Aswaja
Indon bukanlah sebutan untuk Aswaja yang banyak ditulis dalam sejarah
perjalanan perkembangan paham paham Islam dari masa ke masa. Aswaja
Indon lebih tepat sebuah muara pemikiran Islam Kejawaan, atau
sentralisasi kiblat beragama berdasarkan retorika berpikir Jawa.
Terutama gagasan gagasan Walisongo, menjadi kiblat utama mereka
menafsirkan Islam, sehingga tidak memerlukan legalitas agama dari Islam
asalnya. Sebab terlalu banyak potensi kejawaan di dalamnya yang dikemas
dengan kata ”Ulama Pewaris Nabi”, meskipun kenyataannya
bukanlah warisan nabi yang menjadi standar keagamaannya.
Kata
”Aswaja” menjadi kependekan dari Ahlus-Sunah wal-Jamaah,
justru tidak ada relevansinya dengan metode
“Ahlus-Sunnah“yang terdapat dalam kitab kitab klasik. Nama
“Aswaja” bisa disebut sekedar legalisasi kelompok
tradisional guna meluluskan banyak ide-ide cemarlangnya dalam
memasarkan paham-paham kejawaan yang dikemas dengan nilai amaliyah
Islam. Sama halnya dengan seorang yang pakai nama Nabi:
”Muhammad”, nama tersebut bisa dipakai semua orang, tetapi
tidak berarti bahwa nama ”Muhammad” merupakan kepribadian
orangnya. Aswaja Indon lebih tepat disebut jelmaan aliran-aliran
'aqliyah, yang menempatkan akal manusia jauh diatas dasar dasar
naqliyah. Sehingga lebih menyerupai sebuah alibi menguasai massa, bukan
pada target agama yang monumental kenabian.
Itulah
sebabnya Aswaja yang korelasi dengan kombinatif Jawa Islam sulit
menerima paham-paham produk orang lain yang mengusik ketenangannya.
Aswaja yang dibesarkan dan banyak diasuh oleh militansi lingkungan
Syi'ah menjadi benteng utama perlindungan Syi'ah dalam membendung arus
pemikiran Wahabi, kendati statement 'wahabi' menjadi lebih trendy di
kalangan Syi'ah. Aswaja cukup menjadi jembatan tol penyebarangan Syi'ah
menuju wilayah orang-orang yang masih primitif dalam beragama.
Maksudnya dalam mempertahankan ajaran-ajaran adat lewat jendela agama.
Sebagai bukti dalam percaturan agama Islam, hanya Aswaja Indon dan
Syi'ah yang memaksa umat agar menolak Wahabi, sekalipun dengan sekedar
aksen kebohongan yang mereka buat.
Perpaduan
Aswaja Indon dan Syi'ah sangat luar biasa, bahkan tak ada perbedaan
dalam menangkis dakwah-dakwah Wahabi. Kedua kelompok ini dengan
taqiyahnya selalu mengecilkan kata “wahabi” bukan dengan
nalar ilmiah, tetapi apologetik yang disebut Taqiyah. Misalnya
perkataan perkataan Aswaja Indon tentang Al-Bany, seorang Ulama hadist
abad moderen, bagaimana adab adab yang diajarkan di pesantren menjadi
redup seketika, ketika kyai-kyai mereka berteriak lantang dengan
menyebut ”wahabi” sebagai ajaran sesat. Muncul serentetan
kebencian yang di luar akal sehat : ”Albani desibut ngalbany,
Utsaimin disebut ”Ngusaimin , Bin Baz, disebut si buta
ngabas”. terhadap Ibnu Taimiyah dan Ibnu Qayyim al Jauzi sebagai
bapak yang melahirkan ‘ Muhammad bin Abdul wahabpun disebut juga
dengan kata kata yang tidak beradab. Syi'ah paling berhasil dan memetik
buahnya dengan kekeruhan berfikir Aswaja, yang membuat aswaja Paranoid
dengan Wahabi.
Tidak
ada lagi sopan santun pesantren yang konon mengajarkan akhlaqul
karimah; yang ada pembelaan membabi buta mereka dalam mempertahankan
warisan adat (maaf bukan warisan Islam). lewat aksi aksi kebencian
dengan berbagai modus dan tipe anti kebencian yang mereka lontarkan.
Porsi terbesar di tentukan oleh KH. Said Aqil Siroj, seorang ketua Umum
PB NU, mengaburkan wahabi dengan sebutan cikal bakal terorisme,
meskipun tindakan kang said banyak yang menentangnya dari kalangan NU.
Ucapan ucapan Said Aqil siraj-pun melewati batas, dengan menggambarkan
bom bom yang meledak di Indonesia dan negara negara Asing sebagai
bagian dari sepak terjangan wahabi. Said Aqil Siroj paling lantang dan
paling cerdas dalam membangun opini anti wahabi, dengan menyebut wahabi
sebagai sebuah kelompok yang berbeda dengan Islam. Pengkafiran Said
Aqil banyak ditiru santri-santri dari masyarakat muslim yang tergabung
di NU, bahwa sumber terorisme adalah wahabi. Hingga dalam berbagai
wawancaa KH. Said Aqil Siroj dalam berbagai media mengumandangkan anti
wahabi, sebagai musuh agama. Sebuah rencana Syi'ah yang luar biasa,
terlalu banyak ulama ulama yang masuk perangkap Syi'ah dan menjadi
pembela kebatilan.
Taqiyah
taqiyah Aswaja yang ditebarkan di berbagai media selalu menyebut Wahabi
sebagai islam radikalisme, tanpa memperhatikan sikap-sikap arogansi
warga NU, banser, Anshor yang membabi buta mengobarkan permusuhan
dengan cara merusak pengajian pengajian MTA, misalnya. Dalam hal ini NU
berdiri yang paling Islam, ketika memporak-porandakan pengajian orang
lain dengan sekedar asumsi : ”itu si MTA ngatain NU syirik dan bid’ah segala”.
Ketersinggungan NU ini bisa dilihat di situs resminya, bagaimana gaya
NU menulis berita dan artikel anti wahabi. Dominan disebut provokasi NU
terhadap kelompok-kelompok Islam. Terkadang menyuarakan Aswaja NU Indon
sebagai kelompok pluralis sejati, walaupun pada intinya sangat standar
ganda. Diantaranya mencela dan merusak kegiatan dan kelompok lain.
Densus
99 produk pemikiran Aswaja Indon, lebih memenuhi kriteria mata-mata NU
dalam melacak kegiatan kegiatan Wahabi dalam berbagai arena. Bahkan
dengan kekuatan otot Aswaja Indon bisa mengerahkan massa untuk
memberangus paham lain yang tidak sejalan dengan Aswaja Indon, dengan
alasan mengganggu kelompok mereka. Contoh lain dari taqiyah NU,
“wah wahabi keji, tidak mau membantu rakyat Palestin”,
bahkan meminta rakyat Palestina meninggalkan negerinya. Padahal sejak
perjuangan pembebasan rakyat Palestina tidak pernah terlepas dari Dana
Arab Saudi. Juga pernah menyebut wahabi mencabut nama
“Israel” dari buku hitam musuh musuh Islam. Padahal kalau
mau bercermin muka, Wahid Institute itu apa? dari mana dananya.
Termasuk dana dana dari Israel atas Yayasan Simon Peres itu dari mana.
Terlalu banyak gaya dan taqiyah aswaja yang lebih dominan kalau disebut
”anak anak syiah wilayah jawa (aswaja) yang mengambil bagian
menciptaka paranoid dalam kehidupan Aswaja dalam berdampingan dengan
paham lain.
[selesai – dikutip dari : kompasiana dengan sedikit perbaikan kata].
*******
Saya berkata : Artikel di atas menarik, hanya saja pemakaian kata 'taqiyyah' kurang tepat. Makna taqiyyah adalah
: Menyembunyikan keimanan karena tidak mampu menampakkannya
ditengah-tengah orang kafir dalam rangka menjaga jiwa, kehormatan dan
hartanya dari kejahatan mereka. Mungkin kata yang tepat yang menggantikan kata 'taqiyyah' dalam artikel di atas adalah 'tuduhan' atau 'propaganda' atau sejenisnya.
from= http://abul-jauzaa.blogspot.fr/2013/08/paranoid-aswaja-indon-menghadapi-wahabi.html
from= http://abul-jauzaa.blogspot.fr/2013/08/paranoid-aswaja-indon-menghadapi-wahabi.html