Oleh
Ustadz Abu Isma’il Muslim al-Atsari
Sesungguhnya
nikmat Allâh Ta’ala kepada manusia sangat banyak. Diantara nikmat yang
dianugerahkan itu ialah diutusnya Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa
sallam kepada seluruh manusia. Yaitu untuk mengeluarkan manusia dari
kegelapan menuju cahaya. Dan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah
melaksanakan kewajiban dengan sebaik-baiknya, menasihati ummat,
menunaikan amanah, dan menyampaikan risalah. Sehingga tidaklah Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam wafat, kecuali agama Islam telah sempurna, nyata, dan terang-benderang. Tidak ada yang menyimpang darinya kecuali pasti binasa.
Risalah
Islam ini, kemudian diteruskan oleh generasi-generasi terbaik umat ini.
Mereka menerima, mengamalkan, dan menyampaikan yang dibawa oleh
Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang berupa al-Qur’ân dan
as-Sunnah. Al-Qur’ân, kitab suci yang tidak ada kebatilan di dalamnya
semenjak diturunkan, karena memang dijaga oleh Allâh al-‘Aziz (Yang
Maha Perkasa), al-‘Alim (Yang Maha Mengetahui). Adapun as-Sunnah
merupakan penjelasan bagi al-Qur’ân. Maka
sepantasnya kita mensyukuri nikmat Allâh tersebut dengan cara mengikuti
Sunnah Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan sunnah para
sahabatnya yang mulia.
Di
dalam tulisan ini ingin kami sampaikan beberapa keterangan yang
menunjukkan keindahan mengikuti Sunnah, sehingga dapat mendorong kita
untuk kian semangat dalam meniti jalan mulia ini. Semoga Allâh Ta’ala
menganugerahkan kepada kita keikhlasan di dalam niat, dan kebenaran di
dalam amal, serta kesabaran di dalamnya.
MAKNA SUNNAH SECARA LUGHAWI DAN ISTILAH
As-Sunnah, secara lughawi (bahasa) artinya jalan atau ajaran, meliputi jalan yang baik atau yang buruk.
As-Sunnah, secara lughawi (bahasa) artinya jalan atau ajaran, meliputi jalan yang baik atau yang buruk.
Sedangkan menurut istilah ulama, sunnah memiliki beberapa makna sebagai berikut.
1. Menurut ulama ahli hadits, as-Sunnah ialah semua yang disandarkan kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, yang berupa qaul (perkataan), fi’il (perbuatan), taqrir (penetapan, pengakuan) atau sifat. Istilah Sunnah ini semakna dengan hadits.[2]
1. Menurut ulama ahli hadits, as-Sunnah ialah semua yang disandarkan kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, yang berupa qaul (perkataan), fi’il (perbuatan), taqrir (penetapan, pengakuan) atau sifat. Istilah Sunnah ini semakna dengan hadits.[2]
2.
Menurut ulama ushul fiqih, Sunnah ialah dalil-dalil agama yang datang
dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang bukan berupa al-Qur’ân,
meliputi qaul (perkataan), fi’il (perbuatan), dan taqrir (penetapan,
pengakuan).[2]
3.
Menurut istilah ulama ahli fiqih, ialah sesuatu yang diperintahkan
syari’at dengan perintah yang tidak wajib, sehingga pelakunya
mendapatkan pahala, sedangkan yang meninggalkannya tidak disiksa.
Sunnah
dalam istilah ahli fiqih ini semakna dengan mustahab, mandub,
tathawwu’, atau nafilah. Kebalikannya adalah wajib atau fardhu.[3]
4.
Menurut istilah ulama-ulama Salaf atau ulama aqidah, yang dimaksud
dengan Sunnah ialah petunjuk (ajaran) Nabi Shallallahu ‘alaihi wa
sallam dan para sahabatnya yang berupa ilmu, keyakinan, perkataan, dan
amal perbuatan.
Imam
Ibnu Rajab al-Hanbali rahimahullah berkata, “Sunnah adalah jalan yang
dilewati, dan hal itu mencakup berpegang teguh dengan petunjuk Nabi
Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para Khulafaur Rasyidin, yang berupa
keyakinan, amal perbuatan, dan perkataan. Inilah Sunnah yang
sempurna”.[4]
Adapun
Sunnah dalam pembahasan penulisan kita ini ialah makna yang terakhir,
dan Sunnah dengan makna ini kebalikannya adalah bid’ah. Artinya, umat
Islam wajib mengikuti Sunnah, dan wajib menjauhi bid’ah, sebagaimana
telah diwasiatkan oleh Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para
sahabatnya.
INDAHNYA MENGIKUTI SUNNAH
Mengikuti Sunnah memiliki banyak keutamaan yang menunjukkan keindahannya. Di antaranya ialah sebagai berikut.
Mengikuti Sunnah memiliki banyak keutamaan yang menunjukkan keindahannya. Di antaranya ialah sebagai berikut.
1. Menunjukan Bukti Kecintaan Kepada Allâh.
Allâh Ta’ala berfirman:
Allâh Ta’ala berfirman:
قُلْ
إِنْ كُنْتُمْ تُحِبُّونَ اللَّهَ فَاتَّبِعُونِي يُحْبِبْكُمُ اللَّهُ
وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ ۗ وَاللَّهُ غَفُورٌ رَحِيمٌ ﴿٣١﴾ قُلْ
أَطِيعُوا اللَّهَ وَالرَّسُولَ ۖ فَإِنْ تَوَلَّوْا فَإِنَّ اللَّهَ لَا
يُحِبُّ الْكَافِرِينَ
Katakanlah: “Jika
kamu (benar-benar) mencintai Allâh, ikutilah aku, niscaya Allâh
mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu.” Allâh Maha Pengampun lagi Maha
Penyayang. Katakanlah: “Ta’atilah Allâh dan Rasul-Nya; jika kamu
berpaling, maka sesungguhnya Allâh tidak menyukai orang-orang kafir”. [Ali Imran/3:31-32].
Imam Ibnu Katsir rahimahullah berkata berkenaan dengan tafsir ayat ini:
“Ayat yang mulia ini sebagai hakim terhadap semua orang yang mengaku mencintai Allâh, akan tetapi ia tidak berada di atas jalan Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam ; maka sesungguhnya ia pendusta dalam pengakuannya itu, hingga ia mengikuti syari’at dan agama Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam seluruh perkataan dan keadaannya, sebagaimana terdapat dalam kitab Shahîh, dari Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwa beliau bersabda:
“Ayat yang mulia ini sebagai hakim terhadap semua orang yang mengaku mencintai Allâh, akan tetapi ia tidak berada di atas jalan Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam ; maka sesungguhnya ia pendusta dalam pengakuannya itu, hingga ia mengikuti syari’at dan agama Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam seluruh perkataan dan keadaannya, sebagaimana terdapat dalam kitab Shahîh, dari Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwa beliau bersabda:
مَنْ عَمِلَ عَمَلًا لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌّ
Barangsiapa melakukan suatu amalan yang tidak ada tuntunan kami padanya, maka amalan itu tertolak. [HR Muslim, no. 1718][5].
2. Menunjukkan Bukti Kecintaan Kepada Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam.
Seseorang tidak menjadi orang beriman yang sempurna hingga ia mencintai Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam lebih daripada seluruh manusia. Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
Seseorang tidak menjadi orang beriman yang sempurna hingga ia mencintai Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam lebih daripada seluruh manusia. Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
لَا يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّى أَكُونَ أَحَبَّ إِلَيْهِ مِنْ وَالِدِهِ وَوَلَدِهِ وَالنَّاسِ أَجْمَعِينَ
Tidaklah
beriman –dengan keimanan yang sempurna- salah seorang dari kamu
sehingga aku menjadi yang paling ia cintai daripada bapaknya, anaknya,
dan seluruh manusia. [HR Bukhâri, no. 15; Muslim, no. 44, dari Anas bin Malik].
Jika
seseorang mencintai Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam lebih
daripada seluruh manusia, maka ia akan mengikuti petunjuk beliau dan
lebih mengutamakannya daripada petunjuk siapa pun dari kalangan manusia.
Al-Qadhi ‘Iyadh rahimahullah : “Ketahuilah,
bahwa seseorang yang mencintai sesuatu, ia akan mengutamakannya dan
mengutamakan kecocokan dengannya. Jika tidak, maka ia tidak benar dalam
kecintaannya, dan ia (hanya) orang yang mengaku-ngaku saja. Maka orang
yang benar dalam kecintaannya kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam
ialah orang yang nampak darinya tanda-tanda tersebut. Pertama dari
tanda-tanda itu ialah meneladani Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam ,
mengamalkan sunnahnya (ajarannya), mengikuti perkataan dan
perbuatannya, dan beradab dengan adab-adabnya, (baik) pada saat
kesusahan maupun kemudahan, pada waktu senang maupun benci”.[6]
3.Bahwasanya
Hidayah (Petunjuk) Agar Terhindar Dari Kesesatan Hanya Dengan Mengikuti
Sunnah Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam .
Allâh Ta’ala berfirman:
Allâh Ta’ala berfirman:
قُلْ
أَطِيعُوا اللهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ فَإِن تَوَلَّوْا فَإِنَّمَا
عَلَيْهِ مَاحُمِّلَ وَعَلَيْكُم مَّاحُمِّلْتُمْ وَإِن تُطِيعُوهُ
تَهْتَدُوا وَمَاعَلَى الرَّسُولِ إِلاَّ الْبَلاَغُ الْمُبِينُ
Katakanlah:
“Ta’atlah kepada Allâh dan ta’atlah kepada Rasul; dan jika kamu
berpaling maka sesungguhnya kewajiban Rasul hanyalah apa yang
dibebankan kepadanya, kewajiban kamu adalah apa yang dibebankan
kepadamu. Dan jika kamu ta’at kepadanya, niscaya kamu mendapat
petunjuk. Dan tiada lain kewajiban Rasul hanya menyampaikan (amanat
Allâh) dengan terang”. [an-Nuur/24:54].
Syaikh
Abdurrahman bin Nashir as-Sa’di rahimahullah berkata dalam menafsirkan
ayat (Dan jika kamu ta’at kepadanya, niscaya kamu mendapat petunjuk),
yaitu : “Menuju
jalan yang lurus dalam hal perkataan dan perbuatan. Sehingga tidak ada
jalan bagi kamu menuju petunjuk kecuali dengan mentaatinya. Tanpa itu,
tidak mungkin, bahkan mustahil”[7].
Hal ini karena memang Sunnah Nabi merupakan sebaik-baik petunjuk. Allâh Ta’ala berfirman:
لَقَدْ
كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِمَنْ كَانَ يَرْجُو
اللَّهَ وَالْيَوْمَ الْآخِرَ وَذَكَرَ اللَّهَ كَثِيرًا
Sesungguhnya
telah ada pada (diri) Rasûlullâh itu suri teladan yang baik bagimu
(yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allâh dan (kedatangan) hari
kiamat dan dia banyak menyebut Allâh. [al-Ahzab/33:21].
4. Menjaga Keselamatan Dari Perselisihan Dan Perpecahan.
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah berwasiat untuk berpegang dengan Sunnahnya dan Sunnah Khulafaur- Rasyidin sebagai solusi jika terjadi perselisihan. Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah berwasiat untuk berpegang dengan Sunnahnya dan Sunnah Khulafaur- Rasyidin sebagai solusi jika terjadi perselisihan. Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
أُوصِيكُمْ
بِتَقْوَى اللَّهِ وَالسَّمْعِ وَالطَّاعَةِ وَإِنْ عَبْدًا حَبَشِيًّا
فَإِنَّهُ مَنْ يَعِشْ مِنْكُمْ بَعْدِي فَسَيَرَى اخْتِلَافًا كَثِيرًا
فَعَلَيْكُمْ بِسُنَّتِ وَسُنَّةِ الْخُلَفَاءِ الْمَهْدِيِّينَ
الرَّاشِدِينَ تَمَسَّكُوا بِهَا وَعَضُّوا عَلَيْهَا بِالنَّوَاجِذِ
وَإِيَّاكُمْ وَمُحْدَثَاتِ الْأُمُورِ فَإِنَّ كُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ
وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلَالَةٌ
Aku
wasiatkan kepada kamu untuk bertakwa kepada Allâh; mendengar dan taat
(kepada penguasa kaum Muslimin), walaupun (ia) seorang budak Habsyi.
Karena sesungguhnya barangsiapa hidup setelahku, ia akan melihat
perselishan yang banyak; maka wajib kamu berpegang kepada Sunnahku dan
sunnah para khalifah yang mendapatkan petunjuk dan lurus. Peganglah dan
gigitlah dengan gigi geraham. Jauhilah
semua perkara baru (dalam agama), karena semua perkara baru (dalam
agama) adalah bid’ah, dan semua bid’ah merupakan kesesatan [HR Abu Dawud, no. 4607; Tirmidzi, 2676; ad-Darimi; Ahmad; dan lainnya dari al-‘Irbadh bin Sariyah].
Memang
tidak dipungkiri ada sebagian orang yang menisbatkan diri sebagai
pengikut Sunnah dan Salaf, tetapi mereka berpecah-belah. Padahal
sesungguhnya manhaj Salaf tidak berselisih dan berpecah. Yang
berselisih dan berpecah adalah orang-orang yang menisbatkan diri
kepadanya, namun dalam kenyataan ada penyimpangan, baik disadari
ataupun tidak. Sebagaimana banyak orang menisbatkan diri sebagai
pemeluk agama Islam, namun kenyataannya jauh dari agama Islam yang haq.
Agama Islam memerintahkan persatuan, pemeluknya berpecah-belah. Manhaj
Salaf merupakan jalan persatuan, namun orang-orang yang menisbatkan
diri kepadanya berpecah-belah. Sesungguhnya semua sebagai ujian, bagi siapapun yang paling baik amalannya, paling ikhlas dan mengikuti Sunnah. Wallâhul-Musta’an.
5.Terselamatan Dari Sikap Ghuluw Dan Taqshîr.
Sesungguhnya setan memiliki dua jalan untuk menyesatkan kaum Muslimin.
•. Jika seorang muslim itu termasuk orang yang meremehkan kewajiban dan pelaku maksiat, maka setan akan menghiasi kemaksiatan dan syahwat kepadanya, sehingga ia tetap terjauh dari ketaatan kepada Allâh dan Rasul-Nya.
•. Jika seorang muslim itu termasuk pelaku ketaatan dan ibadah, maka setan akan menghiasi sikap berlebihan dan melewati batas kepadanya, hingga setan bisa merusakkan agamanya.
Sesungguhnya setan memiliki dua jalan untuk menyesatkan kaum Muslimin.
•. Jika seorang muslim itu termasuk orang yang meremehkan kewajiban dan pelaku maksiat, maka setan akan menghiasi kemaksiatan dan syahwat kepadanya, sehingga ia tetap terjauh dari ketaatan kepada Allâh dan Rasul-Nya.
•. Jika seorang muslim itu termasuk pelaku ketaatan dan ibadah, maka setan akan menghiasi sikap berlebihan dan melewati batas kepadanya, hingga setan bisa merusakkan agamanya.
Seseorang tidak akan selamat dari sikap ghuluw (melewati batas) dan taqshir (meremehkan) ini kecuali dengan mengikuti Sunnah Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Di antara bahaya ghuluw (melewati batas) dalam beragama, seperti ditunjukkan oleh sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, dari hadits Hudzaifah radhiyallahu ‘anhu:
«إِنَّ
أَخْوَفَ مَا أَخَافُ عَلَيْكُمْ رَجُلٌ قَرَأَ الْقُرْآنَ حَتَّى إِذَا
رُئِيَتْ بَهْجَتُهُ عَلَيْهِ، وَكَانَ رِدْئًا لِلْإِسْلَامِ، انْسَلَخَ
مِنْهُ وَنَبَذَهُ وَرَاءَ ظَهْرِهِ، وَسَعَى عَلَى جَارِهِ بِالسَّيْفِ،
وَرَمَاهُ بِالشِّرْكِ»، قَالَ: قُلْتُ: يَا نَبِيَّ اللَّهِ، أَيُّهُمَا
أَوْلَى بِالشِّرْكِ، الْمَرْمِيُّ أَمِ الرَّامِي؟ قَالَ: «بَلِ
الرَّامِي»
“Sesungguhnya
yang paling aku khawatirkan atas kamu adalah seseorang yang telah
membaca (menghafal) al-Qur’ân, sehingga ketika telah nampak
kebagusannya terhadap al-Qur’ân dan ia menjadi pembela Islam, ia
terlepas dari al-Qur’ân, membuangnya di belakang punggungnya, dan
menyerang tetangganya dengan pedang dan menuduhnya dengan kemusyrikan”.
Aku (Hudzaifah) bertanya, “Wahai Nabi Allâh, siapa yang lebih pantas
dengan kemusyrikan, penuduh atau orang yang dituduh?” Beliau menjawab,
“Penuduhnya.” [HR Bukhâri dalam at-Tarikh, Abu Ya’la, Ibnu Hibban, dan al-Bazzar. Lihat ash-Shahîhah, no. 3201, karya al-Albani].
6.Merupakan Solusi Untuk Meraih Kemuliaan.
Keadaan buruk yang menimpa umat Islam ini disebabkan jauhnya mereka dari agama Allâh. Keadaan umat ini tidak akan menjadi baik kecuali dengan kembali menuju agama ini. Solusi ini ketetapan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagaimana hadits berikut:
Keadaan buruk yang menimpa umat Islam ini disebabkan jauhnya mereka dari agama Allâh. Keadaan umat ini tidak akan menjadi baik kecuali dengan kembali menuju agama ini. Solusi ini ketetapan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagaimana hadits berikut:
عَنْ
ابْنِ عُمَرَ قَالَ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ يَقُولُ: إِذَا تَبَايَعْتُمْ بِالْعِينَةِ وَأَخَذْتُمْ
أَذْنَابَ الْبَقَرِ وَرَضِيتُمْ بِالزَّرْعِ وَتَرَكْتُمْ الْجِهَادَ
سَلَّطَ اللَّهُ عَلَيْكُمْ ذُلاًّ لاَ يَنْزِعُهُ حَتَّى تَرْجِعُوا
إِلَى دِينِكُمْ
Dari Ibnu Umar, ia berkata:”Aku mendengar Rasûlullâh
Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: ‘Jika kamu berjual-beli ‘inah
(semacam riba), kamu memegangi ekor-ekor sapi, kamu puas dengan
tanaman, dan kamu meninggalkan jihad, (maka) Allâh pasti akan
menimpakan kehinaan kepada kamu, Dia tidak akan menghilangkan kehinaan itu sehingga kamu kembali menuju agama kamu’.” [HR Abu Dawud, no. 3462; Ahmad, no. 4825; dll. Lihat ash-Shahîhah, no. 11].
Adapun
yang dimaksud kembali kepada agama Islam, adalah kembali kepada Sunnah
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang telah diamalkan oleh para
sahabat.
7. Mengamalkan Dan Mendakwahkan Sunnah Nabi Merupakan Amalan Yang Besar.
Pelakunya akan mendapatkan pahala sebanyak pahala orang yang mengikutinya. Ini ditunjukkan oleh banyak hadits shahîh, antara lain:
Pelakunya akan mendapatkan pahala sebanyak pahala orang yang mengikutinya. Ini ditunjukkan oleh banyak hadits shahîh, antara lain:
عَنْ
أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ قَالَ مَنْ دَعَا إِلَى هُدًى كَانَ لَهُ مِنْ الْأَجْرِ مِثْلُ
أُجُورِ مَنْ تَبِعَهُ لَا يَنْقُصُ ذَلِكَ مِنْ أُجُورِهِمْ شَيْئًا
وَمَنْ دَعَا إِلَى ضَلَالَةٍ كَانَ عَلَيْهِ مِنْ الْإِثْمِ مِثْلُ
آثَامِ مَنْ تَبِعَهُ لَا يَنْقُصُ ذَلِكَ مِنْ آثَامِهِمْ شَيْئًا
Dari Abu Hurairah bahwa Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam : “Barangsiapa mengajak menuju petunjuk, (maka) ia mendapatkan pahala seperti pahala orang-orang yang mengikutinya, itu tidak mengurangi pahala mereka sedikitpun. Dan barangsiapa mengajak menuju kesesatan, (maka) ia menanggung dosa seperti dosa orang-orang yang mengikutinya, itu tidak mengurangi dosa-dosa mereka sedikitpun. [HR Muslim, no. 2674]
8. Menjadi Faktor Yang Menyelamatkan Dari Berbagai Keburukan.
Sesungguhnya Allah telah memberikan ancaman keras terhadap orang-orang yang menyelisihi perintah Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam , maka jalan keselamatan dari ancaman itu ialah mengikuti Sunnah Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Allâh Ta’ala berfirman:
Sesungguhnya Allah telah memberikan ancaman keras terhadap orang-orang yang menyelisihi perintah Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam , maka jalan keselamatan dari ancaman itu ialah mengikuti Sunnah Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Allâh Ta’ala berfirman:
فَلْيَحْذَرِ الَّذِينَ يُخَالِفُونَ عَنْ أَمْرِهِ أَنْ تُصِيبَهُمْ فِتْنَةٌ أَوْ يُصِيبَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ
Maka hendaklah orang-orang yang menyalahi perintah-nya (Rasul) takut akan ditimpa cobaan atau ditimpa azab yang pedih [an-Nûr/24:63].
Imam Ibnu Katsir rahimahullâh berkata: “Firman-Nya (Maka hendaklah orang-orang yang menyalahi perintah-nya), yaitu perintah Rasul Shallallahu ‘alaihi wa sallam, yaitu jalan, ajaran, Sunnah, dan syari’at beliau.
Sehingga seluruh perkataan dan perbuatan (manusia) ditimbang dengan
perkataan dan perbuatan beliau. Yang sesuai dengan itu diterima, dan
yang menyelisihinya dikembalikan kepada orang yang mengatakannya atau
orang yang melakukannya, siapa ia. Agar orang yang menyelisihi syari’at
Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam, secara lahir atau batin
merasa takut (akan ditimpa fitnah/cobaan/musibah), yakni di dalam hati
mereka, yang berupa kekafiran, atau kemunafikan, atau bid’ah (atau
ditimpa azab yang pedih), yakni di dunia dengan pembunuhan, had
(hukuman), penahanan, atau semacamnya”.[8]
9. Terselamatkan Dari Neraka.
Kaum Muslimin yang berpegang kepada Islam yang murni berdasarkan ajaran Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabat adalah firqah an-najiyah (golongan yang selamat) dari ancaman neraka, sebagaimana disebutkan dalam hadits iftiraqul-ummah di bawah ini:
Kaum Muslimin yang berpegang kepada Islam yang murni berdasarkan ajaran Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabat adalah firqah an-najiyah (golongan yang selamat) dari ancaman neraka, sebagaimana disebutkan dalam hadits iftiraqul-ummah di bawah ini:
عَنْ
عَوْفِ بْنِ مَالِكٍ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ افْتَرَقَتِ الْيَهُودُ عَلَى إِحْدَى وَسَبْعِينَ فِرْقَةً
فَوَاحِدَةٌ فِي الْجَنَّةِ وَسَبْعُونَ فِي النَّارِ وَافْتَرَقَتِ
النَّصَارَى عَلَى ثِنْتَيْنِ وَسَبْعِينَ فِرْقَةً فَإِحْدَى وَسَبْعُونَ
فِي النَّارِ وَوَاحِدَةٌ فِي الْجَنَّةِ وَالَّذِي نَفْسُ مُحَمَّدٍ
بِيَدِهِ لَتَفْتَرِقَنَّ أُمَّتِي عَلَى ثَلَاثٍ وَسَبْعِينَ فِرْقَةً
وَاحِدَةٌ فِي الْجَنَّةِ وَثِنْتَانِ وَسَبْعُونَ فِي النَّارِ قِيلَ يَا
رَسُولَ اللَّهِ مَنْ هُمْ قَالَ الْجَمَاعَةُ
Dari Auf bin Malik radhiyallohu ‘anhu, ia berkata: Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
• Orang-orang Yahudi telah bercerai-berai menjadi 71 kelompok, satu di dalam surga, 70 di dalam neraka.
• Orang-orang Nashara telah bercerai-berai menjadi 72 kelompok, 71 di dalam neraka, satu di dalam surga.
• Demi (Allâh) Yang jiwa Muhammad di tangan-Nya, umatku benar-benar akan bercerai-berai menjadi 73 kelompok, satu di dalam surga, 72 di dalam neraka”.
• Beliau ditanya: “Wahai, Rasûlullâh! Siapakah mereka itu?” Beliau menjawab: “Al-Jama’ah” [HR Ibnu Majah, no. 3992; Ibnu Abi Ashim, no. 63; Al-Lalikai, 1/101. Hadits ini berderajat hasan. Dishahîhkan oleh al-Albani dalam Shahîh Ibni Majah, no. 3226].
• Orang-orang Yahudi telah bercerai-berai menjadi 71 kelompok, satu di dalam surga, 70 di dalam neraka.
• Orang-orang Nashara telah bercerai-berai menjadi 72 kelompok, 71 di dalam neraka, satu di dalam surga.
• Demi (Allâh) Yang jiwa Muhammad di tangan-Nya, umatku benar-benar akan bercerai-berai menjadi 73 kelompok, satu di dalam surga, 72 di dalam neraka”.
• Beliau ditanya: “Wahai, Rasûlullâh! Siapakah mereka itu?” Beliau menjawab: “Al-Jama’ah” [HR Ibnu Majah, no. 3992; Ibnu Abi Ashim, no. 63; Al-Lalikai, 1/101. Hadits ini berderajat hasan. Dishahîhkan oleh al-Albani dalam Shahîh Ibni Majah, no. 3226].
10. Menjadi Faktor Yang Memasukkan Ke Dalam Surga.
Mentaati Rasul merupakan jalan ke surga. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
Mentaati Rasul merupakan jalan ke surga. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
كُلُّ
أُمَّتِي يَدْخُلُونَ الْجَنَّةَ إِلَّا مَنْ أَبَى قَالُوا يَا رَسُولَ
اللَّهِ وَمَنْ يَأْبَى قَالَ مَنْ أَطَاعَنِي دَخَلَ الْجَنَّةَ وَمَنْ
عَصَانِي فَقَدْ أَبَى
“Seluruh
umatku akan masuk surga, kecuali yang enggan!” Para sahabat bertanya:
“Wahai, Rasûlullâh! Siapakah yang enggan?” Beliau menjawab: “Siapa saja mentaatiku, ia masuk surga, dan siapa saja bermaksiat kepadaku, maka ia benar-benar enggan (masuk surga)”. [HR Bukhari, no. 7280, dari Abu Hurairah].
Demikian
sedikit penjelasan dari sebagian keutamaan dan keindahan mengikuti
Sunnah Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Semoga Allâh selalu
membimbing kita di atas jalan yang Dia cintai dan ridhai, âmîn.
[Disalin
dari majalah As-Sunnah Edisi 10/Tahun XVI/1434H/2013. Diterbitkan
Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo – Purwodadi Km.8 Selokaton
Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-858197 Fax 0271-858196]
_______
Footnote
[1]. Al-Fushul fî Mush-thalah Haditsir-Rasul, Syaikh Tsanaullah az-Zahidi, hlm. 3.
[2]. Lihat kitab-kitab ushul fiqih dalam bab as-Sunnah.
[3]. Mudzakkirah Ushulil-Fiqih, Syaikh Muhammad Amin asy-Syinqithi, hlm. 4.
[4]. Jami’ul-‘Ulum wal-Hikam, penerbit Darul-Ma’rifah, Beirut, cet. 1, th. 1408 H, hlm. 263.
[5]. Tafsir Ibnu Katsir, surat Ali-‘Imran/3 ayat 31.
[6]. Asy-Syifa’, hlm. 571, dinukil dari Abhâts fil-I’tiqad, karya Abdul ‘Aziz bin Muhammad Alu Abdul-Lathif, hlm. 37.
[7]. Tafsir Taisir-Karimir-Rahman, surat an-Nûr/24:54.
[8]. Tafsir Ibnu Katsir, surat an-Nûr/24:63.
_______
Footnote
[1]. Al-Fushul fî Mush-thalah Haditsir-Rasul, Syaikh Tsanaullah az-Zahidi, hlm. 3.
[2]. Lihat kitab-kitab ushul fiqih dalam bab as-Sunnah.
[3]. Mudzakkirah Ushulil-Fiqih, Syaikh Muhammad Amin asy-Syinqithi, hlm. 4.
[4]. Jami’ul-‘Ulum wal-Hikam, penerbit Darul-Ma’rifah, Beirut, cet. 1, th. 1408 H, hlm. 263.
[5]. Tafsir Ibnu Katsir, surat Ali-‘Imran/3 ayat 31.
[6]. Asy-Syifa’, hlm. 571, dinukil dari Abhâts fil-I’tiqad, karya Abdul ‘Aziz bin Muhammad Alu Abdul-Lathif, hlm. 37.
[7]. Tafsir Taisir-Karimir-Rahman, surat an-Nûr/24:54.
[8]. Tafsir Ibnu Katsir, surat an-Nûr/24:63.