Oleh
Ustadz Ashim bin Musthofa, Lc
Allâh Azza
wa Jalla berfirman:
وَلَقَدْ يَسَّرْنَا الْقُرْآنَ لِلذِّكْرِ فَهَلْ مِنْ مُدَّكِرٍ
Dan sesungguhnya
telah Kami mudahkan al-Qur`ân untuk (menjadi) pelajaran, maka adakah orang yang
(mau) mengambil pelajaran? [al-Qomar/54:17]
TAFSIR AYAT
Al-Qur`ân
adalah cahaya yang menerangi umat manusia di dunia ini. Allâh Azza wa Jalla
berfirman:
يَا أَيُّهَا النَّاسُ قَدْ جَاءَكُمْ بُرْهَانٌ مِنْ رَبِّكُمْ وَأَنْزَلْنَا إِلَيْكُمْ نُورًا مُبِينًا
Hai manusia,
sesungguhnya telah datang kepadamu bukti kebenaran dari Rabbmu (Muhammad dengan
mukjizatnya) dan telah Kami turunkan kepadamu cahaya yang terang benderang
(al-Qur`ân) [an-Nisâ/4:174]
Syaikh
asy-Syinqîthi rahimahullah mengatakan, “Tidak
diragukan lagi, bahwa al-Qur`ân al-‘Azhîm merupakan cahaya yang diturunkan
Allâh ﷻ ke dunia
untuk menjadi sumber pelita. Melalui cahaya itu, diketahui perbedaan antara
kebenaran dan kebatilan, yang baik dan yang buruk, yang bermanfaat dan yang
berbahaya serta perkara hidayah dan kesesatan”. [1]
JAMINAN DARI ALLAH AZZA WA
JALLA, MEMPELAJARI AL-QUR’AN DIMUDAHKAN
Inilah
jaminan dari Allâh Azza wa Jalla yang tertuang dalam surat al-Qomar ayat 17:
وَلَقَدْ يَسَّرْنَا الْقُرْآنَ لِلذِّكْرِ فَهَلْ مِنْ مُدَّكِرٍ
Dan sesungguhnya
telah Kami mudahkan al-Qur`ân untuk (menjadi) pelajaran, maka adakah orang yang
(mau) mengambil pelajaran? . [al-Qomar/54:17]
Allâh Azza
wa Jalla mengulang-ulang ayat ini empat
kali dalam surat yang sama. Taisîr
(pemberian kemudahan) yang ditegaskan oleh Allâh Azza wa Jalla mencakup
kemudahan dalam membaca, menghafalkan, memahami dan mengamalkannya.[2]
Imam
Ibnu Katsîr rahimahullah mengatakan, “(Maksudnya) Kami sudah memudahkan lafazhnya,
dan Kami sudah memudahkan (memahami) maknanya bagi siapa saja yang menghendaki
agar manusia dapat mengambil pelajaran. Maka adakah orang yang mau mengambil
pelajaran dari al-Qur`ân yang sudah Allâh Azza wa Jalla mudahkan untuk dihafal
dan dimengerti”? [3]
Kemudian
Imam Ibnu Katsîr rahimahullah mengutip ayat lain yang menunjukkan makna yang
sama, bahwa Allâh Azza wa Jalla telah memudahkan memahami al-Qur`ân bagi siapa
saja yang punya niat baik untuk mempelajarinya.
Allâh
Azza wa Jalla berfirman:
فَإِنَّمَا يَسَّرْنَاهُ بِلِسَانِكَ لِتُبَشِّرَ بِهِ الْمُتَّقِينَ وَتُنْذِرَ بِهِ قَوْمًا لُدًّا
Maka sesungguhnya telah Kami mudahkan al-Qur`ân itu untuk bahasamu agar
kamu dapat memberi kabar gembira dengan al-Qur`ân itu kepada orang-orang yang
bertakwa, dan agar kamu memberi peringatan dengannya kepada kaum yang
membangkang. [Maryam/19:97]
Adz-dzikru
dalam ayat cakupannya luas, mencakup segala yang akan menghasilkan pelajaran
bagi orang-orang yang beramal, seperti pengetahuan tentang hukum halal dan
haram, amar ma’ruf nahi munkar, nasehat, nasehat, aqidah, dan berita yang
jujur.[4]
Oleh
karena itu, ilmu (yang berkaitan dengan) al-Qur`ân merupakan ilmu yang paling
mudah dan paling agung secara mutlak, merupakan ilmu yang bermanfaat, jika
seorang hamba mencarinya (mempelajarinya) akan diberi pertolongan. Sebagian
Ulama Salaf mengatakan tentang ayat ini: “Apakah
ada orang yang mau belajar ilmu (al-Qur`ân), sehingga mendapatkan pertolongan
(dalam mempelajarinya)”. [5]
Secara
mu’allaq, Imam al-Bukhâri rahimahullah menuliskan atsar dari Mathar al-Warrâq
rahimahullah dan Qotâdah rahimahullah dengan shîghah jazm :
هَلْ مِنْ طَالِبِ عِلْمٍ فَيُعَانُ عَلَيْهِ؟
“Apakah
ada seorang pencari ilmu (agama), yang nantinya akan mendapatkan pertolongan
(dalam mempelajarinya)?”
Dengan
penjelasan singkat ini, dapat diketahui kesalahaan pandangan yang menyatakan
mempelajari dan mengetahui kebenaran merupakan perkara sulit atau kebenaran itu
masih kabur, belum begitu jelas. Ini adalah syubhat iblisiyah (yang dilontarkan
Iblis) untuk memalingkan manusia dari mencari kebenaran.[6]
Syaikh
asy-Syinqîthi rahimahullah mengatakan, “Apabila maksud mereka bahwa mempelajari
keduanya (al-Qur`ân dan Sunnah) merupakan perkara sulit, tidak mampu dilakukan
siapapun, ini pernyataan batil. Sebab mempelajari al-Qur`ân dan Sunnah jauh
lebih mudah ketimbang mempelajari ra`yu dan ijtihad yang banyak tersebar (di
kitab-kitab Ulama). Allâh Azza wa Jalla telah mengulang-ulang beberapa kali
firman-Nya: “Dan sesungguhnya telah Kami mudahkan al-Qur`ân untuk (menjadi)
pelajaran, maka adakah orang yang (mau) mengambil pelajaran?”[7] [al-Qomar/54:17]
Al-Qur`ân
adalah kitab yang telah dimudahkan untuk membaca dan memahaminya –karena
kemudahan yang Allâh Azza wa Jalla berikan- bagi orang-orang yang mendapatkan
taufik dari Allâh Azza wa Jalla untuk beramal. “Barang siapa memperhatikannya (al-Qur`ân),
Allâh Azza wa Jalla benar-benar akan memudahkan mewujudkan apa yang
diinginkannya” [8] .
Mempelajari
al-Qur`ân dan Sunnah di masa sekarang juga semakin mudah dibandingkan di masa
lalu. Syaikh asy-Syinqîthi rahimahullah menegaskan, “Hendaknya
engkau tahu bahwa mempelajari Kitâbullâh dan Sunnah Rasûlullâh Shallallahu
‘alaihi wa sallam di masa sekarang jauh lebih mudah daripada di masa-masa
permulaan Islam, karena adanya kemudahan dalam mengetahui segala hal yang
berkaitan dengannya, seperti masalah nâsikh dan mansûkh, âm dan khâsh,
pemilahan hadits shahih dan lemah. Masalah-masalah tentang itu sudah teliti,
dirapikan dan dibukukan. Jadi, semuanya dapat dijangkau dengan mudah hari ini.
Tentang
setiap ayat al-Qur`an, telah diketahui hadits-hadits Nabi Shallallahu ‘alaihi
wa sallam yang berkaitan dengannya, termasuk perkataan para Sahabat, Tabiin,
dan penafsiran Ulama-ulama besar dalam bidah tafsir.
Seluruh hadits Nabi telah dihafalkan dan dibukukan, dan telah diketahui
kondisi matan-matan dan sanad-sanadnya, serta cacat dan kelemahan yang ada
dalam jalur periwayatannya…” [9]
Namun,
kemudahan dan kemajuan teknologi tidak akan bermanfaat banyak bila orang tidak
(belum) tergerak untuk mengambil kesempatan dan memanfaatkannya untuk kebaikan
agamanya. Atau dalam bahasa yang lebih jelas lagi, kondisi yang mendukung
tersebut melahirkan sifat malas dan berpangku-tangan pada sebagian orang.
Mari
kita perhatikan nasehat Syaikh Muhammad al-Basyîr al-Ibrâhîmi rahimahullah :
رُبَّ تَيْسِيْرٍ جَلَبَ التَّعْسِيْرَ فَإِنَّ هَذاَ التَّيْسِيْرَ رَمَى الْعُقُولَ باِلْكَسَلِ وَالْأَيْدِيَ بِالشَّلَلِ
Berapa
banyak kemudahan malah mendatangkan kesulitan. (Hal ini) karena kemudahan itu
membuat akal untuk bermalas-malasan dan membuat tangan menjadi cacat
KEBENARAN ITU JELAS [10]
Kebenaran
dari Allâh Azza wa Jalla itu bersifat jelas. Allâh Azza wa Jalla telah
berfirman:
وَلَقَدْ يَسَّرْنَا الْقُرْآنَ لِلذِّكْرِ فَهَلْ مِنْ مُدَّكِرٍ
Dan sesungguhnya telah Kami mudahkan al-Qur`an untuk (menjadi)
pelajaran, maka adakah orang yang (mau) mengambil pelajaran?.
[al-Qomar/54:17].
Allâh
Azza wa Jalla telah memudahkan lafazh-lafazhnya untuk dibaca dan memudahkan
maknanya untuk dipahami. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: Sesungguhnya
perkara halal itu jelas dan perkara haram itu jelas. Dan di antara keduanya
(perkara halal dan haram terdapat hal-hal yang mengandung syubhat
(ketidakjelasan hukum) [11]
Oleh
karena itu, kebatilan biasanya mudah merasuk pada diri orang yang tidak berilmu
dan tidak berpengetahuan tentang agama, serta tidak punya perhatian terhadap
nash-nash al-Qur`ân dan Sunnah serta perkataan para Sahabat dan Tabi’in.
Imam
Ahmad rahimahullah berkata, “Sesungguhnya terjadinya perselisihan pendapat yang berlawanan (dengan
kebenaran), tiada lain karena kedangkalan pengetahuan mereka tentang ajaran
yang dibawa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam “. [12]
Syaikhul
Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata, “Kebenaran dapat diketahui setiap orang.
Sesungguhnya kebenaran yang menjadi misi diutusnya para rasul tidak kabur pada
pandangan orang yang mengetahuinya, sebagaimana antara emas yang murni dan emas
palsu tidak kabur bagi seorang yang teliti”[13]
Al-jahl
bid dîn (kebodohan tentang agama) itulah yang menyebabkan ajaran Syiah yang
digagas ‘Abdullâh bin Saba yang merupakan keturunan Yahudi, sebuah ajaran yang
paling menyesatkan- laris (dapat diterima) oleh sebagian kaum Muslimin. [14]
YANG DIBUTUHKAN,
KESERIUSAN MENCARI KEBENARAN SETELAH TAUFIK DARI ALLAH AZZA WA JALLA
‘Allâmah
Shiddîq Hasan Khân mengatakan, “Kebenaran hanyalah akan diketahui oleh insan
yang memenuhi lima sifat: yang paling agung, ikhlas, memahami, bersifat inshâf
(adil), ke empat yang paling sedikit terpenuhi dan paling banyak hilang-
berusaha kuat mengetahui al-haqq (kebenaran), serta semangat tinggi untuk
mendakwahkannya”.[15]
Syaikh
asy-Syinqîthi rahimahullah mengatakan, “Dengan ini engkau telah tahu wahai orang
Muslim, engkau wajib tekun dan bersungguh-sungguh dalam mempelajari Kitâbullâh
dan Sunnah Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam melalui berbagai cara yang
bermanfaat lagi menghasilkan dan kemudian mengamalkan seluruh ilmu yang telah
Allâh Azza wa Jalla ajarkan kepadamu”.[16]
Marilah
memperhatikan penggalan terakhir ayat di atas. Allâh mengundang para hamba-Nya
untuk memperhatikan, menghayati dan mengambil pelajaran dari al-Qur`ân.
Wallâhu
a’lam
[Disalin dari majalah
As-Sunnah Edisi 01/Tahun XV/1432/2011M. Penerbit Yayasan Lajnah Istiqomah
Surakarta, Jl. Solo-Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp.
0271-858197 Fax 0271-858196]
_______
Footnote
[1].
Adhwâul Bayân 7/3435
[2].
Lihat Tafsir as-Sa’di hlm. 905
[3].
Tafsir Ibni Katsir 7/478
[4].
Lihat Tafsir as-Sa’di hlm. 905
[5].
Ibid.
[6].
Ash-Shawârifu ‘anil Haqqi hlm. 14
[7].
Adhwâul Bayân 7/435
[8].
Tafsir as-Sa’di hlm. 905
[9].
Adhwâul Bayân 7/436-437
[10].
Dikutip dari ash-Shawârif ‘anil Haqqi hlm. 9
[11].
Muttafaqun a’laih
[12].
I’lâmul Muwaqqi’în 1/79
[13].
Majmû Fatâwâ 27/315-316
[14]. Lihat ash-Shawârif ‘anil Haqqi
hlm. 10
[15]. Qathfu ats-Tsamari fi Bayâni
Aqîdati Ahlil Atsar hlm. 175
[16]. Adhwâul Bayân 7/437
_________
Share Ulang:
- Cisaat, Ciwidey
- Sumber: https://almanhaj.or.id/3474-mendalami-al-quran-tidak-sulit.html