Islam Pedoman Hidup: Dosa-Dosa Kampanye Politik Praktis

Rabu, 30 November 2016

Dosa-Dosa Kampanye Politik Praktis


Mukaddimah
“Pesta demokrasi” terbesar di Indonesia sudah di hadapan mata. Dalam hitungan beberapa bulan lagi, “perhelatan akbar” untuk bersaing menduduki “kursi panas” pemimpin akan segera digelar. Di berbagai media dan sepanjang pinggir jalan telah terpajang berbagai poster lambang partai dan gambar kandidat/calon legislatif dari berbagai partai, bahkan calon presiden.
Perang kampanye politik dan “pembunuhan karakter” sudah mulai memanas. Trik-trik kotor ala Yahudi yang menghalalkan segala cara guna mencapai tujuan sudah terencana dan terprogram semua.
Nah, pada tulisan kali ini, kami ingin mengetengahkan studi telaah dan berbagai catatan kecil tentang dosa-dosa dan pelanggaran kampanye politik terhadap syariat yang seringkali terjadi di lapangan. Tujuan tulisan ini tentunya sebagai nasihat untuk kita semua agar tidak terjebak dalam kotoran-kotoran politik praktis ini yang melanggar rambu-rambu agama Islam. Semoga bermanfaat.

Definisi Kampanye

Kampanye adalah kegiatan yang dilaksanakan oleh organisasi politik atau calon yang bersaing memperebutkan kedudukan dalam parlemen dan sebagainya untuk mendapat dukungan massa pemilih dalam suatu pemungutan suara.1 Kampanye bisa diwujudkan dengan iklan di media massa, penyebaran gambar calon, pawai, orasi di lapangan terbuka, “blusukan” ke permukiman-permukiman rakyat, kegiatan sosial, dan sebagainya.

“Rapor Merah” Kampanye Politik

Kampanye politik praktis dalam perjalanan sejarahnya sangat kelam dan hitam, dipenuhi dengan berbagai catatan pelanggaran dan dosa. Berikut beberapa contoh catatan kecil terhadap beberapa pelanggaran terhadap syariat yang sering dijumpai terjadi dalam kampanye politik. Semoga Allah سبحانه وتعالى menjaga kita semua dari kubangan dosa dan maksiat:

1. Menerapkan sistem demokrasi

Kampanye adalah cabang sistem demokrasi. Menurut para pencetusnya, demokrasi adalah kekuasaan rakyat, dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat. Rakyat adalah pemegang kekuasaan mutlak, di mana rakyat berperan serta langsung menentukan arah kebijaksanaan negaranya dengan memilih wakil yang dia kehendaki secara bebas.
Sistem demokrasi sangat bertentangan dengan hukum Islam ditinjau dari beberapa segi:

a. Hukum dan undang-undang buatan manusia

Dalam Islam, hukum dan undang-undang merupakan hak mutlak Allah سبحانه وتعالى, sedang Nabi Muhammad صلى الله عليه وسلم hanya menyampaikan.
إِنِ الْحُكْمُ إِلَّا لِلَّهِ ۖ
Menetapkan hukum itu hanyalah hak Allah. (QS al-An‘ām [6]: 57)
Manusia boleh membuat peraturan dan undang-undang selama tidak bertentangan dengan Alquran dan Sunah.2
Adapun dalam sistem demokrasi, undang-undang dibuat oleh manusia (baca: perwakilan rakyat dalam parlemen) sehingga mereka membuat hukum dan undang-undang yang tidak berdasar pada agama Islam.
أَمْ لَهُمْ شُرَكَاءُ شَرَعُوا لَهُمْ مِنَ الدِّينِ مَا لَمْ يَأْذَنْ بِهِ اللَّهُ ۚ
Apakah mereka mempunyai sembahan-sembahan selain Allah yang mensyariatkan untuk mereka agama yang tidak diizinkan Allah? (QS al-Syūrā [42]: 21)

b. Partai dan perpecahan

Tidaklah samar bagi kita bahwa demokrasi dibangun di atas partai politik, kemudian setiap partai mengajukan wakil mereka dan nantinya salah satu mereka akan dipilih oleh suara mayoritas rakyat dalam pemilu. Begitu pula, tidaklah diragukan bahwa partai merupakan sumber perpecahan dan permusuhan, yang sangat bertentangan dengan agama Islam yang menganjurkan persatuan dan melarang perpecahan.

c. Kebebasan yang melampuai batas

Dalam Islam, kebebasan harus tetap dikendalikan agar sesuai dengan agama Islam dan tidak menerjang rambu-rambunya. Adapun dalam sistem demokrasi, kebebasan memiliki wilayah yang seluas-luasnya tanpa kendali.
Oleh karena itu, tak heran bila dalam hukum demokrasi setiap individu tidak dilarang melakukan aktivitas apa pun selama tidak bertentangan dengan undang-undang, sekalipun dengan murtad dari agama Islam!!! Hanya kepada Allah kita mengadu.

d. Suara mayoritas adalah standar

Dalam Islam, standar kebenaran dan kemenangan adalah yang sesuai dengan Alquran dan Sunah sekalipun sedikit orangnya. Adapun dalam sistem demokrasi, standarnya adalah suara dan aspirasi mayoritas rakyat sehingga konsekuensi logisnya adalah apabila mayoritas rakyat suatu negara adalah orang yang rusak maka mereka akan memilih pemimpin yang sesuai dengan selera mereka, karena burung-burung itu berkumpul dengan sesama jenisnya!!

e. Persamaan derajat antara pria dan wanita

Dalam banyak hukum, agama Islam menyetarakan antara pria dan wanita. Namun, dalam sebagiannya, Islam membedakan antara keduanya seperti dalam hukum waris, diat, aqiqah, persaksian, dan sebagainya. Sementara itu, dalam hukum demokrasi, pria dan wanita setara dalam semua bidang!!! 3

2. Perpecahan dan fanatisme kelompok

Islam sangat menekankan persatuan dan melarang keras dari perpecahan. Begitu banyak ayat-ayat Alquran dan hadis Nabi صلى الله عليه وسلم yang menegaskan akan hal ini. Allah سبحانه وتعالى berfirman:
وَٱعْتَصِمُوا۟ بِحَبْلِ ٱللَّهِ جَمِيعًا ولَا تَفَرَّقُوا۟ ۚ
Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai-berai. (QS Āli ‘Imrān [3]: 103)
وَلَا تَكُونُوا۟ مِنَ ٱلْمُشْرِكِينَ ﴿٣١ مِنَ ٱلَّذِينَ فَرَّقُوا۟ دِينَهُمْ وَكَانُوا۟ شِيَعاً ۖ كُلُّ حِزْبٍ ِبمَا لَدَيْهِمْ فَرِحُونَ ﴿٣٢
Dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang mempersekutukan Allah, yaitu orang-orang yang memecah-belah agama mereka dan mereka menjadi beberapa golongan. tiap-tiap golongan merasa bangga dengan apa yang ada pada golongan mereka. (QS al-Rūm [30]: 31–32)
Al-Imam al-Syaukani رحمه الله berkata, “Persatuan hati dan persatuan barisan kaum muslimin serta membendung segala celah perpecahan merupakan tujuan syariat yang sangat agung dan pokok di antara pokok-pokok besar agama Islam. Hal ini diketahui oleh setiap orang yang mempelajari petunjuk Nabi صلى الله عليه وسلم yang mulia dan dalil-dalil Alquran dan Sunah.”4
Al-Syaikh ‘Abdurrahman ibn Nasir al-Sa‘di رحمه الله berkata, “Sesungguhnya kaidah agama yang paling penting dan syariat para Rasul yang paling mulia adalah memberikan nasihat kepada seluruh umat dan berupaya untuk persatuan kalimat kaum muslimin dan kecintaan sesama mereka, serta berupaya menghilangkan permusuhan, pertikaian, dan perpecahan di antara mereka. Kaidah ini merupakan kebaikan yang sangat diperintahkan dan melalaikannya merupakan kemungkaran yang sangat dilarang. Kaidah ini juga merupakan kewajiban bagi setiap umat baik ulama, pemimpin, maupun masyarakat biasa. Kaidah ini harus dijaga, diilmui, dan diamalkan karena mengandung kebaikan dunia dan akhirat yang tiada terhingga.”5
Setelah memahami kaidah agung ini, lantas perhatikanlah bersama-sama buah pahit kampanye politik praktis sekarang! Bukankah masing-masing menyudutkan saingan lainnya dengan berbagai cara, melakukan “pembunuhan karakter”, mengolok-olok, fanatik kepada calon dan partainya, memecah belah kaum muslimin, menjadikan mereka saling bermusuhan, saling dengki bahkan kepada kerabat dan keluarganya sendiri!!!
يَـٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ لَا يَسْخَرْ قَوْمٌ ِمنْ قَوْمٍ عَسَىٰ أَن يَكُونُوا۟ خَيْرًا مِنْهُمْ وَلَا نِسَاءٌ مِنْ نِّسَآءٍ عَسَىٰ أَن يَكُنَّ خَيْراً مِنْهُنَّ ۖ وَلَا تَلْمِزُوٓا۟ أَنفُسَكُمْ وَلَا تَنَابَزُوا۟ بِٱلْأَلْقَـٰبِ ۖ بِئْسَ ٱلِٱسْمُٱلْفُسُوقُ بَعْدَ ٱلْإِيمَـٰنِ ۚ وَمَن لَّمْ يَتُبْ فَأُولـكَ هُمُ ٱلظَّـٰلِمُونَ ﴿١١
Hai orang-orang yang beriman, janganlah sekumpulan orang laki-laki merendahkan kumpulan yang lain, boleh jadi yang ditertawakan itu lebih baik dari mereka. Dan jangan pula sekumpulan perempuan merendahkan kumpulan lainnya, boleh jadi yang direndahkan itu lebih baik. Dan janganlah suka mencela dirimu sendiri dan jangan memanggil dengan gelaran yang mengandung ejekan. Seburuk-buruk panggilan adalah (panggilan) yang buruk sesudah iman dan barangsiapa yang tidak bertobat, maka mereka itulah orang-orang yang zalim. (QS al-Ḥujurāt [49]: 11)

3. Memuji diri sendiri

Tujuan utama kampanye adalah meraih suara dukungan sebanyak mungkin. Demi meraih tujuan tersebut, maka sang calon akan melakukan dua cara:
Pertama: Memuji dirinya sendiri, menyebutkan skill dan keahliannya, hasil-hasil kesuksesannya, dan sebagainya sehingga membuat masyarakat menaruh hati padanya. Hal ini telah dilarang oleh Allah dalam firman-Nya:
ٱلَّذِينَ يَجْتَنِبُونَ كَبَـٰٓئِرَ ٱلْإِثْمِ وَٱلْفَوَٰحِشَ إِلَّا ٱللَّمَمَ ۚ إِنَّ رَبَّكَ وَٰسِعُ ٱلْمَغْفِرَةِ ۚ هُوَ أَعْلَمُ بِكُمْ إِذْ أَنشَأَكُم مِّنَ ٱلْأَرْضِ وَإِذْ أَنتُمْ أَجِنَّةٌ بُطُونِ أُمَّهَـٰتِكُمْ ۖ فَلَا تُزَكُّوا أَنفُسَكُمْ ۖ هُوَ أَعْلَمُ بِمَنِٱتَّقَىٰ ﴿٣٢
(Yaitu) orang-orang yang menjauhi dosa-dosa besar dan perbuatan keji yang selain dari kesalahan-kesalahan kecil. Sesungguhnya Tuhanmu maha luas ampunan-Nya. Dan Dia lebih mengetahui (tentang keadaan)mu ketika Dia menjadikan kamu dari tanah dan ketika kamu masih janin dalam perut ibumu; maka janganlah kamu mengatakan dirimu suci. Dialah yang paling mengetahui tentang orang yang bertakwa. (QS al-Najm [53]: 32)
Ayat ini secara jelas menunjukkan larangan memuji diri sendiri karena Allah lebih tahu tentang siapakah yang bertakwa sebenarnya, dan karena hal itu menimbulkan rasa ujub dan kesombongan pada diri seorang.6
Kedua: Salah satu simpatisan/tim sukses dan pendukungnya akan mencari suara dukungan dengan mengumbar pujian untuk calon pilihannya yang acapkali melampaui batas dan dusta.
Hal ini telah dilarang oleh Nabi dalam sabdanya:
إِذَا رَأَيْتُمُ الْمَدَّاحِيْنَ فَاحْثُوْا فِيْ وُجُوْهِمِ التُّرَابَ
Apabila kalian melihat orang yang suka memuji maka lemparkanlah tanah di wajah mereka.” (HR Muslim: 7506)
Hikmahnya sangat jelas, karena pujian yang berlebihan akan mengotori hati yang dipuji dan menjadikannya terjangkiti penyakit ria, ujub, apalagi biasanya tidak lepas dari kedustaan dan berlebih-lebihan.7

4. Pemborosan harta

Islam telah melarang kita dari sikap pemborosan harta. Allah berfirman:
وَءَاتِ ذَا ٱلْقُرْبَىٰ حَقَّهُۥ وَٱلْمِسْكِينَ وَٱبْنَ ٱلسَّبِيلِ وَلَا تُبَذِّرْ تَبْذِيرًا ﴿٢٦ إِنَّ ٱلْمُبَذِّرِينَ كَانُوٓا۟ إِخْوَٰنَ ٱلشَّيَـٰطِينِ ۖ وَكَانَ ٱلشَّيْطَـٰنُ لِرَبِّهِۦ كَفُوراً﴿٢٧
Dan berikanlah kepada keluarga-keluarga yang dekat akan haknya, kepada orang miskin dan orang yang dalam perjalanan dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros. Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara setan dan setan itu adalah sangat ingkar kepada Tuhannya. (QS al-Isrā’ [17]: 26–27)
Ayat ini jelas menunjukkan larangan dari sikap mubadzir harta yaitu membelanjakan harta bukan pada haknya. Dan ini mencakup dua hal:
Pertama: Membelanjakan harta untuk sesuatu yang haram sekalipun hanya nominalnya sedikit
Kedua: Berlebihan dalam mengeluarkan harta sehingga boros dan habis.8
Berdasarkan ayat ini pula dapat kita ketahui bahwa mubazir itu hukumnya haram karena Allah menyebutkan bahwa mereka adalah saudara setan, sedangkan seorang muslim harus menjauhi segala sifat yang merupakan ciri khas perbuatan setan.9
Tidak ragu lagi bahwa kampanye politik pada zaman sekarang sangat perlu gelontoran dana yang tidak sedikit agar meraih suara dukungan sebanyak mungkin, untuk pamflet dan iklan, spanduk dan gambar, acara panggung, serta kegiatan-kegiatan lainnya. Oleh karenanya, bukan rahasia lagi kalau pemenang pemilihan akan balas dendam mengeluarkan modal yang dia keluarkan untuk dana kampanye.

5. Praktik suap/sogok yang kerap terjadi

Islam telah melarang secara keras tentang praktik risywah (sogok/suap) berdasarkan Alquran, hadis, dan ijmak. Dan telah menjadi rahasia umum bahwa dalam kampanye politik seringkali terjadi pemberian hadiah-hadiah kepada rakyat dengan tujuan agar dia dipilih dalam pemilihan. Hal ini termasuk bagian sogok yang terlarang.
Biasanya, seseorang yang mencalonkan diri dalam pemilihan anggota Dewan Perwakilan Rakyat ataupun dalam pemilihan kepala negara dan kepala daerah sering membagi-bagikan hadiah kepada rakyat yang akan memilihnya. Hadiah ini termasuk risywah (sogok/suap) yang diharamkan baik dalam bentuk apa pun hadiah yang diberikan berupa uang, bahan pokok, baju, kaos, topi, cendera mata, atau lainnya.
Hakikat risywah bentuk ini adalah kebalikan dari sogok yang diberikan calon pegawai kepada panitia yang akan menerimanya. Yaitu: rakyat yang akan memilihnya adalah sebagai penerima sogok dan calon DPR atau calon kepala daerah yang akan dipilih rakyat adalah sebagai pemberi sogok dan partai serta tim sukses pengusung calon tersebut adalah sebagai perantara sogok, ke semua mereka terkena laknat dan dosa praktik risywah.
لَعَنَ اللهُ الرَّاشِيَ وَالْمُرْتَشِيَ
“Allah melaknat pemberi suap dan yang menerima suap.”
Komite tetap fatwa dan penelitian keislaman kerajaan Arab Saudi telah memfatwakan haram pemberian dan penerimaan hadiah dari calon yang akan ikut pemilihan legislatif dalam fatwa no. 7245, yang ditandatangani oleh al-Syaikh ‘Abdul-‘Aziz ibn Baz (ketua), yang berbunyi:
Soal: Apakah hukum Islam tentang seorang calon anggota legislatif dalam pemilihan yang memberikan harta kepada rakyat agar mereka memilihnya dalam pemilihan umum?
Jawab: Perbuatan calon anggota legislatif yang memberikan sejumlah harta kepada rakyat dengan tujuan agar mereka memilihnya termasuk risywah dan hukumnya haram.10

6. Mengumbar janji palsu dan kedustaan

Sudah menjadi rahasia umum juga, bahwa calon legislatif biasa mengumbar janji-janji palsu guna mencuri simpati dan dukungan para rakyat. Biasanya sang calon dalam acara kampanye politik—yang biasanya diselingi dengan pertunjukan musik oleh para biduan dan artis—sering mengatakan dalam orasinya di depan para pendukungnya, “Kalau saya terpilih maka biaya pendidikan dan kesehatan serba gratis, pembangunan lancar, ekonomi dijamin membaik drastis” dan sebagainya, namun ketika sudah terpilih dia lupa akan janjinya tersebut, padahal tidak menepati janji dan berdusta adalah sifat orang-orang munafik. Dalam sebuah hadis, Rasulullah صلى الله عليه وسلم bersabda:
أَيَةُ الْمُنَافِقِ ثَلَاثٌ إِذَا حَدَّثَ كَذَبَ ، وَإِذَا وَعَدَ أَخْلَفَ ، وَإِذَا اؤْتُمِنَ خَانَ
Tanda orang-orang munafik ada tiga macam: apabila berbicara maka berdusta, apabila berjanji dia mengingkari, dan apabila berdebat maka dia curang.
Ajaibnya, orang-orang jahiliah saja sangat membenci perbuatan ingkar janji. Sebagai buktinya adalah ucapan ‘Auf ibn Nu‘man di masa jahiliah:
لَأَنْ يَمُوْتَ الرَّجُلُ عَطَشًا خَِيْرٌ لَهُ مِنْ أَنْ يَكُوْنَ مِخْلَافًا لِمَوْعِدٍ
“Seorang mati kehausan itu jauh lebih baik daripada dia mengingkari janjinya.”11

7. Mempermainkan dalil demi memenuhi ambisinya

Banyak para calon dan tim sukses yang melegalkan segala cara untuk merebutkan suara dan menjatuhkan pihak lawan atau partai lainnya sehingga seringkali mempermainkan ayat bukan pada tempatnya demi meraih ambisinya.
Ada sebagian pendukung untuk menjatuhkan partai yang berlambang pohon beringin menyitir sebuah ayat Allah kepada Adam dan Hawa:
وَقُلْنَا يَـٰٓـَٔادَمُ ٱسْكُنْ أَنتَ وَزَوْجُكَ ٱلْجَنَّةَ وَكُلَا مِنْهَا رَغَدًا حَيْثُ شِئْتُمَا وَلَا تَقْرَبَا هَـٰذِهِ ٱلشَّجَرَةَ فَتَكُونَا مِنَ ٱلظَّـٰلِمِينَ ﴿٣٥
Dan Kami berfirman: “Hai Adam, diamilah oleh kamu dan istrimu Surga ini, dan makanlah makanan-makanannya yang banyak lagi baik di mana saja yang kamu sukai, dan janganlah kamu dekati pohon ini, yang menyebabkan kamu termasuk orang-orang yang zalim.” (QS al-Baqarah [2]: 35)
Ada lagi lainnya yang mendukung partainya yang bergambar matahari dengan sebuah ayat:
وَٱلشَّمْسِ وَضُحَـهَا ﴿١
Demi matahari dan cahayanya di pagi hari (QS al-Syams [91]: 1)
Dan lainnya banyak sekali. Aduhai, apalah artinya sebuah nama partai dan lambangnya jika tujuannya adalah fanatik golongan dan perpecahan?!! Bukankah nama “Muhajirin” dan “Ansor” adalah nama yang sering disebut dan dipuji dalam Alquran dan hadis?! Namun, tatkala dijadikan sebagai ajang untuk perpecahan dan kebanggaan dengan golongan masing-masing maka Nabi صلى الله عليه وسلم marah besar dan menyebutnya sebagai seruan jahiliah nan menjijikkan?! Lantas, bagaimana kiranya dengan lambang-lambang dan nama-nama lainnya?!! Pikirkanlah.
Inilah beberapa catatan kecil tentang dosa-dosa kampanye politik. Sebenarnya, masih banyak lainnya lagi, namun semoga yang sedikit ini bisa bermanfaat bagi kita semua. Āmīn.
______________________
Oleh Al-Ustaz Abu Ubaidah Yusuf ibn Mukhtar as-Sidawi ḥafiẓahullāh
___________
1Kamus Besar Bahasa Indonesia jilid III (2005)
2Al-Syaikh Ibn ‘Usaimin berkata, “Politik syar‘i itu tidak ada batasnya selama tidak bertentangan dengan syariat, karena tujuannya adalah kebaikan.” (Manẓūmah fi Uṣūl Fiqh wa Qawā‘idihi hlm. 291). Lihat pula I‘lām al-Muwaqqi‘īn 6/512–513, al-Ṭurūq al-Ḥukmiyyah hlm. 15 karya Ibn al-Qayyim dan al-Siyāsah al-Syar‘iyyah Allatī Yurīduhā al-Salafiyyūn hlm. 13–16 karya al-Syaikh Masyhur ibn Hasan Salman.
3Disadur secara bebas dengan beberapa tambahan dari risalah al-‘Adlu fi Syarī‘ah Islām wa Laisa fi Dimuqratiyyah al-Maz‘ūmah karya al-Syaikh ‘Abdul-Muhsin al-‘Abbad hlm. 36–44.
4Al-Fatḥ al-Rabbāni 6/2847–2848
5Risālah fi al-Haṡṡi ‘ala Ijtimā‘ Kalimāt al-Muslimīn wa Żamm al-Tafarruq wa al-Ikhtilāf hlm. 21.
6Lihat al-Adab al-Syar‘iyyah 3/477 karya Ibn Muflih dan Fatḥ al-Bāri 9/51 karya Ibn Hajar.
7Lihat Syarḥ Ṣaḥīḥ Muslim 18/121 karya al-Nawawi, Ikmāl Ikmāl Mu‘lim karya al-Ubai 9/467.
8Aḥkām al-Qur’ān 3/1203 karya Ibn al-‘Arabi, Zād al-Masīr 5/21 karya Ibn al-Jauzi
9Al-Jāmi‘ li Aḥkām al-Qur’ān 10/248 karya al-Qurtubi, Fatḥ al-Qadīr 3/291 karya al-Syaukani
10Fatāwa al-Lajnah al-Dā’imah, jilid 23 hlm. 541. Dinukil dari Harta Haram Muamalat Kontemporer hlm. 190–191 karya Dr. Erwandi Tamizi, M.A.
11Adab al-Imlā’ wa al-Istimlā’ hlm. 41 karya al-Sam‘ani dan Tajrīd Asmā’ al-Ṣaḥābah hlm. 429 karya al-Zahabi.
from=http://abiubaidah.com/dosa-dosa-kampanye-politik-praktis.html/