Bismillahirrahmanirrahim…
Assalamu’alaikum wa rahmatullahi wa barakatuh.
Para pemirsa yang semoga selalu dirahmati dan di berkahi oleh Allah سبحانه و تعالى, dan mudah-mudahan Allah سبحانه و تعالى senantiasa memberikan kita taufik untuk mendapatkan ilmu yang bermanfaat.
Kali ini kita akan melihat satu
pembahasan lagi setelah kita melihat bagaimanakah memandikan si mayyit,
mengafani si mayyit dan juga sampai menyolatkannya dan juga hingga
dikuburkan. Itu adalah 4 kewajiban yang telah kita jelaskan. Saat ini
kita akan melihat yah bagaimanakah ketika kita menyikapi si mayyit
setelah dia itu di kuburkan.
Sedih menangisi mayyit dibolehkan, selalu sabar
Di sini di jelaskan dalam beberapa point
Al-Qori Abu Syuja. Tidak apa-apa kalau kita menangisi si mayyit apalagi
dia adalah keluarga dekat kita yang meninggal dunia, apalagi itu anak
kita, apalagi itu adalah orang tua kita. Tidak ada masalah untuk
menangisi mereka. Asalkan, nanti dijelaskan oleh Abu Syuja, tidak
berlebih-lebihan isak tangis tersebut.
Nabi Muhammad صلى الله عليه وسلم pernah di tinggal mati oleh anaknya Ibrahim dan ketika itu terjadi gerhana. Tatkala Ibrahim itu meninggal dunia maka Nabi صلى الله عليه وسلم
begitu sedih dan beliau meneteskan air mata ketika itu. Maka ini
menunjukkan dalil bahwasanya menangisi mayyit itu masih di bolehkan.
Kita mengeluarkan air mata ketika ada diantara kerabat dekat kita itu
meninggal dunia itu dibolehkan.
Namun beliau mengatakan tanpa
teriak-teriak, dan juga tanpa memukul–mukul pipi maksudnya disini
adalah mengangis tidak apa-apa. Kita menangis tidak
apa-apa namun tidak boleh sampai meraung – raung mentangisannya, tidak
boleh sampai teriak – teriak;
“Wah ini sudah pergi keluargaku, nih anakku sudah pergi.”
Maka perbuatan sikap seperti ini
menunjukkan sikap tidak sabar. Padahal ketika kita menghadapi musibah
seperti ini adalah kita punya kewajiban untuk bersabar pertama kali.
Perbuatan tadi itu adalah tidak sabar.
Karena Nabi صلى الله عليه وسلم juga katakan bahwasanya kesabaran itu kita lakukan ketika pertama kali mendapatkan musibah. sebagaimana kata Nabi SAW:
إِنَّمَا الصَّبْرُ عِنْدَ الصَّدْمَةِ الأُولَى
…. Innamash shobru indash shodmatil uula
“Yaitu kesabaran itu ketika kita mendapatkan musibah pertama kali” (HR. Bukhari, no. 1283)
Bukan setelah kita itu bersedih, setelah
kita menghancurkan segala sesuatu baru kita menyesal dan mengatakan
kita itu bersabar saat ini, tidak!
Lalu setelah itu beliau katakan itu
menyikapi si mayyit yang meninggal seperti tadi, kita tidak boleh
terlalu bersedih sekali. Boleh saja mengeluarkan air mata tapi tidak
boleh berlebih – lebihan.
Takziah (menghibur) keluarga si mayyit maksimal 3 hari
Kemudian tentang takziah setelah itu
beliau jelaskan. Beliau katakan mayyat tersebut nanti keluarganya itu
boleh di takziahi, kita boleh melakukan takziah terhadap keluarganya
cuma 3 hari setelah pemakaman, tidak boleh lebih dari pada itu. Ini yang
diyakini oleh mazhab Syafi’i.
Jadi hari pertama, hari kedua, hari
ketiga kita boleh menghibur mereka. Sedangkan hari-hari berikutnya hari
ke empat, hari ketujuh sampai hari ke empatpuluh, hari keseratus atau
hari keseribu tidak perlu melakukan takziah lagi. Karena kalau tiga hari
itu sudah dikatakan maksimal.
Setelah tiga hari biasanya kesedihannya
itu sudah usai bahkan dia sudah melupakan si mayyit tadi, sudah ridho
dengan keputusan Allah سبحانه و تعالى.
Namun kalau di ungkit lagi, pas satu minggu di ungkit lagi ingat lagi.
Setelah 40 hari kemudian melakukan takziah lagi, maka ingat lagi
keluarga tersebut.
Maka ulama Syafi’iyyah itu katakan
seperti itu kecuali jika matinya itu tragis, tidak wajar dan keluarga
itu begitu sedih maka kita boleh melakukan takziah lebih dari 3 hari
untuk menghibur mereka lebih banyak, memotivasi mereka suapaya lebih
bersabar dan namanya takziah seperti itu.
Takziah itu maksudnya adalah menghibur keluarga si mayyit untuk bersabar terhadap takdir Allah سبحانه و تعالى.
Memotivasi mereka akan pahala yang besar dibalik semua itu tanpa ada
ritual – ritual tertentu, tanpa ada membaca ayat Al Qur’an tertentu di
acara takziah tersebut. Cukup menghibur saja mereka, itu sudah termasuk
di dalam melakukan takziah.
Satu liang satu mayyit kecuali keadaan hajat
Kemudian yang terakhir yang dikatakan
oleh Abu Syuja yaitu tentang masalah menguburkan mayyit dalam kuburan
lebih dari satu mayyit. Disini dikatakan tidak boleh menguburkan dua
mayyit dalam satu kuburan (satu liang lahat) kecuali jika dalam keadaan
hajat (butuh).
Misalnya mayyit yang meninggal dunia
dalam keadaan butuh ratusan orang ketika itu sekaligus mati, maka boleh
dilakukan penguburan masal cuma di satu liang lahat saja. Namun kalau
kita bisa pisah-pisah setiap kubur satu mayyit, maka itu cara yang
terbaik, tidak digabungkan dalam satu kubur untuk dua mayyit sekaligus.
Inilah yang dikatakan oleh Abu Syuja
yang terakhir tentang masalah menguburkan jenazah dan sebelumnya beliau
bahas tentang takziah dan menangisi si mayyit. Nah, inilah pembahasan
terakhir kita dalam pertemuan kali ini dan ini sekaligus pembahasan
terakhir yang menutupi pembahasan kita dalam kitab sholat.
Setelah sebelumnya kita mengawali dengan
kitab thoharoh (bersuci) sampai pembahasan haid dan nifas. Kemudian
setelah itu di awali lagi dengan kitab sholat sampai kita bahas tata
cara sholat secara lebih lengkap dengan menjelaskan rukun-rukun,
sunnah-sunnah dan yang lainnya yang disebutkan oleh Abu Syuja.
Dan terakhir tadi kita telah membahas
tentang masalah jenazah, ini menjadi pembahasan terakhir kita. Mudah –
mudahan bermanfaat bagi kaum muslimin sekalian tentang pembahasan ini
dan mudah – mudahan Allah Ememberikan kita ilmu yang bermanfaat dan memberikan kita taufik untuk beramal sholeh.
Subhanaka Allahumma wabihamdika
asyhadu alla ilaaha illa anta astaghfiruka wa atuubu ilaik
wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakaatuh.