Oleh
Ustadz Arif Fathul Ulum bin Ahmad Saifullah
Ustadz Arif Fathul Ulum bin Ahmad Saifullah
Sebagian
orang menyangka bahwa Salafiyah adalah kelompok hizbiyah seperti halnya
Hizbut Tahrir, Ikhwanul Muslimin, Quthubiyah Sururiyah dan Jama’ah
Tabligh, dan bahwasanya seorang salafi seperti halnya seorang ikhwani
atau tablighi atau quthbi dari segi hukum dan pemahaman.
Mereka
menyangka bahwasanya istilah Salafiyah adalah istilah yang baru muncul
dalam kurun waktu yang tidak lama. Ucapan ini sering muncul dari mulut
para pentolan “jama’ah-jama’ah kontemporer” di media massa. Ada juga
yang mengatakan bahwa pendiri dakwah Salafiyah adalah Syaikh Muhammad
bin Abdul Wahhab seakan-akan dakwah ini belum pernah dikenal sebelumnya
sebagaimana dikatakan oleh penulis kitab Mausu’ah Muyassaroh fil Adyan
wal Madzahib Muashirah (hal, 273)!
Ada
lagi yang meluncurkan syubhat bahwasanya Salafiyah tidak lain hanyalah
suatu kurun waktu dan bukan suatu madzhab seperti Al-Buthi dalam
kitabnya Salafiyah Laisat Madzhaban!
Yang
sangat disayangkan, ternyata masih ada di antara para da’i yang mengaku
beraqidah salaf yang sengaja menjauhi penisbahan kepada Salafiyah dalam
dakwah mereka, seakan-akan nama Salafiyah adalah nama yang tabu atau
karena nisbah tersebut membuat mereka tidak leluasa bergerak “di arena
dakwah” mereka.
Padahal
tidak ada yang lebih membanggakan seorang muslim dari menisbahkan diri
kepada salaf. Lafazh Salafiyah atau Salafi tidaklah digunakan oleh para
ulama Ahlus Sunnah kecuali dalam kebaikan. Lihatlah dalam kitab-kitab
para ulama terutama dalam kitab-kitab biografi, mereka tidaklah
menyebut Salaf atau Salafi melainkan sebagai pujian. Begitu sering para
ulama menyebutkan biografi seseorang dan menyebutkan di antara
manaqibnya adalah karena dia berjalan di atas manhaj Salaf!
Maka
di dalam pembahasan yang ringkas ini akan kami paparkan sikap yang
seharusnya ditempuh oleh seorang muslim di dalam masalah ini dan
sekaligus kami bawakan nukilan dari perkataan-perkataan para ulama dari
berbagai generasi tentang nisbah kepada Salaf.
PENGERTIAN SALAFIYAH
Salafiyah
adalah penisbatan kepada Salaf. Dan Salaf secara bahasa dari sin, lam
dan fa yang menunjukkan makna yang sudah berlalu dan terdahulu ([Mu’jam
Maqayis Lughah, Ibnu Faris, 3/95]
Fairuz Abadi berkata : “Salaf adalah orang-orang yang mendahuluimu dari nenek moyangmu dan kerabatmu” [Qamusul Muhith 3/153]
Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda kepada Fathimah Radhiyallahu
‘anha di saat beliau sakit keras menjelang wafat. “Artinya : Bertaqwalah kepada Alloh dan bersabarlah, maka sesungguhnya sebaik-baik salaf (pendahulu) bagimu adalah aku” [Muttafaq ‘Alaihi, Shahih Bukhari 5/2317 dan Shahih Muslim 4/1904]
Adapun
secara istilah maka madzhab Salaf adalah jalan yang ditempuh oleh para
sahabat dan orang-orang yang menempuh jalan mereka. Al-Qalsyani berkata
: “Salafush
Shalih adalah generasi pertama yang mendalam keilmuan mereka, yang
mengikuti jalan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, yang selalu menjaga
sunnah Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, Alloh pilih mereka sebagai
sahabat NabiNya, dan Alloh tugaskan mereka untuk menegakkan agamaNya…” [Tahrirul Maqalah min Syarhi Risalah hal. 36]
Syaikh Bakr bin Abdullah Abu Zaid berkata : ‘Jika
disebut Salaf atau Salafiyun atau Salafiyah, maka dia adalah nisbah
kepada Salafush Shalih yakni para sahabat dan orang-orang yang
mengikuti mereka dalam kebaikan, bukan orang-orang yang cenderung
kepada hawa nafsu dari generasi sesudah sahabat dan menyempal dari
jalan para sahabat dengan nama atau symbol –mereka inilah yang disebut
khalafi, nisbah kepada khalaf-. Adapun orang-orang yang teguh di atas
manhaj kenabian maka mereka menisbahkan diri kepada Salafush Shalih
sehingga mereka dsiebut Salaf dan Salafiyyun dan nisbah kepada mereka
adalah Salafi” [Hukmul Intima hal. 90]
SALAFIYYUN ANTI HIZBIYAH
Hizbiyah secara bahasa nisbah kepada hizb yaitu kelompok atau kumpulan manusia. [Qamusul Mhith hal.94]
Jika hizb (kelompok) tersebut dijadikan sebagai standar kebenaran dan menjadi dasar bagi wala (loyalitas) dan bara’ (kebencian dan permusuhan) maka inilah hizbiyah yang dicela oleh Alloh dalam KitabNya.
“Artinya : Janganlah
kalian termasuk orang-orang yang mempersekutukan Alloh, yaitu
orang-orang yang memecah-belah agama mereka dan mereka menjadi beberapa
golongan. Tiap-tiap golongan merasa bangga dengan apa yang ada pada
golongan mereka” [Ar-Rum : 31-32]
Ibnu Abbas Radhiyallahu ‘anhuma berkata : Mu’awiyah berkata kepadaku : ‘Apakah kamu berada di atas milah Ali? Maka aku berkata : “Tidak, dan aku juga tidak berada di atas millah Utsman. Aku berada di atas millah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam” [Ibanah Kubra, Ibnu Baththah, 1/355]
Lihatlah
bagaimana Ibnu Abbas Radhiyallahu ‘anhuma membenci hizbiyah meskipun
hizbiyah tersebut disandarkan kepada salah seorang Khulafaur Rasyidin.
Demikianlah, Salafush Shalih sangat membenci hizbiyah kepada kelompok
apa pun.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata ; “Tidak diperbolehkan bagi seorangpun untuk mengambil suatu perjanjian atas seseorang agar dia selalu menyetujui apa yang dia
selalu menyetujui apa yang dia kehendaki, memberikan loyalitas kepada
siapa saja yang disukai oleh yang dia bai’at, memusuhi siapa saja yang
memusuhi orang yang dia bai’at. Bahkan orang yang berbai'at seperti ini
adalah seperti model Jengkhis Khan yang menjadikan siapa saja yang
cocok dengan mereka adalah teman yang loyal, dan siapa saja yang
menyelisihinya adalah musuh yang harus dibenci” [Majmu Fatawa 28/16]
Syaikh Bakr bin Abdullah Abu Zaid berkata : “Sesungguhnya
tangan Alloh diatas jama’ah, maka tidak ada pengelompokan dan hizbiyah
dalam Islam. Maka aku meminta perlindungan Alloh kepadamu agar engkau
tidak luluh sehingga menjadi rampasan kelompok-kelompok,
madzhab-madzhab yang batil dan partai-partai yang ghuluw yang
menjadikan wala dan bara di atas hizbiyah tersebut. Maka jadilah engkau
seorang penuntut ilmu yang berjalan di atas jalan yang lurus, mengikuti
atsar dan sunnah, menyeru kepada Alloh di atas bashirah, dan mengakui
keutamaan orang-orang yang terdahulu, dan bahwasanya hizbiyah yang
memiliki jalur dan lingkup yang baru yang tidak pernah dikenal oleh
Salaf, maka semua itu adalah termasuk penghalang yang terbesar dari
mendapatkan ilmu, dan dia memecah belah jama’ah” [Hilyah Thalibil Ilmi hal. 61-62]
INTISAB KEPADA SALAF BUKAN HIZBIYAH
Intisab
kepada Salaf bukan hizbiyah karena Salafiyin tidak pernah menjadikan
wala’ dan bara kecuali kepada Islam, tidak kepada simbol-simbol
tertentu, tetapi semata-mata kepada kitab dan Sunnah. Hal ini sangat
jauh berbeda dengan kelompok-kelompok dan partai-partai yang memiliki
nama-nama, julukan-julukan, metode-metode, dan simbol-simbol yang
berbeda-beda satu dengan yang lainnya, memberikan loyalitas kepada
setiap orang yang loyal kepada kelompok mereka dan menisbahkan diri
kepada kelompok mereka, di sisi lain mereka menjauhi bahkan memusuhi
setiap orang-orang yang menyelisihi kelompok mereka dan tidak bernaung
di bawah panji-panji mereka!
Demikian
juga nisbah kepada Salaf tidak menjadikan ta’ashub (fanatik) kepada
seseorang atau kelompok, karena Salafiyun tidak menjadikan suri
tauladan dalam segala sesuatu kecuali kepada Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa sallam.
Adapun
kelompok-kelompok hizbiyah maka mereka begitu fanatik dengan pendiri
kelompoknya atau tokoh-tokoh kelompoknya. Bahkan mereka teramat sangat
di dalam memusuhi setiap orang yang mengkritik atau menyebutkan
kesalahan pendiri mereka, pemimpin mereka, atau tokoh-tokoh mereka.
Bahkan mereka menuduh setiap orang yang mengoreksi kesalahan kelompok
mereka sebagai pemecah-belah dan mengkafirkan umat!.
ITTIBA KEPADA SALAF ADALAH SYI’AR AHLUS SUNNAH
Abu Nu’aim Al-Ashbahani berkata : “Di
antara syi’ar Ahlus Sunnah adalah ittiba’ mereka kepada Salafush Shalih
dan meninggalkan segala sesuatu yang bid’ah dan diada-adakan” [Al-Hujjah fi Bayanil Muhajjah 1/364]
Para ulama Ahlus Sunnah selalu menjadikan ittiba kepada Salaf sebagai suatu keutamaan ketika mereka menyebut biografi seseorang.
Abu Nu’aim Al-Ashbahani menyebutkan Abu Utsman Al-Warraq dalam Hilyatul Auliya (10/313) dan mengatakan : “Jalan yang dia tempuh adalah jalan Salaf”.
Al-Hafizh
Adz-Dzahabi di dalam Tadzkiratul Huffazh (3/977) ketika menyebut
biografi Abu Ahmad Al-Hakim Al-Hafizh, beliau mengatakan tentangnya : “Adalah Abu Ahmad termasuk orang-orang shalih yang teguh di atas sunnah Salaf”.
Ketika menyebut biografi Al-Imam Abu Ismail Al-Harawi dalam Tadzkiratul Huffazh (4/1237) beliau mengatakan tentangnya : “beliau mengikuti sirah Salaf”.
Ketika menyebut biografi Al-Imam Abdul Wahhab Al-Anmathi dalam Tadzkiratul Huffazh (4/1283) beliau mengatakan tentangnya : “Beliau berada di atas jalan Salaf”.
Ketika
menyebut biografi Al-Imam Ahmad bin Muhammad Al-Ashbahani dalam
Tadzkiratul Huffazh (4/1284) beliau mengatakan tentangnya : “Beliau shahih aqidahnya dan berada di atas jalan Salaf”.
Ketika menyebut biografi Al-Imam Abu Dawud As-Sijistani dalam Siyar A’lamin Nubala (13/215) beliau mengatakan tentangnya : “Beliau mengikuti manhaj Salaf dalam ittiba kepada Sunnah, pasrah kepadanya dan tidak berkubang dalam ilmu kalam”.
Abu
Sa’d As-Sam’ani di dalam Tahbir fi Mu’jamil Kabir (3/977) ketika
menyebut biografi Abu Ali Husain bin Ali Al-Lamisyi, beliau mengatakan
tentangnya : “Beliau menempuh jalan Salafush Shalih”.
MENINGGALKAN INTISAB KEPADA SALAF ADALAH SYI’AR AHLI BID’AH
Merupakan
hal yang dimaklumi bahwa kelompok-kelompok bid’ah sangat menjauhi
intisab kepada Salaf. Sampai-sampai kelompok yang mengaku beraqidah
Salaf pun juga menjauhi dan menghindari penisbahan kepada Salaf. Inilah
syi’ar ahli bid’ah dari masa ke masa sebagaimana dikatakan oleh
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah : “Syi’ah ahli bid’ah adalah tidak mau ittiba kepada Salaf” [Majmu Fatawa 4/100]
Kelompok-kelompok
bid’ah ini mengetahui bahwasanya dengan meninggalkan intisab kepada
Salaf maka mereka dengan leluasa menghukumi segala sesuatu dengan akal
mereka, perasaan mereka dan eksperimen-eksperimen mereka!
Inilah
realita yang menunjukkan keagungan taqdir Allah Subhanahu wa Ta’ala
agar nampak jelas dakwah yang haq dari setiap kebatilan yang hendak
menyerupainya, dan agar dakwah yang haq dan murni dari segala namam (?)
kotoran yang hendak mencampurinya.
WAJIB BERLEPAS DIRI DARI KELOMPOK-KELOMPOK SESAT
Penisbahan
kepada Salaf merupakan keharusan pada saat ini, seiring dengan
meunculnya berbagai macam pemikiran yang menyeleweng dan
kelompok-kelompok yang sesat dan menyesatkan. Ahlul haq mengumumkan
intisab mereka kepada Salaf sebagai bukti berlepas dirinya mereka dari
setiap kelompok yang menyeleweng dari jalan yang lurus. Alloh telah
berfirman kepada NabiNya dan orang yang beriman. “Artinya : Jika
mereka berpaling maka katakanlah kepada mereka ; “Saksikanlah, bahwa
kami adalah orang-orang yang berserah diri (kepada Alloh) “ [Ali-Imran : 64]
“Artinya : Siapakah
yang lebih baik perkataannya daripada orang yang menyeru kepada Allah,
mengerjakan amal yang shalih, dan berkata : “Sesungguhnya aku termasuk
orang-orang yang berserah diri” [Fushshilat : 33]
PERKATAAN PARA ULAMA TENTANG INTISAB KEPADA SALAF
[1]. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata : “Tidak
ada cela bagi orang yang menampakkan madzhab Salaf, menisbahkan diri
kepadanya, dan membanggakannya, bahkan wajib diterima semua itu darinya
dengan kesepakatan ulama. Karena sesungguhnya madzhab Salaf adalah haq,
jika dia sesuai dengan Salaf secara lahir dan batin, maka dia seperti
seorang mukmin yang di atas kebenaran secara lahir dan batin” [Majmu Fatawa 4/149]
[2].
Al-Hafizh Adz-Dzahabi sering menyebutkan nisbah kepada Salaf
(As-Salafi) ketika menyebutkan biografi para ulama. Ketika menyebutkan
biografi Ya’qub bin Sufyan Al-Fasawi dalam Siyar A’lamin Nubala
(13/183) berkata : “Aku tidaklah mengetahui Ya’qub Al-Fasawi kecuali seorang Salafi”. Ketika menyebut biografi Muhammad bin Muhammad Al-Bahrani beliau berkata : “Dia adalah seorang yang beragama baik dan seorang Salafi” [Mu’jam Syuyuh no. 843] Ketika menyebutkan biografi Al-Imam Daruquthni beliau mengatakan ; “Dia tidak pernah masuk sama sekali dalam ilmu kalam dan jadal, bahkan dia adalah seorang Salafi” [Siyar 16/457] Ketika menyebutkan biografi Abu Thahir As-Silafi beliau mengatakan : “As-Silafi diambil dari kata As-Salafi yaitu yang berjalan di atas manhaj Salaf”. [Siyar 2 1/6] Ketika menyebutkan biografi Al-Hafizh Ibnu Shalah beliau mengatakan : “Dia adalah seorang Salafi, bagus aqidahnya …” [Tadzkiratul Huffazh 4/1431]
[3]. Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab berkata : “Kami
–walhamdulillah- selalu ittiba dan tidak melakukan kebid’ahan. Kami
mengikuti Kitab dan Sunnah dan Salafush Shalih di atas manhaj Ahlus
Sunnah wal Jama’ah” [Aqidah Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab As-Salafiyah, hal. 220 oleh Syaikh Shalih bin Abdullah Al-Abud]
[4]. Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz berkata : “Dakwah
Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab bukanlah madzhab kelima sebagaimana
banyak dikatakan oleh orang-orang jahil dan para pemfitnah.
Sesungguhnya dia adalah dakwah kepada aqidah Salafiyah dan
memperbaharui yang hilang dari syi’ar-syi’ar islam dan Tauhid” [Majmu Fatawa Syaikh Bin Baz 3/1306]. Beliau juga berkata : “Kami
berwasiat kepadamu agar masuk ke Universitas Islam Madinah karena dia
adalah universitas Salafiyah yang mengajarkan kepada para mahasiswanya
aqidah Ahlus Sunnah wal Jama’ah” [Majmu fatawa Syaikh Bin Baz 1/98]
[5]. Fatwa Lajnah Da’imah No. 1361 ada pertanyaan : Apakah yang dimaksud dengan Salafiyah ?”. Jawab : “Salafiyah
adalah nisbah kepada Salaf, dan Salaf adalah para sahabat Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para imam yang di atas petunjuk dari
tiga generasi terdahulu yang dipersaksikan dengan kebaikan oleh
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam sabdanya. “Artinya : Sebaik-baik
manusia adalah generasiku, kemudian yang datang sesudah mereka,
kemudian yang datang sesudah mereka. Kemudian datang kaum yang
persaksian seorang dari mereka mendahului sumpahnya dan sumpahnya
mendahului persaksiannya” [Muttafaq ‘Alaihi]. Dan
Salafiyun adalah bentuk jama dari Salafi, nisbah kepada Salaf. Mereka
adalah orang-orang yang berjalan di atas manhaj Salaf dalam ittiba’
kepada Kitab dan Sunnah, mendakwahkan dan mengamalkan keduanya”.
[6]. Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani berkata : “Ada
orang yang mengaku berilmu mengingkari nisbah Salafiyah dengan
menyangka bahwa penisbahan ini tidak ada landasannya sehingga dia
mengatakan : “Tidak boleh seorang muslim mengatakan : Saya Salafi”.
Seakan-akan dia berkata : “Tidak boleh seorang muslim mengatakan : Saya
mengikuti Salafush Shalih dalam jalan mereka dalam aqidah, ibadah dan
Suluk!”.
Tidak
diragukan lagi bahwa pengingkaran seperti ini mengharuskan berlepas
diri dari Islam yang shahih yang ditempuh oleh Salafush Shalih, yang
pemuka mereka adalah Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagaimana
diisyaratkan oleh hadits yang mutawatir yang diriwayatkan dalam
Shahihain dan yang lainnya bahwasanya Nabi Shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda.
“Artinya : Sebaik-baik manusia adalah generasiku, kemudian yang datang sesudah mereka, kemudian yang datang sesudah mereka”.
Tidak boleh seorang muslim berlepas diri dari intisab kepada Salafush Shalih…
Orang
yang mengingkari penisbatan ini tidaklah engkau melihat bahwasanya dia
menisbatkan dirinya kepada suatu madzhab, entah dalam aqidah atau fiqh?!
Maka
dia bisa jadi seorang Asy’ari, atau Maturidi, atau termasuk Ahlil
Hadits, atau Hanafi, atau Syafi’i, atau Maliki, atau Hanbali, dari
nisbah-nisbah yang terhimpun dalam nama Ahlus Sunnah. Padahal setiap
menisbahkan diri kepada madzhab imam empat berarti dia menisbahkan diri
kepada person-person yang tidak ma’shum….
Adapun
orang yang menisbahkan kepada Salafush Shalih maka dia telah
menisbahkan diri kepada kema’shuman –secara umum-. Nabi Shallallahu
‘alaihi wa sallam telah menyebut sebagian tanda dari Firqatun Najiyah
bahwasanya mereka berpegang teguh dengan jalan Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa sallam dan para sahabat. Barangsiapa yang berpegang teguh
dengannya maka dia telah berada di atas petunjuk dari Rabbnya dengan
yakin … tidak diargukan lagi bahwa penamaan yang jelas dan gamblang
adalah dengan mengatakan : ‘Saya seorang muslim yang mengikuti Kitab
dan Sunnah dan manhaj Salafush Shalih; yang dengan ringkas dia
mengatakan : “Saya Salafi’ [Majalah Al-Ashalah Edisi 9 hal. 87]
[7]. Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin berkata : “Keliru jika ada orang yang mengatakan bahwa Ahlus Sunnah wal Jama’ah ada tiga ; Salafiyyun, Asy-ariyun dan Maturidiyun;
ini adalah perkataan yang salah. Kami katakan : Bagaimana mereka semua
dikatakan Ahlus Sunnah dalam keadaan mereka berbeda-beda!! Adakah
sesudah kebenaran kecuali kesesatan?! Bagaimana mereka semua dikatakan
Ahlus Sunnah dalam keadaan mereka saling membantah satu dengan yang
lainnya. Ini tidak mungkin kecuali jika dimungkinkan dikumpulkan
sesuatu yang kontrakdiksi maka baru pernyataan ini bisa dibenarkan.
Kalau tidak, maka tidak syak lagi bahwa salah satu dari tiga kelompok
ini adalah Ahlus Sunnah. Maka siapakah dia, apakah dia adalah
Asy’ariyah? Ataukah Maturidiyah? Ataukah Salafiyah? Kami katakan :
Barangsiapa yang menempati Sunnah maka dialah Ahlus Sunnah, dan
barangsiapa yang menyelisihi Sunnah maka dia bukanlah Ahlus Sunnah.
Maka kami katakan : Salaf adalah Ahlus Sunnah wal Jama’ah, tidak
berlaku sifat ini kepada selain mereka selamanya.
Dan
suatu kata diperhatikan dari segi maknanya agar kita melihat bagaimana
kita namakan orang yang menyelisihi Sunnah dengan Ahlus Sunnah, ini
jelas tidak mungkin. Bagaimana mungkin kita katakan tiga kelompok yang
berselisih bersatu dalam satu pemahaman, ini jelas tidak mungkin. Maka
Ahlus Sunnah wal Jama’ah adalah yang meyakini aqidah Salaf, sampai
orang yang datang belakangan di hari kiamat jika dia berada di atas
jalan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabatnya maka
dia adalah Salaf” [Syarah Aqidah Wasithiyah 1/53-54]
[8]. Syaikh Shalih Al-Fauzan berkata ; “Bagaimana
dikatakan bahwa bermadzhab dengan Salafiyah adalah bid’ah, sedangkan
bid’ah adalah kesesatan ?! Dan bagaimana dikatakan bid’ah ittiba kepada
Salaf sedangkan ittiba kepada Salaf adalah wajib berdasarkan Kitab dan
Sunnah, serta haq dan petunjuk?! Alloh Subhnahahu wa Ta’ala berfirman. “Artinya :
orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam) di
antara orang-orang Muhajirin dan Anshar dan orang-orang yang mengikuti
mereka dengan baik, Alloh ridha kepada mereka” [At-Taubah : 100]. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda. “Artinya : Wajib atas kalian berpegang teguh dengan sunnahku dan sunnah Khulafaur Rasyidin yang mendapat petunjuk sepeninggalku”
[Diriwayatkan oleh Ahmad dalam Musnadnya 4/126, Tirmidzi dalam Jami’nya
5/44 dan Ibnu Majah dalam Sunannya 1/15 dan dishahihkan oleh Syaikh
Al-Albani dalam Zhilalul Jannah 26, 34]
Maka
bermadzhab dengan madzhab Salaf adalah Sunnah dan bukannlah suatu
kebid’ahan, yang bid’ah adalah bermadzhab denn selain madzhab mereka”
[Al-Bayan hal. 156]
Ketika membantah perkataan Al-Buthi : “Sesungguhnya kata Salafiyah tidak dimaksudkan kecuali suatu kurun waktu”. Syaikh Shalih Al-Fauzan berkata : Kami katakan : Penafsiran bahwasanya Salafiyah hanyalah suatu kurun waktu dan bukan jama’ah adalah penafsiran yang gharib dan batil, apakah dikatakan bahwa kurun waktu adalah Salafiyah? ini tidak pernah dikatakan oleh seorang pun dari manusia. Yang benar bahwasanya istilah Salafiyah ditunjukan pada jama’ah orang-orang yang beriman yang hidup di kurun pertama dari masa Islam yang mereka berpegang teguh dengan Kitabullah dan Sunnah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dari orang-orang Muhajirin dan Anshar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik yang mereka ini disifati oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam sabdanya. “Artinya : Sebaik-baik manusia adalah generasiku, kemudian yang datang sesudah mereka, kemudian yang datang sesudah mereka” [Muttafaq Alaihi]. Ini adalah sifat bagi suatu jama’ah dan bukan sifat bagi suatu kurun waktu. Ketika Nabi Shalallahu ‘alaihi wa sallam menyebut tentang perpecahan umat, beliau mengatakan sesudahnya sifat semua kelompok ini ‘semuanya di neraka kecuali satu’ dan beliau menyifati satu kelompok yang selamat ini adalah yang mengikuti manhaj Salaf dan berjalan diatasnya. Beliau bersabda : “Mereka adalah yang berada di atas jalan yang aku tempuh hari ini dan para sahabatku”. Hal ini menunjukkan bahwa di sana ada jama’ah Salafiyah yang terdahulu dan ada jama’ah Salafiyah belakangan yang mengikuti manhaj jama’ah Salafiyah yang terdahulu. Dan di lain pihak ada kelompok-kelompok yang menyelisihi jama’ah Salafiyah dan diancam dengan neraka” [Al-Bayan hal. 133]
Ketika membantah perkataan Al-Buthi : “Sesungguhnya kata Salafiyah tidak dimaksudkan kecuali suatu kurun waktu”. Syaikh Shalih Al-Fauzan berkata : Kami katakan : Penafsiran bahwasanya Salafiyah hanyalah suatu kurun waktu dan bukan jama’ah adalah penafsiran yang gharib dan batil, apakah dikatakan bahwa kurun waktu adalah Salafiyah? ini tidak pernah dikatakan oleh seorang pun dari manusia. Yang benar bahwasanya istilah Salafiyah ditunjukan pada jama’ah orang-orang yang beriman yang hidup di kurun pertama dari masa Islam yang mereka berpegang teguh dengan Kitabullah dan Sunnah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dari orang-orang Muhajirin dan Anshar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik yang mereka ini disifati oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam sabdanya. “Artinya : Sebaik-baik manusia adalah generasiku, kemudian yang datang sesudah mereka, kemudian yang datang sesudah mereka” [Muttafaq Alaihi]. Ini adalah sifat bagi suatu jama’ah dan bukan sifat bagi suatu kurun waktu. Ketika Nabi Shalallahu ‘alaihi wa sallam menyebut tentang perpecahan umat, beliau mengatakan sesudahnya sifat semua kelompok ini ‘semuanya di neraka kecuali satu’ dan beliau menyifati satu kelompok yang selamat ini adalah yang mengikuti manhaj Salaf dan berjalan diatasnya. Beliau bersabda : “Mereka adalah yang berada di atas jalan yang aku tempuh hari ini dan para sahabatku”. Hal ini menunjukkan bahwa di sana ada jama’ah Salafiyah yang terdahulu dan ada jama’ah Salafiyah belakangan yang mengikuti manhaj jama’ah Salafiyah yang terdahulu. Dan di lain pihak ada kelompok-kelompok yang menyelisihi jama’ah Salafiyah dan diancam dengan neraka” [Al-Bayan hal. 133]
Ketika
dilontarkan suatu pertanyaan kepada beliau : “Apakah Salafiyah adalah
suatu hizb (kelompok) dan apakah menisbahkan diri kepadnya adalah hal
yang tercela ?” Maka beliau menjawab, “Salafiyah
adalah Firqatun Najiyah (kelompok yang selamat). Mereka adalah Ahlus
Sunnah wal Jama’ah, bukan suatu hizb yang dinamakan sekarang sebagai
kelompok-kelompok atau partai-partai. Sesungguhnya dia adalah suatu
jama’ah, jama’ah yang berjalan di atas Sunnah …., maka Salafiyah adalah
jama’ah yang berjalan di atas madzhab Salaf dan di atas jalan
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabatnya, dan dia
bukanlah salah satu kelompok dari kelompok-kelompok yang muncul
sekarang ini, karena dia adalah jama’ah yang terdahulu dari zaman
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan terus berlanjut terus
menerus di atas kebenaran dan nampak hingga hari kiamat sebagaimana
diberitakan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam” [Dari kaset yang berjudul At-Tahdzir Minal Bida’]
[9]. Syaikh Muhammad Aman Al-Jami berkata : “Salafiyah
telah menjadi istilah yang dikenal yang ditujukan kepada jalan generasi
yang pertama dan orang-orang yang meneladani mereka di dalam
pengambilan ilmu, cara memahaminya dan metode dakwah kepadanya. Jika
demikian maka tidak dibatasi pada suatu rentang waktu tertentu, bahkan
wajib dipahami bahwa dia adalah penamaan yang terus berlanjut seiring
dengan berlanjutnya kehidupan, dan bahwasanya Firqatun Najiyah berkisar
pada para ulama hadits dan Sunnah, merekalah para pemilik manhaj ini
dan dia terus berlanjut hingga hari kiamat sesuai dengan sabda
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. “Artinya : Tidak
henti-hentinya sekelompok dari umatku yang mendapat pertolongan (dari
Allah) tidak ada yang bisa membahayakan mereka siapapun yang
menelantarkan mereka hingga tegaknya kiamat’
[Diriwayatkan oleh Ahmad dalam Musnadnya 5/34, Tirmidzi dalam Sunnahnya
4/485, Ibnu Majah dalam Sunannya 1/5 dan dishahihkan oleh Syaikh
Al-Albani dalam Shahih Sunan Ibnu Majah 1/6” [Shifat Ilahiyah hal.
64-65]
[Pembahasan
ini banyak mengambil faedah dari kitab Tabshirul Khalaf Bisyar’iyatil
Intisab Ila Salaf oleh Syaikhuna Al-Fadhil Dr Milfi bin Na’im
Ash-Sha’idi]
KESIMPULAN
- Salafiyah adalah nisbah kepada Salaf, dan Salaf adalah para sahabat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para imam yang di atas petunjuk dari tiga generasi yang terdahulu yang dipersaksikan dengan kebaikan.
- Jika seorang menjadikan sebuah hizb (kelompok) sebagai standar kebenaran dan menjadi dasar bagi wala’ (loyalitas) dan bara’ (kebencian dan permusuhan) maka inilah hizbiyah yang dicela oleh Alloh dalam kitabNya.
- Intisab kepada Salaf bukan hizbiyah karena Salafiyun tidak pernah menjadikan wala dan bara kecuali kepada Islam, tidak kepada simbol-simbol tertentu, tetapi semata-mata kepada kitab dan Sunnah.
- Intisab kepada Salaf adalah syi’ar Ahlus Sunnah dari masa ke masa sehingga para ulama Ahlus Sunnah selalu menjadikan ittiba’ kepada Salaf sebagai suatu keutamaan bagi seseorang.
- Kelompok-kelompok bid’ah sangat menjauhi intisab kepada Salaf, sampai-sampai kelompok yang mengaku beraqidah Salaf pun juga menjauhi dan menghindari penisbahan kepada Salaf, karena dengan meninggalkan intisab kepada Salaf maka mereka dengan leluasa menghukumi segala sesuatu dengan akal mereka, perasaaan mereka, dan eksperimen-eksperimen mereka.
- Tidak ada cela bagi orang yang menampakkan madzhab Salaf, menisbahkan diri kepadanya, dan membanggakannya, bahkan wajib diterima semua itu darinya dengan kesepakatan ulama.
- Pengingkaran intisab kepada Salaf mengharuskan berlepas diri dari Islam yang Shahih yang ditempuh oleh Salafush Shalih.
- Penisbahan kepada Salaf merupakan keharusan pada saat ini, seiring dengan munculnya berbagai macam pemikiran yang menyeleweng dan kelompok-kelompok yang sesat dan menyesatkan.
[Disalin
dari Majalah Al-Furqon Edisi 8 Tahun V/Rabi’ul Awal 1427H/April 2006.
Penerbit Lajnah Dakwah Ma’had Al-Furqon, Alamat Maktabah Ma’had
Al-Furqon, Srowo Sidayu, Gresik Jatim]