Pertanyaan:
Assalamua’alaikum
Assalamua’alaikum
Apa hukum menghadiri undangan walimah dari non muslim?
Matur nuwun.
Matur nuwun.
Dari: Arigga
Jawaban:
Wa’alaikumussalam
Jawaban:
Wa’alaikumussalam
Allah berfirman,
لَا
تَجِدُ قَوْمًا يُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ يُوَادُّونَ
مَنْ حَادَّ اللَّهَ وَرَسُولَهُ وَلَوْ كَانُوا آبَاءَهُمْ أَوْ
أَبْنَاءَهُمْ أَوْ إِخْوَانَهُمْ أَوْ عَشِيرَتَهُمْ أُولَئِكَ كَتَبَ
فِي قُلُوبِهِمُ الْإِيمَانَ وَأَيَّدَهُمْ بِرُوحٍ مِنْهُ
“Kamu
tidak akan mendapati kaum yang beriman pada Allah dan hari akhirat,
saling berkasih-sayang dengan orang-orang yang menentang Allah dan
Rasul-Nya, sekalipun orang-orang itu bapak-bapak, atau anak-anak atau
saudara-saudara ataupun keluarga mereka. Meraka itulah orang-orang yang
telah ditanamkan keimanan dalam hati mereka dan mereka dikuatkan dengan
cahaya dari-Nya.” (QS: Al Mujadilah 22).
Interaksi
orang mukmin kepada orang kafir yang sampai pada tingkatan adanya
loyalitas dirinci menjadi dua, karena alasan dunia dan agama.
Pertama, Loyalitas karena dunia:
– Ada kebutuhan yang tidak mungkin bisa dilepas dari dirinya, seperti loyalitas kepada istri yang masih kafir atau anak kepada orang tuanya yang masih kafir atau karena hubungan kekerabatan lainnya. Loyalitas semacam ini dibolehkan sebagaimana yang dilakukan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada pamannya Abu Thalib dan keluarganya yang lain yang mati kafir.
– Ada kebutuhan yang tidak mungkin bisa dilepas dari dirinya, seperti loyalitas kepada istri yang masih kafir atau anak kepada orang tuanya yang masih kafir atau karena hubungan kekerabatan lainnya. Loyalitas semacam ini dibolehkan sebagaimana yang dilakukan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada pamannya Abu Thalib dan keluarganya yang lain yang mati kafir.
– Semata-mata untuk tujuan dunia dan tidak ada kebutuhan yang mendesak bagi kehidupannya, seperti hubungan bawahan yang muslim kepada
atasan yang kafir. Loyalitas jenis kedua ini tidak dibolehkan bahkan
pelakunya Allah sebut sebagai orang yang tersesat dari jalan yang
lurus. Allah berfirman,
يَا
أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَتَّخِذُوا عَدُوِّي وَعَدُوَّكُمْ
أَوْلِيَاءَ تُلْقُونَ إِلَيْهِمْ بِالْمَوَدَّةِ وَقَدْ كَفَرُوا بِمَا
جَاءَكُمْ مِنَ الْحَقِّ يُخْرِجُونَ الرَّسُولَ وَإِيَّاكُمْ أَنْ
تُؤْمِنُوا بِاللَّهِ رَبِّكُمْ إِنْ كُنْتُمْ خَرَجْتُمْ جِهَادًا فِي
سَبِيلِي وَابْتِغَاءَ مَرْضَاتِي تُسِرُّونَ إِلَيْهِمْ بِالْمَوَدَّةِ
وَأَنَا أَعْلَمُ بِمَا أَخْفَيْتُمْ وَمَا أَعْلَنْتُمْ وَمَنْ
يَفْعَلْهُ مِنْكُمْ فَقَدْ ضَلَّ سَوَاءَ السَّبِيلِ
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil musuh-Ku dan musuhmu menjadi teman-teman setia
yang kamu sampaikan kepada mereka (berita-berita Muhammad), karena rasa
kasih sayang; padahal sesungguhnya mereka telah ingkar kepada kebenaran
yang datang kepadamu, mereka mengusir Rasul dan (mengusir) kamu karena
kamu beriman kepada Allah, Tuhanmu. Jika kamu benar-benar keluar untuk
berjihad di jalan-Ku dan mencari keridhaan-Ku (janganlah kamu berbuat
demikian). Kamu memberitahukan secara rahasia (berita-berita Muhammad)
kepada mereka, karena rasa kasih sayang. Aku lebih mengetahui apa yang
kamu sembunyikan dan apa yang kamu nyatakan. Dan barangsiapa di antara
kamu yang melakukannya, maka sesungguhnya dia telah tersesat dari jalan
yang lurus.” (QS. Al Mumtahanah: 1).
Kedua, Loyalitas karena agama:
– Semata-mata karena agama orang kafir, misalnya cinta kepada orang nasrani karena ajaran trinitasnya atau paham pluralisme-liberal yang menganggap semua agama sama. Untuk loyalitas model ini ditegaskan para ulama sebagai bentuk kekafiran yang mengeluarkan pelakunya dari Islam.
– Semata-mata karena agama orang kafir, misalnya cinta kepada orang nasrani karena ajaran trinitasnya atau paham pluralisme-liberal yang menganggap semua agama sama. Untuk loyalitas model ini ditegaskan para ulama sebagai bentuk kekafiran yang mengeluarkan pelakunya dari Islam.
– Berpihak dan melindungi orang kafir dengan maksud agar orang kafir bisa mengalahkan kaum muslimin. Syaikh Muhammad At Tamimi menegaskan bahwa perbuatan ini diantara pembatal Islam (10 Pembatal Islam, pembatal kedua – karya Syaikh Muhammad At Tamimi).
Dua jenis loyalitas inilah yang dibicarakan dalam surat Al Mujadilah ayat 22.
–
Membantu orang kafir dengan maksud agar orang kafir tersebut bersedia
untuk membantunya. Loyalitas jenis ini tidak sampai menyebabkan
pelakunya kafir namun termasuk perbuatan dosa dan kesesatan. Dalilnya adalah kasus Hatib bin Abi Balta’ah radliallahu ‘anhu yang
mengirim surat kepada keluarganya yang masih kafir dan tinggal di Mekah
beberapa saat sebelum penaklukan kota Mekah. Padahal surat itu berisi
rahasia yang akan dilakukan kaum muslimin kepada orang musyrikin Mekah. (kisah ini diriwayatkan Al Bukhari 3007 dan Muslim 2494).
(rincian ini merupakan penjelasan dari Syaikh Shaleh bin Abdul Aziz Alu Syaikh. Lih. Fatawa Al Aimmah fii An Nawazil Al Mudlahimmah)
Untuk
itu, interaksi dengan orang kafir dalam masalah duniawi biasa, yang
tidak sampai pada hubungan kecintaan (loyalitas), seperti jual beli,
menghadiri undangan jamuan makan, atau hal-hal mubah lainnya maka hal
ini diperbolehkan, selama tidak menimbulkan bahaya bagi orang muslim. Bahkan jika mendatangi undangan mereka bisa menjadi sarana untuk dakwah agar masuk Islam maka hal ini sangat ditekankan. (Fatwa Lajnah dalam Fatawa Al Islam, 1:6407).
Berkaitan
dengan undangan walimah orang kafir, mayoritas ulama berpendapat tidak
wajibnya menghadiri undangan mereka. Namun mereka berselisih pendapat
apakah dianjurkan ataukah dimakruhkan. Dalam hal ini ada dua pendapat.
Dalam Nihayatul Muhtaj (kitab Fiqh Madzhab Syafi’i) disebutkan: “Tidak wajib menghadiri undangan orang kafir, tetapi dianjurkan jika ada harapan masuk Islam, kerabat dekat, atau tetangga.” (Nihayah Al Muhtaj ila Syarh Al Minhaj,
21:356). Sedangkan dalam madzhab Hambali ada dua pendapat. Sebagian
menyatakan boleh dan tidak makruh, sebagian lain menyatakan makruh.
Abu Daud mengatakan, “Imam Ahmad ditanya: “Apakah undangan orang kafir dihadiri?” Beliau menjawab: “Ya.”
Zhahir perkataan Imam Ahmad ini menunjukkan bahwa beliau membolehkan
dan tidak memakruhkannya. Bahkan kata Syaikhul Islam, perkataan Imam
Ahmad ini bisa dipahami bahwa mendatangi undangan orang kafir hukumnya
wajib. Karena sikap Imam Ahmad yang meng-iya-kan pertanyaan mungkin
untuk dimaknai: “Ya, sebagaimana undangan orang muslim, yang statusnya wajib dipenuhi.” Sementara
Az Zarkasyi berpendapat terlarangnya menghadiri walimah orang kafir.
Beliau berdalil dengan terlarangnya memberikan salam dan mengunjungi
orang kafir. (Al Inshaf, 13:146).
Allahu a’lam
________________
Dijawab oleh Ustadz Ammi Nur Baits (Dewan Pembina Konsultasi Syariah)
Artikel www.KonsultasiSyariah.com
Artikel www.KonsultasiSyariah.com
from=https://www.google.com/search?q=undangan+nikah+kafir&source=lnms&tbm=isch&sa=X&ved=0ahUKEwis5cmmlpvSAhVDy2MKHeaTCP0Q_AUICCgB&biw=1366&bih=648