117072: Nasehat Bagi Orang Yang Menolak Menikah Dengan Alasan Belajar
Fadhilatus
Syekh saya mempunyai putri saudaraku yang telah meninggal dunia, dan
saya yang diberi wasiat untuknya setelah wafat ayahnya –rahimahullah –
anak perempuan ini menolak menikah meskipun ada orang datang yang
sekufu’ (setara) untuknya. Sangat disayangkan dia berdalih melanjutkan
belajar kuliah meskipun tanpa persetujuanku untuk melanjutkan
kuliahnya. Meskipun dengan cara reguler. Dimana tidak tersembunyi bagi
anda adanya fitnah dan bercampur bawur yang ada di kampus pada sebagian
negara. Begitu juga karena jauhnya kampus dengan dia tinggal sekitar 25
Km. membutuhkan transortasi umum untuk sampai ke kampus. Perlu
diketahui saya yang menanggung semua kebutuhannya anak ini
alhamdulillah. Dan studinya sendiri tidak begitu penting untuk mencari
pekerjaan. Dimana dia belajar spesialisasi tentang filsafat. Hal ini
yang menjadikan saya menolak untuk kuliah. Saya mohon arahan dari anda.
terima kasih
Published Date: 2016-11-29
Alhamdulillah
Pertama:
Kami
memohon kepada Allah agar diberi taufik dan membantu anda akan tugas
yang dibebankan di pundak anda. dan memberi balasan kepada anda
sebaik-baik balasan .
Kedua:
Selayaknya
pemudi memuji kepada Allah yang telah menyiapkan sebab pernikahan. Dan
bersegera melakukan hal itu untuk merealisasikan sabda Nabi sallallahu
alaihi wa salla:
( يَا مَعْشَرَ
الشَّبَابِ ، مَنْ اسْتَطَاعَ مِنْكُمْ الْبَاءَةَ فَلْيَتَزَوَّجْ ،
وَمَنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَعَلَيْهِ بِالصَّوْمِ ، فَإِنَّهُ لَهُ وِجَاءٌ
) رواه البخاري (5065) ومسلم (1400
“Wahai
para pemuda, siapa diantara kamu mampu menikah, maka menikahlah. Dan
siapa yang tidak mampu, hendaknya dia berpuasa. Maka ia menjadi tameng
baginya.” HR. Bukhori, 5065. Dan Muslim, 5065.
Seyogyanya
anda yang mendapatkan nikmat ini, berhak untuk disyukuri. Anda
mengetahui bahwa disana ada orang yang tidak mendapatkan kenikmatan ini
dan tidak memudahkan baginya. Sementara belajar tidak bertolak belakang dengan menikah. Memungkinkan untuk digabungkan.
Meskipun belajar dengan cara non reguler. Telah ada pembahasan tentang
bercampur bawur (ikhtilat) dalam kerja dan belajar dalam jawaban soal
no. 1200 dan 103044. Sebagaimana telah ada hukum belajar filsafat dalam jawaban soal no. 88184.
Kami
berikan kepada anda nasehat dua Syekh Ibnu Baz dan Ibnu Utsaimin
rahimahumallah terkait dengan pernikahan dan belajar. Syekh Abdul Aziz
bin Baz rahimahullah mengatakan, “Yang
wajib bersegera menikah. Tidak layak bagi pemuda mengakhirkan
pernikahan karena belajar. Yang pemudi juga selayaknya jangan
mengakhirkan pernikahan karena belajar. Belajar tidak menghalangi hal
itu sedikitpun juga. Seorang pemuda memungkinkan dia menikah dan dapat
menjaga agama, akhlak dan menjaga pandangannya. Meskipun begitu dapat
melanjutkan belajar. Pemudi ini kalau dimudahkan orang yang sepadan
(sekufu’), seyogyanya bersegera menikah. Kalau masih belajar –baik
dalam tingkat SMA atau Perguruan tinggi- semua itu tidak
menghalanginya. Yang wajib bersegera dan setuju menikah ketika ada
orang yang sepadan meminangnya. Belajar tidak menghalangi hal itu,
meskipun sedikit terputus belajarnya, maka itu tidak mengapa. Yang
penting anda belajar apa yang anda ketahui tentang agamanya. Yang
lainnya sebagai faedah. Pernikahan banyak kemaslahatannya. Terutama
pada zaman sekarang. Dimana mengakhirkannya ada bahaya bagi pemudi dan
pemuda. Kalau ada orang baik meminang, maka wajib bagi setiap pemuda
dan pemudi menikah, kalau orang yang meminang sepadan untuk wanita dan
lelaki. Maka hendaknya bersegera. Untuk mengamalkan sabda Rasul yang
mulia sallallahu alaiahi wa sallam dalam hadits yang shoheh:
(
يَا مَعْشَرَ الشَّبَابِ ، مَنْ اسْتَطَاعَ مِنْكُمْ الْبَاءَةَ
فَلْيَتَزَوَّجْ ، وَمَنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَعَلَيْهِ بِالصَّوْمِ ،
فَإِنَّهُ لَهُ وِجَاءٌ )
“Wahai
para pemuda, siapa diantara kamu mampu menikah, maka menikahlah. Dan
siapa yang tidak mampu, hendaknya dia berpuasa. Maka ia menjadi tameng
baginya.” Disepakati keshohehannya.
Hal
ini umum bagi pemuda dan pemudi, tidak khusus para pemuda saja bahkan
mencakup semuanya. Semua membutuhkan pernikahan. Kami memohon kepada
Allah mendapatkan hidayah untuk semuanya. Selesai dari ‘Majmu Fatawa wa Maqolat Mutanawwiah, (20/421).
Syekh
Ibnu Utsaimin rahimahullah ditanya, “Disana ada kebiasan yang marak,
yaitu pemudi atau orang tuanya menolak menikahkan kepada orang yang
meminangnya. Karena untuk menyelesaikan studi SMA atau kuliah. Atau
agar dapat mengajar beberapa tahun. Apa hukum hal itu? Apa nasehat anda
bagi orang yang melakukan hal itu, terkadang para wanita sampai berumur
30 tahunan atau lebih tanpa menikah?
Maka beliau menjawab, “Hukum hal itu menyalahi perintah Nabi sallallahu alaihi wa sallam, karena Nabi sallallahu alaihi wa sallam bersabda:
( إذا أتاكم من ترضون خلقه ودينه فزوجوه ) الترمذي (1084
“Kalau ada yang datang orang yang engkau redoi akhlak dan agamanya, maka nikahkan dengannya.” HR. Tirmizi, (1084). Dan sabda beliau:
( يَا مَعْشَرَ الشَّبَابِ ، مَنْ اسْتَطَاعَ مِنْكُمْ الْبَاءَةَ فَلْيَتَزَوَّجْ ؛ فإنه أغض للبصر وأحصن للفرج
“Wahai
para pemuda, siapa diantara kamu mampu menikah, maka menikahlah. Karena
itu dapat menahan pandangan dan lebih menjaga kemaluan.
Menolak
dari pernikahan dapat terlewatkan kemaslahatan pernikahan. Yang saya
nasehatkan kepada saudaraku umat Islam, dari wali para wanita dan
saudariku para wanita. Jangan menolak menikah karena ingin melanjutkan
belajar atau mengajar. Seorang wanita memungkinkan membuat syarat
kepada (calon) suami tetap belajar sampai selesai. Begitu juga tetap di
sekolah setahun atau dua tahun. Selagi belum sibuk dengan anak-anaknya.
Hal ini tidak mengapa. Ketika wanita ingin menggapai lebih tinggi dalam
akademis perkuliaan –dimana kita tidak membutuhkan – perkara yang perlu
ditinjau kembali. Menurut pendapatku bahwa wanita ketika selesai dari
jenjang SD, dan dapat membaca dan menulis, dimana bermanfaat dengan
ilmu ini dapat membaca kitab Allah dan tafsirnya serta membaca
hadits-hadits Nabi sallallahu alaihi wa sallam dengan penjelasannya.
Hal itu mencukupi. Kecuali kalau anda menggapai lebih tinggi ilmu yang
menjadi keharusan bagi manusia seperti ilmu kedokteran dan semisal itu.
Dimana kalau dalam belajarnya tidak ada kejelekan seperti campur bawur
dan lainnya. Selesai dari ‘Fatawa Ulama Balad Haram, hal. 390.
Kita memohon kepada Allah agar semua diberi taufik dengan apa yang
dicintai dan diridhoi.
Wallahu a’lam .
Soal Jawab Tentang Islam
from=https://islamqa.info/id/117072
from=https://islamqa.info/id/117072