Islam Pedoman Hidup: Saling Bersalaman Setelah Shalat Idul Fithri

Senin, 11 Juni 2018

Saling Bersalaman Setelah Shalat Idul Fithri



Apa hukum berjabat tangan atau salam-salaman (saling bersalaman) setelah shalat Idul Fithri dan saling mengucapkan selamat ketika itu?
Syaikh Ibnu ‘Utsaimin rahimahullah ditanya, “Apa hukum jabat tangan, saling berpelukan dan saling mengucapkan selamat setelah shalat ‘ied?

Syaikh rahimahullah menjawab, “Perbuatan itu semua dibolehkan. Karena orang-orang tidaklah menjadikannya sebagai ibadah dan bentuk pendekatan diri pada Allah. Ini hanyalah dilakukan dalam rangka ‘adat (kebiasaan), memuliakan dan penghormatan. Selama itu hanyalah adat (kebiasaan) yang tidak ada dalil yang melarangnya, maka itu asalnya boleh. Sebagaimana para ulama katakan, ‘Hukum asal segala sesuatu adalah boleh. Sedangkan ibadah itu terlarang dilakukan kecuali jika sudah ada petunjuk dari Allah dan Rasul-Nya’.” (Majmu’ Fatawa Rasail Ibni ‘Utsaimin, 16: 128)

Berjabat tangan termasuk ajaran Rasul -shallallahu ‘alaihi wa sallam-. Dari Al-Bara’ bin ‘Azib radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَا مِنْ مُسْلِمَيْنِ يَلْتَقِيَانِ فَيَتَصَافَحَانِ إِلاَّ غُفِرَ لَهُمَا قَبْلَ أَنْ يَفْتَرِقَا

Tidaklah dua muslim itu bertemu lantas berjabat tangan melainkan akan diampuni dosa di antara keduanya sebelum berpisah.” (HR. Abu Daud, no. 5212; Ibnu Majah, no. 3703; Tirmidzi no. 2727. Syaikh Al Albani menyatakan bahwa hadits ini shahih).

Namun hati-hati untuk jabat tangan dengan lawan jenis yang bukan mahram.

Dari Ma’qil bin Yasar, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

لأَنْ يُطْعَنَ فِي رَأْسِ رَجُلٍ بِمِخْيَطٍ مِنْ حَدِيدٍ خَيْرٌ لَهُ مِنْ أَنْ يَمَسَّ امْرَأَةً لا تَحِلُّ لَهُ

Ditusuknya kepala seseorang dengan pasak dari besi, sungguh lebih baik baginya daripada menyentuh wanita yang bukan mahramnya.” (HR. Thabrani dalam Mu’jam Al-Kabir, 20: 211. Syaikh Al-Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih).

Imam Nawawi rahimahullah berkata, “Setiap yang diharamkan untuk dipandang, maka haram untuk disentuh. Namun ada kondisi yang membolehkan seseorang memandang –tetapi tidak boleh menyentuh, yaitu ketika bertransaksi jual beli, ketika serah terima barang, dan semacam itu. Namun sekali lagi, tetap tidak boleh menyentuh dalam keadaan-keadaan tadi. ” (Al-Majmu’, 4: 635).

Ulama Syafi’iyah mengharamkan berjabat tangan dengan yang bukan mahram. Mereka tidak mengecualikan yang sudah sepuh yang tak ada syahwat atau rasa apa-apa. Mereka pun tidak membedakannya dengan yang muda-muda. (Lihat Kunuz Riyadh Ash-Shalihin, 11: 452)

Semoga bermanfaat.
______________
Share Ulang: