Ustadz, apakah ada niat khusus (niat zakat) ketika mengeluarkan zakat fitrah?
Jawaban:
Jawaban:
Niat zakat fitrah
Niat ikhlas dalam ibadah adalah bagian dari rukun diterimanya ibadah. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Semua amal tergantung pada niatnya.” (H.r. Bukhari dan Muslim). Jika seseorang beribadah namun tidak ikhlas, ibadahnya tidak diterima oleh Allah.
Niat adalah amal yang bertempat di hati. Dengan demikian, tidak boleh
melafalkan niat dalam melakukan ibadah apa pun, termasuk ketika membayar
zakat fitrah, karena Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam –orang yang paling sempurna ibadahnya– tidak pernah mengajarkan maupun mengamalkan lafal niat, dalam ibadah apa pun.
Berniat itu wajib dilakukan tetapi tidak boleh dilafalkan. Oleh karena itu, melafalkan niat termasuk perbuatan yang keluar dari ajaran Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Berikut ini beberapa keterangan ulama tentang larangan melafalkan niat.
Dalam hal ini, kasus yang mereka bahas adalah melafalkan niat ketika
shalat.
Pertama,
Al-Qadhi Abur Rabi’ Asy-Syafi’i mengatakan, “Mengeraskan niat dan
bacaan di belakang imam bukanlah bagian dari sunah. Bahkan, ini adalah
sesuatu yang dibenci. Jika ini mengganggu jemaah shalat yang lain maka
hukumnya haram.” (Al-Qaulul Mubin, Syekh Masyhur Hasan, hlm. 91)
Kedua,
kesalahpahaman terhadap keterangan Imam Syafi’i terkait bacaan di awal
shalat. Sebagian orang yang bermazhab Syafi’iyah salah paham terhadap
ucapan Imam Syafi’i. Mereka mengira bahwa Imam Syafi’i mewajibkan
melafalkan niat. Imam Asy-Syafi’i mengatakan, “… Shalat itu tidak sah,
kecuali denganan-nuthq.” (Al-Majmu’, 3:277)
“An-nuthq” artinya ‘berbicara’ atau ‘mengucapkan’. Sebagian pengikut Syafi’iyah memaknai “an-nuthq” di sini dengan ‘melafalkan niat’. Padahal, ini adalah salah paham terhadap maksud beliau rahimahullah. Dijelaskan oleh An-Nawawi bahwa yang dimaksud dengan “an-nuthq”
di sini bukanlah mengeraskan bacaan niat, namun maksudnya adalah
‘mengucapkan takbiratul ihram’. An-Nawawi mengatakan, “Ulama kami
(Syafi’iyah) mengatakan, ‘Orang yang memaknai demikian telah berbuat
keliru. Yang dimaksud Asy-Syafi’i dengan ‘an-nuthq‘ ketika shalat bukanlah melafalkan niat namun maksud beliau adalah takbiratul ihram.’” (Al-Majmu’, 3:277)
Kesalahpahaman ini juga dibantah oleh Abul Hasan Al-Mawardi Asy-Syafi’i;
beliau mengatakan, “Az-Zubairi telah salah dalam mentakwil ucapan Imam
Syafi’i dengan wajibnya mengucapkan niat ketika shalat. Ini adalah
takwil yang salah. Yang dimaksudkan ‘wajibnya mengucapkan’ adalah ketika
takbiratul ihram.” (Al-Hawi Al-Kabir, 2:204)
Selama sudah ada keinginan dalam hati seseorang untuk melakukan zakat fitrah maka dia sudah dianggap berniat melakukan zakat fitrah.
Hanya saja, untuk bisa mendapatkan pahala yang lebih, seseorang bisa
menghadirkan hal yang lain. Di antara hal yang perlu dihadirkan dalam
hati ketika hendak beribadah adalah:
- Ibadah ini dilakukan karena mengikuti perintah Allah dan Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam.
- Zakat fitrah ini dalam rangka melestarikan sunah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.
- Ingin menunjukkan rasa cinta dan perhatiannya kepada orang miskin muslim yang membutuhkan.
- Jika diberikan kepada kerabat maka hadirkan niat untuk bersilaturahim dan menjalin hubungan dekat dengan keluarga.
Dengan menghadirkan beberapa niat di atas ketika beramal, seseorang akan mendapatkan pahala lebih.
Contoh tidak melakukan niat zakat
Dalam Fatawa Syabakah Islamiyah,
di bawah bimbingan Dr. Abdullah Al-Faqih, terdapat pertanyaan, “Apa
hukum orang yang menyerahkan sedekah di bulan Ramadan, hanya saja tidak
dimaksudkan untuk zakat fitrah (tidak niat zakat fitrah), tetapi hanya sebatas sedekah untuk membantu orang yang membutuhkan?
Apakah sedekah ini bisa menggantikan kewajiban zakat fitrah?”
Jawaban, “Zakat fitrah adalah ibadah, yang tidak sah kecuali dengan
niat, sebagaimana yang telah dipahami. Orang yang mengeluarkan sedekah
tersebut di bulan Ramadan –dengan tujuan membantu orang yang
membutuhkan– tidak bisa disebut zakat fitrah, berdasarkan kesepakatan
ulama, karena sedekah tersebut tidak bisa menggantikan kedudukan zakat
fitrah.” (Fatawa Syabakah Islamiyah, no. 23506)
Fatwa ulama Hadramaut (sumber: http://mualm.com)
Syekh Ahmad bin Hasan Al-Mu’alim pernah ditanya, “Apakah disyaratkan
adanya niat ketika membayar zakat fitrah, sebagaimana ibadah lainnya?
Bolehkan niat ini dilafalkan?”
Beliau menjelaskan, “Termasuk syarat sah membayar zakat fitrah adalah
niat karena niat merupakan amal yang agung dalam Islam. Sebagaimana
kandungan hadist dari Umar bin Khaththab; Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إنما الأعمال بالنيات وإنما لكل امرىء ما نوى
‘Sesungguhnya, amal itu tergantung pada niat, dan sesungguhnya (pahala) yang diperoleh seseorang sesuai niatnya.’ (H.r. Bukhari dan Muslim)
Dengan demikian, suatu amal tidak akan diterima kecuali dengan niat;
tempat niat itu di hati. Imam Nawawi telah menyebutkan dalam kitabnya, Al-Majmu’,
bahwa jika seseorang berniat di dalam hatinya tanpa dilafalkan dengan
lisannya maka amalnya sah, ulama menyepakati ini. Sebaliknya, jika ada
orang yang melafalkan niat dengan lisannya –yaitu niat untuk menunaikan
zakat fitrah– namun hatinya tidak berniat maka hampir semua ulama
mengatakan amalnya tidak sah. Karena itu, niat itu bertempat di hati,
dan tidak ada anjuran untuk melafalkannya karena tidak ada dalil tentang
hal itu.” (Nafahatul Atrh fil Ijabati ‘ala As’ilati Zakatil Fitri, no. 6)
Syekh Ahmad bin Hasan Al-Mu’alim adalah salah satu ulama barisan ahlus
sunah dari Wadi ‘Amd, Hadramaut. Beliau merupakan khatib tetap di Masjid
Khalid bin Walid Al-Mikla di Hadramaut. Beliau juga menjadi ketua
“Majelis Ulama Ahlus Sunnah wal Jamaah” di Hadramaut.
Disusun oleh Ustadz Ammi Nur Baits (Dewan Pembina Konsultasi Syariah).
Artikel www.KonsultasiSyariah.com
Artikel www.KonsultasiSyariah.com
Sumber: https://konsultasisyariah.com/7084-niat-zakat-fitrah.html