Kasmaran termasuk tanda atau ciri rendahnya mentalitas, dan ia merupakan aktivitas orang yang tidak mempunyai kesibukan.
Orang yang sedang kasmaran akan mengingat-ingat bayangan sang kekasih
dalam kesendiriannya, lalu bayangan itu merasuk ke dalam batinnya.
Padahal jika dia menyibukkan diri dengan sesuatu yang membuat hatinya
berpaling dari sang kekasih, niscaya akan lenyaplah cintanya, musnahlah
kasmarannya, dan muncullah keinginan untuk melupakannya.[1]
Orang
yang tidak memiliki mentalitas tinggi hampir tidak lolos dari bencana
kasmaran ini. Dan orang yang bermentalitas sajalah yang enggan bersikap
melankolis. Di lain pihak, hawa nafsu terus berusaha meluluhkan hati
orang yang tegar mentalitasnya.[2]
Di
manakah kedudukan orang yang lepas kendali dan mengumbar syahwatnya ini
apabila dibandingkan dengan Imam as-Syafi’i yang berkata: “Seandainya aku tahu bahwa air yang dingin dapat menodai kehormatan, niscaya aku tidak akan meminumnya.”[3]
Ibnul Mu’taz juga menyebutkan:
Sesungguhnya aku, meski hati kecilku sayang padamu,
namun kadar cinta itu takkan sampai jatuhkan kehormatanku[4]
Ibnul Muqaffa’ menyatakan: “Ketahuilah
bahwa hal yang paling menodai nilai seseorang, merusak tubuhnya,
menghabiskan hartanya, menghilangkan akal sehatnya, menjatuhkan
martabatnya, serta memusnahkan kemuliaan dan kewibawaannya adalah
gandrung terhadap kaum wanita. Di antara petaka yang akan menimpa
laki-laki penggandrung wanita adalah selalu bosan[5] dengan
apa yang dimilikinya dan kedua matanya selalu berambisi untuk
mendapatkan wanita yang tidak dimilikinya, padahal wanita itu tidak
berbeda antara satu dengan yang lainnya.
Apa
yang dipandang oleh mata dan hati, bahwa wanita yang tidak dikenal
lebih baik daripada wanita yang dikenal adalah sesuatu yang palsu dan
menipu. Bahkan sebaliknya, sering kali sesuatu yang tidak disenangi
seseorang namun dimilikinya jauh lebih baik daripada sesuatu yang
diburu oleh hawa nafsunya namun tidak dikenalnya. Sesungguhnya orang
yang tidak menyukai [6] istrinya dan lebih menyukai istri orang lain
seperti orang yang tidak berselera terhadap makanan di rumahnya dan
lebih menyukai makanan di rumah orang lain. Padahal, wanita yang satu
dengan wanita lainnya lebih mirip daripada makanan yang satu dengan
makanan yang lainnya. Dengan kata lain, makanan di rumah orang lain itu
tidak jauh berbeda dengan wanita yang ada di situ.[7]
Ibnul Muqaffa’ juga menyatakan: “Yang
mengherankan ialah sikap laki-laki yang sehat pikiran dan nalarnya
tatkala melihat wanita berkerudung dari kejauhan. Laki-laki ini pun
membayangkan keelokan dan kecantikan wanita itu dalam hati, hingga
jiwanya pun terikat walaupun belum pernah melihat langsung dan tanpa
pernah ada seorang pun yang memberitahukan perihal dia. Kemudian
laki-laki ini mengalami sesuatu yang sangat buruk dan sangat hina
akibat perbuatan wanita itu, namun yang demikian tidak cukup menjadi
pelajaran baginya, bahkan bayangan wanita tidak bisa hilang dari
benaknya. Maka, laki-laki ini terus mabuk kepayang dengan sesuatu yang
semu. Sampai-sampai, sekiranya di muka bumi ini tersisa satu orang
wanita saja, laki-laki ini tetap mengira wanita itu memiliki rasa yang
berbeda dari apa yang pernah dikecapnya. Inilah yang disebut kedunguan,
ketololan, dan kebodohan.”[8]
******
[1] Dzammul Hawâ karya Ibnul Jauzi (hlm. 473), dan Shaidul Khâtir karya Ibnul Jauzi (I/154-157)
[2] Dzammul Hawâ (hlm. 477)
[3] Raudhatul Muhibbîn wa Nuzhah al-Musytâqîn karya Ibnul Qayyim (hlm. 467)
[4] Dzammul Hawâ (hlm. 479)
[5] Dalam naskah asli tertulis ya-jamu, artinya tidak suka dan bosan.
[6] Dalam naskah asli tertulis al-murtaghib, artinya orang yang menyukai apa yang tidak
dimilikinya.
[7] Al-adabush Shaghîr wal Adabul Kabîr karya Ibnul Muqaffa’ (hlm. 149-150)
[8] Al-adabush Shaghîr wal Adabul Kabîr (hlm. 150)
Diketik ulang dari buku ‘Mental Juara: 50 Faktor Pendukung Muslim Juara” karya Dr.Muhammad bin Ibrahim al-Hamad
Artikel Muslimah.Or.Id
from=https://muslimah.or.id/9240-kasmaran-tanda-rendahnya-mentalitas.html