusuf : Telah menceritakan
kepada kami Al-Laits, ia berkata : Telah menceritakan kepadaku Ibnu Syihaab,
dari ‘Urwah, dari ‘Abdullah bin Az-Zubair radliyallaahu
‘anhumaa bahwasannya ia menceritakan kepadanya : Ada seorang laki-laki
dari kalangan Anshaar yang bertengkar dengan Az-Zubair di samping Nabi shallallaahu
‘alaihi wa sallam tentang aliran air di daerah Al-Harrah yang mereka
gunakan untuk menyirami kebun kurma. Orang Anshaar tersebut berkata
: “Bukalah air agar bisa mengalir”. Az-Zubair menolaknya lalu
keduanya bertengkar di hadapan Nabi shallallaahu 'alaihi wa sallam. Maka
Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam berkata kepada Az-Zubair
: “Wahai Az-Zubair, berilah air (untuk kebunmu dulu), kemudian alirkanlah
buat tetanggamu”. Orang Anshaar itu marah dan berkata : “Tentu saja kamu bela
dia karena dia putra bibimu”. Maka wajah Rasulullah shallallaahu 'alaihi
wa sallam memerah kemudian berkata : “Wahai Zubair, (untuk kebunmu
dulu) kemudian bendunglah hingga air itu kembali ke dasar kebun". Maka
Az-Zubair berkata : “Demi Allah, sungguh aku menganggap bahwa ayat ini
turun tentang peristiwa tersebut (yaitu firman Allah QS. An-Nisaa’ : 65) : “Maka
demi Tuhanmu, mereka (pada hakekatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan
kamu hakim dalam perkara yang mereka perselisihkan”… [Diriwayatkan oleh
Al-Bukhaariy no. 2359-2360].
Sebagian kandungan hukum riwayat ini telah dibahas dalam
artikel : QS. An-Nisaa’
Ayat 65 Sebagai Dalil Pengkafiran Orang yang Berhukum dengan Selain yang
Diturunkan Allah ?.
Walhasil, riwayat sababun-nuzuul QS. An-Nisaa’
ayat 65 tentang kisah pembunuhan yang dilakukan ‘Umar radliyallaahu
‘anhu di atas adalah munkar, tidak shahih.
Wallaahu a’lam.
_____________
[abul-jauzaa’ – wonokarto, wonogiri – 30032012].
from=http://abul-jauzaa.blogspot.fr/2012/03/riwayat-umar-radliyallaahu-anhu-yang.html