Pertanyaan:
Apa pendapat Engkau tentang sebagian
pemuda yang membicarakan pemerintah di majelis-majelis mereka di negeri ini
dengan celaan dan makian (hujatan) kepada pemerintah?
Jawaban:
Pembicaraan semacam itu sudah
diketahui kalau merupakan kebatilan. Mereka itu bisa jadi memang menginginkan
keburukan, atau mereka terpengaruh orang lain, yaitu para penceramah yang
menyesatkan yang menginginkan tercabutnya nikmat keamanan yang kita rasakan (di
negeri ini).
Kita, segala puji milik Allah
Ta’ala, memiliki kepercayaan kepada pemerintah kita. Kita pun yakin dengan
manhaj yang kita tempuh ini. Akan tetapi, bukanlah artinya bahwa kita sudah
sempurna, tidak memiliki kekurangan dan kesalahan. Bahkan (yang benar) kita
masih memiliki kekurangan. Akan tetapi, kita selalu berusaha menempuh jalan
untuk memperbaiki dan mengoreksi kesalahan-kesalahan tersebut, insyaa Allah,
dengan metode syar’i.
Di masa Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam, didapati orang yang mencuri, berzina, juga didapati orang yang meminum
khamr. Dan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pun menegakkan hukuman hadd
kepada mereka.
Kita sekarang ini, segala puji bagi
Allah Ta’ala, pun menegakkan hukuman hadd bagi orang yang jelas dan terbukti
berhak mendapatkan hukuman hadd. Kita tegakkan hukuman qishas kepada para pelaku
pembunuhan. Hal ini, segala puji bagi Allah Ta’ala, adalah kebaikan, meskipun
masih terdapat kekurangan. Kekurangan itu pasti akan selalu ada, karena
hal itu adalah bagian dari tabiat manusia.
Kita berharap kepada Allah Ta’ala
untuk memperbaiki kondisi kita, memberikan pertolongan kepada kita, membimbing
langkah-langkah kita, dan menyempurnakan kekurangan-kekurangan kita dengan
ampunannya.
Adapun menjadikan kesalahan dan
ketergelinciran penguasa sebagai jalan untuk mencela penguasa, atau untuk membicarakan
(keburukan) mereka, atau agar rakyat menjadi benci dengan penguasa, maka hal
ini bukanlah jalan salaf ahlus sunnah wal jama’ah. [1]
Ahlus sunnah wal jama’ah itu
memiliki semangat untuk menaati pemerintah, agar rakyat (masyarakat) mencintai
penguasa mereka, agar terwujud persatuan (di bawah penguasa yang sah). Inilah
yang diinginkan oleh manhaj salaf.
Membicarakan (keburukan) penguasa
itu termasuk dalam ghibah dan namimah (adu domba), dan kedua perkara tersebut
termasuk perkara haram terbesar setelah kemusyrikan. Lebih-lebih jika ghibah tersebut ditujukan
kepada ulama dan pemerintah, maka itu lebih-lebih lagi. Hal ini karena dampak
buruk yang akan ditimbulkannya, berupa tercerai-berainya persatuan, buruk
sangka (su’uzhan) kepada penguasa, dan juga menimbulkan rasa putus asa di
tengah-tengah masyarakat. [2]
***
@Rumah
Kasongan, 21 Muharram 1442/ 14 September 2020
Penerjemah:
M. Saifudin Hakim
Artikel:
Muslim.Or.Id
----------------------------
Catatan
kaki:
[1] Syaikh ‘Abdul ‘Aziz bin Baaz
rahimahullah ditanya,
“Apakah termasuk manhaj salaf,
mengkritik penguasa di mimbar-mimbar? Lalu, bagaimanakah metode salaf dalam
menasihati pemerintah?”
Beliau rahimahullah menjawab,
“Bukanlah termasuk manhaj salaf mempopulerkan aib dan
kesalahan penguasa dengan menyebutkannya di mimbar-mimbar. Karena hal itu hanya
akan menyebabkan kekacauan dan tidak bermanfaat. Akan tetapi, jalan yang
ditempuh oleh manhaj salaf (dalam menasihati penguasa) adalah memberikan
nasihat secara tersembunyi antara dia dan penguasa, atau dengan menulis surat
kepada penguasa, atau melalui ulama yang bisa menyampaikan nasihat tersebut
kepada penguasa, sehingga mereka pun bisa berpaling menuju kebaikan.” (Al-Ma’luum min Waajibil ‘Alaqah
bainal Haakim wal Mahkuum, hal. 27)
[2] Diterjemahkan dari kitab Al-Ajwibah
Al-Mufiidah ‘an As-ilati Al-Manaahij Al-Jadiidah, hal. 112-116 (penerbit
Maktabah Al-Hadyu Al-Muhammadi Kairo, cetakan pertama tahun 1429)
_____________
Share
ulang:
- Citramas, Cinunuk: 23 Syawal 1442 H
- Sumber: https://muslim.or.id/58460-mencela-dan-menjelek-jelekkan-penguasa-pemerintah.html