Islam Pedoman Hidup: Adab-Adab Bertakziah

Senin, 07 November 2016

Adab-Adab Bertakziah


Serial Fikih Islam (48): Adab-Adab Bertakziah
Bismillahirrahmanirrahim…

Assalamu’alaikum wa rahmatullahi wa barakatuh.

Para pemirsa yang semoga selalu dirahmati dan di berkahi oleh Allah
سبحانه و تعالى, dan mudah-mudahan Allah سبحانه و تعالى  senantiasa memberikan kita taufik untuk mendapatkan ilmu yang bermanfaat.

Kali ini kita akan melihat satu pembahasan lagi setelah kita melihat bagaimanakah memandikan si mayyit, mengafani si mayyit dan juga sampai menyolatkannya dan juga hingga dikuburkan. Itu adalah 4  kewajiban yang telah kita jelaskan. Saat ini kita akan melihat yah bagaimanakah ketika kita menyikapi si mayyit setelah dia itu di kuburkan.

Sedih menangisi mayyit dibolehkan, selalu sabar

Di sini di jelaskan dalam beberapa point Al-Qori Abu Syuja. Tidak apa-apa kalau kita menangisi si mayyit apalagi dia adalah keluarga dekat kita yang meninggal dunia, apalagi itu anak kita, apalagi itu adalah orang tua kita. Tidak ada masalah untuk menangisi mereka. Asalkan, nanti dijelaskan oleh Abu Syuja, tidak berlebih-lebihan isak tangis tersebut.

Nabi Muhammad صلى الله عليه وسلم pernah di tinggal mati oleh anaknya Ibrahim dan ketika itu terjadi gerhana. Tatkala Ibrahim itu meninggal dunia maka Nabi صلى الله عليه وسلم begitu sedih dan beliau meneteskan air mata ketika itu. Maka ini menunjukkan dalil bahwasanya menangisi mayyit itu masih di bolehkan. Kita mengeluarkan air mata ketika ada diantara kerabat dekat kita itu meninggal dunia itu dibolehkan.

Namun beliau mengatakan tanpa teriak-teriak, dan juga tanpa memukul–mukul pipi maksudnya disini adalah mengangis tidak apa-apa. Kita menangis tidak apa-apa namun tidak boleh sampai meraung – raung mentangisannya, tidak boleh sampai teriak – teriak;
“Wah ini sudah pergi keluargaku, nih anakku sudah pergi.”

Tidak boleh teriak – teriak seperti itu. Dan juga kita tidak boleh tangan kita atau anggota tangan kita ini berkeluh kesah, dengan badan itu di pukul atau dikeluarkannya darah atau kepala kita di beturkan di tembok misalnya atau ada benda – benda yang kemudian itu dihancurkan.

Maka perbuatan sikap seperti ini menunjukkan sikap tidak sabar. Padahal ketika kita menghadapi musibah seperti ini adalah kita punya kewajiban untuk bersabar pertama kali. Perbuatan tadi itu adalah tidak sabar.

Karena Nabi صلى الله عليه وسلم  juga katakan bahwasanya kesabaran itu kita lakukan ketika pertama kali mendapatkan musibah. sebagaimana kata Nabi SAW:

إِنَّمَا الصَّبْرُ عِنْدَ الصَّدْمَةِ الأُولَى
…. Innamash shobru indash shodmatil uula

“Yaitu kesabaran itu ketika kita mendapatkan musibah pertama kali” (HR. Bukhari, no. 1283)

Bukan setelah kita itu bersedih, setelah kita menghancurkan segala sesuatu baru kita menyesal dan mengatakan kita itu bersabar saat ini, tidak!

Lalu setelah itu beliau katakan itu menyikapi si mayyit yang meninggal seperti tadi, kita tidak boleh terlalu bersedih sekali. Boleh saja mengeluarkan air mata tapi tidak boleh berlebih – lebihan.

Takziah (menghibur) keluarga si mayyit maksimal 3 hari

Kemudian tentang takziah setelah itu beliau jelaskan. Beliau katakan mayyat tersebut nanti keluarganya itu boleh di takziahi, kita boleh melakukan takziah terhadap keluarganya cuma 3 hari setelah pemakaman, tidak boleh lebih dari pada itu. Ini yang diyakini oleh mazhab Syafi’i.

Jadi hari pertama, hari kedua, hari ketiga kita boleh menghibur mereka. Sedangkan hari-hari berikutnya hari ke empat, hari ketujuh sampai hari ke empatpuluh, hari keseratus atau hari keseribu tidak perlu melakukan takziah lagi. Karena kalau tiga hari itu sudah dikatakan maksimal.

Setelah tiga hari biasanya kesedihannya itu sudah usai bahkan dia sudah melupakan si mayyit tadi, sudah ridho dengan keputusan Allah سبحانه و تعالى. Namun kalau di ungkit lagi, pas satu minggu di ungkit lagi ingat lagi. Setelah 40 hari kemudian melakukan takziah lagi, maka ingat lagi keluarga tersebut.

Maka ulama Syafi’iyyah itu katakan seperti itu kecuali jika matinya itu tragis, tidak wajar dan keluarga itu begitu sedih maka kita boleh melakukan takziah lebih dari 3 hari untuk menghibur mereka lebih banyak, memotivasi mereka suapaya lebih bersabar dan namanya takziah seperti itu.

Takziah itu maksudnya adalah menghibur keluarga si mayyit untuk bersabar terhadap takdir Allah سبحانه و تعالى. Memotivasi mereka akan pahala yang besar dibalik semua itu tanpa ada ritual – ritual tertentu, tanpa ada membaca ayat Al Qur’an tertentu di acara takziah tersebut. Cukup menghibur saja mereka, itu sudah termasuk di dalam melakukan takziah.

Satu liang satu mayyit kecuali keadaan hajat

Kemudian yang terakhir yang dikatakan oleh Abu Syuja yaitu tentang masalah menguburkan mayyit dalam kuburan lebih dari satu mayyit. Disini dikatakan tidak boleh menguburkan dua mayyit dalam satu kuburan (satu liang lahat) kecuali jika dalam keadaan hajat (butuh).

Misalnya mayyit yang meninggal dunia dalam keadaan butuh ratusan orang ketika itu sekaligus mati, maka boleh dilakukan penguburan masal cuma di satu liang lahat saja. Namun kalau kita bisa pisah-pisah setiap kubur satu mayyit, maka itu cara yang terbaik, tidak digabungkan dalam satu kubur untuk dua mayyit sekaligus.

Inilah yang dikatakan oleh Abu Syuja yang terakhir tentang masalah menguburkan jenazah dan sebelumnya beliau bahas tentang takziah dan menangisi si mayyit. Nah, inilah pembahasan terakhir kita dalam pertemuan kali ini dan ini sekaligus pembahasan terakhir yang menutupi pembahasan kita dalam kitab sholat.

Setelah sebelumnya kita mengawali dengan kitab thoharoh (bersuci) sampai pembahasan haid dan nifas. Kemudian setelah itu di awali lagi dengan kitab sholat sampai kita bahas tata cara sholat secara lebih lengkap dengan menjelaskan rukun-rukun, sunnah-sunnah dan yang lainnya yang disebutkan oleh Abu Syuja.

Dan terakhir tadi kita telah membahas tentang masalah jenazah, ini menjadi pembahasan terakhir kita. Mudah – mudahan bermanfaat bagi kaum muslimin sekalian tentang pembahasan ini dan mudah – mudahan Allah Ememberikan kita ilmu yang bermanfaat dan memberikan kita taufik untuk beramal sholeh.

Subhanaka Allahumma wabihamdika asyhadu alla ilaaha illa anta astaghfiruka wa atuubu ilaik wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakaatuh.