Islam Pedoman Hidup: Salafiyah Bukan Hizbiyah

Minggu, 08 Mei 2016

Salafiyah Bukan Hizbiyah


Oleh
Ustadz Arif Fathul Ulum bin Ahmad Saifullah

Sebagian orang menyangka bahwa Salafiyah adalah kelompok hizbiyah seperti halnya Hizbut Tahrir, Ikhwanul Muslimin, Quthubiyah Sururiyah dan Jama’ah Tabligh, dan bahwasanya seorang salafi seperti halnya seorang ikhwani atau tablighi atau quthbi dari segi hukum dan pemahaman.
Mereka menyangka bahwasanya istilah Salafiyah adalah istilah yang baru muncul dalam kurun waktu yang tidak lama. Ucapan ini sering muncul dari mulut para pentolan “jama’ah-jama’ah kontemporer” di media massa. Ada juga yang mengatakan bahwa pendiri dakwah Salafiyah adalah Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab seakan-akan dakwah ini belum pernah dikenal sebelumnya sebagaimana dikatakan oleh penulis kitab Mausu’ah Muyassaroh fil Adyan wal Madzahib Muashirah (hal, 273)!
Ada lagi yang meluncurkan syubhat bahwasanya Salafiyah tidak lain hanyalah suatu kurun waktu dan bukan suatu madzhab seperti Al-Buthi dalam kitabnya Salafiyah Laisat Madzhaban!
Yang sangat disayangkan, ternyata masih ada di antara para da’i yang mengaku beraqidah salaf yang sengaja menjauhi penisbahan kepada Salafiyah dalam dakwah mereka, seakan-akan nama Salafiyah adalah nama yang tabu atau karena nisbah tersebut membuat mereka tidak leluasa bergerak “di arena dakwah” mereka.
Padahal tidak ada yang lebih membanggakan seorang muslim dari menisbahkan diri kepada salaf. Lafazh Salafiyah atau Salafi tidaklah digunakan oleh para ulama Ahlus Sunnah kecuali dalam kebaikan. Lihatlah dalam kitab-kitab para ulama terutama dalam kitab-kitab biografi, mereka tidaklah menyebut Salaf atau Salafi melainkan sebagai pujian. Begitu sering para ulama menyebutkan biografi seseorang dan menyebutkan di antara manaqibnya adalah karena dia berjalan di atas manhaj Salaf!
Maka di dalam pembahasan yang ringkas ini akan kami paparkan sikap yang seharusnya ditempuh oleh seorang muslim di dalam masalah ini dan sekaligus kami bawakan nukilan dari perkataan-perkataan para ulama dari berbagai generasi tentang nisbah kepada Salaf.

PENGERTIAN SALAFIYAH
Salafiyah adalah penisbatan kepada Salaf. Dan Salaf secara bahasa dari sin, lam dan fa yang menunjukkan makna yang sudah berlalu dan terdahulu ([Mu’jam Maqayis Lughah, Ibnu Faris, 3/95]
Fairuz Abadi berkata : “Salaf adalah orang-orang yang mendahuluimu dari nenek moyangmu dan kerabatmu” [Qamusul Muhith 3/153]
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda kepada Fathimah Radhiyallahu ‘anha di saat beliau sakit keras menjelang wafat. “Artinya : Bertaqwalah kepada Alloh dan bersabarlah, maka sesungguhnya sebaik-baik salaf (pendahulu) bagimu adalah aku” [Muttafaq ‘Alaihi, Shahih Bukhari 5/2317 dan Shahih Muslim 4/1904]
Adapun secara istilah maka madzhab Salaf adalah jalan yang ditempuh oleh para sahabat dan orang-orang yang menempuh jalan mereka. Al-Qalsyani berkata : “Salafush Shalih adalah generasi pertama yang mendalam keilmuan mereka, yang mengikuti jalan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, yang selalu menjaga sunnah Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, Alloh pilih mereka sebagai sahabat NabiNya, dan Alloh tugaskan mereka untuk menegakkan agamaNya…” [Tahrirul Maqalah min Syarhi Risalah hal. 36]
Syaikh Bakr bin Abdullah Abu Zaid berkata : ‘Jika disebut Salaf atau Salafiyun atau Salafiyah, maka dia adalah nisbah kepada Salafush Shalih yakni para sahabat dan orang-orang yang mengikuti mereka dalam kebaikan, bukan orang-orang yang cenderung kepada hawa nafsu dari generasi sesudah sahabat dan menyempal dari jalan para sahabat dengan nama atau symbol –mereka inilah yang disebut khalafi, nisbah kepada khalaf-. Adapun orang-orang yang teguh di atas manhaj kenabian maka mereka menisbahkan diri kepada Salafush Shalih sehingga mereka dsiebut Salaf dan Salafiyyun dan nisbah kepada mereka adalah Salafi” [Hukmul Intima hal. 90]
SALAFIYYUN ANTI HIZBIYAH
Hizbiyah secara bahasa nisbah kepada hizb yaitu kelompok atau kumpulan manusia. [Qamusul Mhith hal.94]
Jika hizb (kelompok) tersebut dijadikan sebagai standar kebenaran dan menjadi dasar bagi wala (loyalitas) dan bara’ (kebencian dan permusuhan) maka inilah hizbiyah yang dicela oleh Alloh dalam KitabNya.
“Artinya : Janganlah kalian termasuk orang-orang yang mempersekutukan Alloh, yaitu orang-orang yang memecah-belah agama mereka dan mereka menjadi beberapa golongan. Tiap-tiap golongan merasa bangga dengan apa yang ada pada golongan mereka” [Ar-Rum : 31-32]
Ibnu Abbas Radhiyallahu ‘anhuma berkata : Mu’awiyah berkata kepadaku : ‘Apakah kamu berada di atas milah Ali? Maka aku berkata : “Tidak, dan aku juga tidak berada di atas millah Utsman. Aku berada di atas millah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam” [Ibanah Kubra, Ibnu Baththah, 1/355]
Lihatlah bagaimana Ibnu Abbas Radhiyallahu ‘anhuma membenci hizbiyah meskipun hizbiyah tersebut disandarkan kepada salah seorang Khulafaur Rasyidin. Demikianlah, Salafush Shalih sangat membenci hizbiyah kepada kelompok apa pun.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata ; “Tidak diperbolehkan bagi seorangpun untuk mengambil suatu perjanjian atas seseorang agar dia selalu menyetujui apa yang dia selalu menyetujui apa yang dia kehendaki, memberikan loyalitas kepada siapa saja yang disukai oleh yang dia bai’at, memusuhi siapa saja yang memusuhi orang yang dia bai’at. Bahkan orang yang berbai'at seperti ini adalah seperti model Jengkhis Khan yang menjadikan siapa saja yang cocok dengan mereka adalah teman yang loyal, dan siapa saja yang menyelisihinya adalah musuh yang harus dibenci” [Majmu Fatawa 28/16]
Syaikh Bakr bin Abdullah Abu Zaid berkata : “Sesungguhnya tangan Alloh diatas jama’ah, maka tidak ada pengelompokan dan hizbiyah dalam Islam. Maka aku meminta perlindungan Alloh kepadamu agar engkau tidak luluh sehingga menjadi rampasan kelompok-kelompok, madzhab-madzhab yang batil dan partai-partai yang ghuluw yang menjadikan wala dan bara di atas hizbiyah tersebut. Maka jadilah engkau seorang penuntut ilmu yang berjalan di atas jalan yang lurus, mengikuti atsar dan sunnah, menyeru kepada Alloh di atas bashirah, dan mengakui keutamaan orang-orang yang terdahulu, dan bahwasanya hizbiyah yang memiliki jalur dan lingkup yang baru yang tidak pernah dikenal oleh Salaf, maka semua itu adalah termasuk penghalang yang terbesar dari mendapatkan ilmu, dan dia memecah belah jama’ah” [Hilyah Thalibil Ilmi hal. 61-62]

INTISAB KEPADA SALAF BUKAN HIZBIYAH
Intisab kepada Salaf bukan hizbiyah karena Salafiyin tidak pernah menjadikan wala’ dan bara kecuali kepada Islam, tidak kepada simbol-simbol tertentu, tetapi semata-mata kepada kitab dan Sunnah. Hal ini sangat jauh berbeda dengan kelompok-kelompok dan partai-partai yang memiliki nama-nama, julukan-julukan, metode-metode, dan simbol-simbol yang berbeda-beda satu dengan yang lainnya, memberikan loyalitas kepada setiap orang yang loyal kepada kelompok mereka dan menisbahkan diri kepada kelompok mereka, di sisi lain mereka menjauhi bahkan memusuhi setiap orang-orang yang menyelisihi kelompok mereka dan tidak bernaung di bawah panji-panji mereka!
Demikian juga nisbah kepada Salaf tidak menjadikan ta’ashub (fanatik) kepada seseorang atau kelompok, karena Salafiyun tidak menjadikan suri tauladan dalam segala sesuatu kecuali kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Adapun kelompok-kelompok hizbiyah maka mereka begitu fanatik dengan pendiri kelompoknya atau tokoh-tokoh kelompoknya. Bahkan mereka teramat sangat di dalam memusuhi setiap orang yang mengkritik atau menyebutkan kesalahan pendiri mereka, pemimpin mereka, atau tokoh-tokoh mereka. Bahkan mereka menuduh setiap orang yang mengoreksi kesalahan kelompok mereka sebagai pemecah-belah dan mengkafirkan umat!.

ITTIBA KEPADA SALAF ADALAH SYI’AR AHLUS SUNNAH
Abu Nu’aim Al-Ashbahani berkata : “Di antara syi’ar Ahlus Sunnah adalah ittiba’ mereka kepada Salafush Shalih dan meninggalkan segala sesuatu yang bid’ah dan diada-adakan” [Al-Hujjah fi Bayanil Muhajjah 1/364]
Para ulama Ahlus Sunnah selalu menjadikan ittiba kepada Salaf sebagai suatu keutamaan ketika mereka menyebut biografi seseorang.
Abu Nu’aim Al-Ashbahani menyebutkan Abu Utsman Al-Warraq dalam Hilyatul Auliya (10/313) dan mengatakan : “Jalan yang dia tempuh adalah jalan Salaf”.
Al-Hafizh Adz-Dzahabi di dalam Tadzkiratul Huffazh (3/977) ketika menyebut biografi Abu Ahmad Al-Hakim Al-Hafizh, beliau mengatakan tentangnya : “Adalah Abu Ahmad termasuk orang-orang shalih yang teguh di atas sunnah Salaf”.
Ketika menyebut biografi Al-Imam Abu Ismail Al-Harawi dalam Tadzkiratul Huffazh (4/1237) beliau mengatakan tentangnya : “beliau mengikuti sirah Salaf”.
Ketika menyebut biografi Al-Imam Abdul Wahhab Al-Anmathi dalam Tadzkiratul Huffazh (4/1283) beliau mengatakan tentangnya : “Beliau berada di atas jalan Salaf”.
Ketika menyebut biografi Al-Imam Ahmad bin Muhammad Al-Ashbahani dalam Tadzkiratul Huffazh (4/1284) beliau mengatakan tentangnya : “Beliau shahih aqidahnya dan berada di atas jalan Salaf”.
Ketika menyebut biografi Al-Imam Abu Dawud As-Sijistani dalam Siyar A’lamin Nubala (13/215) beliau mengatakan tentangnya : “Beliau mengikuti manhaj Salaf dalam ittiba kepada Sunnah, pasrah kepadanya dan tidak berkubang dalam ilmu kalam”.
Abu Sa’d As-Sam’ani di dalam Tahbir fi Mu’jamil Kabir (3/977) ketika menyebut biografi Abu Ali Husain bin Ali Al-Lamisyi, beliau mengatakan tentangnya : “Beliau menempuh jalan Salafush Shalih”.

MENINGGALKAN INTISAB KEPADA SALAF ADALAH SYI’AR AHLI BID’AH
Merupakan hal yang dimaklumi bahwa kelompok-kelompok bid’ah sangat menjauhi intisab kepada Salaf. Sampai-sampai kelompok yang mengaku beraqidah Salaf pun juga menjauhi dan menghindari penisbahan kepada Salaf. Inilah syi’ar ahli bid’ah dari masa ke masa sebagaimana dikatakan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah : “Syi’ah ahli bid’ah adalah tidak mau ittiba kepada Salaf” [Majmu Fatawa 4/100]
Kelompok-kelompok bid’ah ini mengetahui bahwasanya dengan meninggalkan intisab kepada Salaf maka mereka dengan leluasa menghukumi segala sesuatu dengan akal mereka, perasaan mereka dan eksperimen-eksperimen mereka!
Inilah realita yang menunjukkan keagungan taqdir Allah Subhanahu wa Ta’ala agar nampak jelas dakwah yang haq dari setiap kebatilan yang hendak menyerupainya, dan agar dakwah yang haq dan murni dari segala namam (?) kotoran yang hendak mencampurinya.

WAJIB BERLEPAS DIRI DARI KELOMPOK-KELOMPOK SESAT
Penisbahan kepada Salaf merupakan keharusan pada saat ini, seiring dengan meunculnya berbagai macam pemikiran yang menyeleweng dan kelompok-kelompok yang sesat dan menyesatkan. Ahlul haq mengumumkan intisab mereka kepada Salaf sebagai bukti berlepas dirinya mereka dari setiap kelompok yang menyeleweng dari jalan yang lurus. Alloh telah berfirman kepada NabiNya dan orang yang beriman. “Artinya : Jika mereka berpaling maka katakanlah kepada mereka ; “Saksikanlah, bahwa kami adalah orang-orang yang berserah diri (kepada Alloh) “ [Ali-Imran : 64]
“Artinya : Siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang yang menyeru kepada Allah, mengerjakan amal yang shalih, dan berkata : “Sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang berserah diri” [Fushshilat : 33]

PERKATAAN PARA ULAMA TENTANG INTISAB KEPADA SALAF
[1]. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata : “Tidak ada cela bagi orang yang menampakkan madzhab Salaf, menisbahkan diri kepadanya, dan membanggakannya, bahkan wajib diterima semua itu darinya dengan kesepakatan ulama. Karena sesungguhnya madzhab Salaf adalah haq, jika dia sesuai dengan Salaf secara lahir dan batin, maka dia seperti seorang mukmin yang di atas kebenaran secara lahir dan batin” [Majmu Fatawa 4/149]
[2]. Al-Hafizh Adz-Dzahabi sering menyebutkan nisbah kepada Salaf (As-Salafi) ketika menyebutkan biografi para ulama. Ketika menyebutkan biografi Ya’qub bin Sufyan Al-Fasawi dalam Siyar A’lamin Nubala (13/183) berkata : “Aku tidaklah mengetahui Ya’qub Al-Fasawi kecuali seorang Salafi”. Ketika menyebut biografi Muhammad bin Muhammad Al-Bahrani beliau berkata : “Dia adalah seorang yang beragama baik dan seorang Salafi” [Mu’jam Syuyuh no. 843] Ketika menyebutkan biografi Al-Imam Daruquthni beliau mengatakan ; “Dia tidak pernah masuk sama sekali dalam ilmu kalam dan jadal, bahkan dia adalah seorang Salafi” [Siyar 16/457] Ketika menyebutkan biografi Abu  Thahir As-Silafi beliau mengatakan : “As-Silafi diambil dari kata As-Salafi yaitu yang berjalan di atas manhaj Salaf”. [Siyar 2 1/6] Ketika menyebutkan biografi Al-Hafizh Ibnu Shalah beliau mengatakan : “Dia adalah seorang Salafi, bagus aqidahnya …” [Tadzkiratul Huffazh 4/1431]
[3]. Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab berkata : “Kami –walhamdulillah- selalu ittiba dan tidak melakukan kebid’ahan. Kami mengikuti Kitab dan Sunnah dan Salafush Shalih di atas manhaj Ahlus Sunnah wal Jama’ah” [Aqidah Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab As-Salafiyah, hal. 220 oleh Syaikh Shalih bin Abdullah Al-Abud]
[4]. Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz berkata : “Dakwah Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab bukanlah madzhab kelima sebagaimana banyak dikatakan oleh orang-orang jahil dan para pemfitnah. Sesungguhnya dia adalah dakwah kepada aqidah Salafiyah dan memperbaharui yang hilang dari syi’ar-syi’ar islam dan Tauhid” [Majmu Fatawa Syaikh Bin Baz 3/1306]. Beliau juga berkata : “Kami berwasiat kepadamu agar masuk ke Universitas Islam Madinah karena dia adalah universitas Salafiyah yang mengajarkan kepada para mahasiswanya aqidah Ahlus Sunnah wal Jama’ah” [Majmu fatawa Syaikh Bin Baz 1/98]
[5]. Fatwa Lajnah Da’imah No. 1361 ada pertanyaan : Apakah yang dimaksud dengan Salafiyah ?”. Jawab : “Salafiyah adalah nisbah kepada Salaf, dan Salaf adalah para sahabat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para imam yang di atas petunjuk dari tiga generasi terdahulu yang dipersaksikan dengan kebaikan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam sabdanya. “Artinya : Sebaik-baik manusia adalah generasiku, kemudian yang datang sesudah mereka, kemudian yang datang sesudah mereka. Kemudian datang kaum yang persaksian seorang dari mereka mendahului sumpahnya dan sumpahnya mendahului persaksiannya” [Muttafaq ‘Alaihi]. Dan Salafiyun adalah bentuk jama dari Salafi, nisbah kepada Salaf. Mereka adalah orang-orang yang berjalan di atas manhaj Salaf dalam ittiba’ kepada Kitab dan Sunnah, mendakwahkan dan mengamalkan keduanya”.
[6]. Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani berkata : “Ada orang yang mengaku berilmu mengingkari nisbah Salafiyah dengan menyangka bahwa penisbahan ini tidak ada landasannya sehingga dia mengatakan : “Tidak boleh seorang muslim mengatakan : Saya Salafi”. Seakan-akan dia berkata : “Tidak boleh seorang muslim mengatakan : Saya mengikuti Salafush Shalih dalam jalan mereka dalam aqidah, ibadah dan Suluk!”.
Tidak diragukan lagi bahwa pengingkaran seperti ini mengharuskan berlepas diri dari Islam yang shahih yang ditempuh oleh Salafush Shalih, yang pemuka mereka adalah Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagaimana diisyaratkan oleh hadits yang mutawatir yang diriwayatkan dalam Shahihain dan yang lainnya bahwasanya Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.
“Artinya : Sebaik-baik manusia adalah generasiku, kemudian yang datang sesudah mereka, kemudian yang datang sesudah mereka”.
Tidak boleh seorang muslim berlepas diri dari intisab kepada Salafush Shalih…
Orang yang mengingkari penisbatan ini tidaklah engkau melihat bahwasanya dia menisbatkan dirinya kepada suatu madzhab, entah dalam aqidah atau fiqh?!
Maka dia bisa jadi seorang Asy’ari, atau Maturidi, atau termasuk Ahlil Hadits, atau Hanafi, atau Syafi’i, atau Maliki, atau Hanbali, dari nisbah-nisbah yang terhimpun dalam nama Ahlus Sunnah. Padahal setiap menisbahkan diri kepada madzhab imam empat berarti dia menisbahkan diri kepada person-person yang tidak ma’shum….
Adapun orang yang menisbahkan kepada Salafush Shalih maka dia telah menisbahkan diri kepada kema’shuman –secara umum-. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah menyebut sebagian tanda dari Firqatun Najiyah bahwasanya mereka berpegang teguh dengan jalan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabat. Barangsiapa yang berpegang teguh dengannya maka dia telah berada di atas petunjuk dari Rabbnya dengan yakin … tidak diargukan lagi bahwa penamaan yang jelas dan gamblang adalah dengan mengatakan : ‘Saya seorang muslim yang mengikuti Kitab dan Sunnah dan manhaj Salafush Shalih; yang dengan ringkas dia mengatakan : “Saya Salafi’ [Majalah Al-Ashalah Edisi 9 hal. 87]
[7]. Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin berkata : “Keliru jika ada orang yang mengatakan bahwa Ahlus Sunnah wal Jama’ah ada tiga ; Salafiyyun, Asy-ariyun dan Maturidiyun; ini adalah perkataan yang salah. Kami katakan : Bagaimana mereka semua dikatakan Ahlus Sunnah dalam keadaan mereka berbeda-beda!! Adakah sesudah kebenaran kecuali kesesatan?! Bagaimana mereka semua dikatakan Ahlus Sunnah dalam keadaan mereka saling membantah satu dengan yang lainnya. Ini tidak mungkin kecuali jika dimungkinkan dikumpulkan sesuatu yang kontrakdiksi maka baru pernyataan ini bisa dibenarkan. Kalau tidak, maka tidak syak lagi bahwa salah satu dari tiga kelompok ini adalah Ahlus Sunnah. Maka siapakah dia, apakah dia adalah Asy’ariyah? Ataukah Maturidiyah? Ataukah Salafiyah? Kami katakan : Barangsiapa yang menempati Sunnah maka dialah Ahlus Sunnah, dan barangsiapa yang menyelisihi Sunnah maka dia bukanlah Ahlus Sunnah. Maka kami katakan : Salaf adalah Ahlus Sunnah wal Jama’ah, tidak berlaku sifat ini kepada selain mereka selamanya.
Dan suatu kata diperhatikan dari segi maknanya agar kita melihat bagaimana kita namakan orang yang menyelisihi Sunnah dengan Ahlus Sunnah, ini jelas tidak mungkin. Bagaimana mungkin kita katakan tiga kelompok yang berselisih bersatu dalam satu pemahaman, ini jelas tidak mungkin. Maka Ahlus Sunnah wal Jama’ah adalah yang meyakini aqidah Salaf, sampai orang yang datang belakangan di hari kiamat jika dia berada di atas jalan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabatnya maka dia adalah Salaf” [Syarah Aqidah Wasithiyah 1/53-54]
[8]. Syaikh Shalih Al-Fauzan berkata ; “Bagaimana dikatakan bahwa bermadzhab dengan Salafiyah adalah bid’ah, sedangkan bid’ah adalah kesesatan ?! Dan bagaimana dikatakan bid’ah ittiba kepada Salaf sedangkan ittiba kepada Salaf adalah wajib berdasarkan Kitab dan Sunnah, serta haq dan petunjuk?! Alloh Subhnahahu wa Ta’ala berfirman. “Artinya : orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam) di antara orang-orang Muhajirin dan Anshar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Alloh ridha kepada mereka” [At-Taubah : 100]. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda. “Artinya : Wajib atas kalian berpegang teguh dengan sunnahku dan sunnah Khulafaur Rasyidin yang mendapat petunjuk sepeninggalku” [Diriwayatkan oleh Ahmad dalam Musnadnya 4/126, Tirmidzi dalam Jami’nya 5/44 dan Ibnu Majah dalam Sunannya 1/15 dan dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani dalam Zhilalul Jannah 26, 34]
Maka bermadzhab dengan madzhab Salaf adalah Sunnah dan bukannlah suatu kebid’ahan, yang bid’ah adalah bermadzhab denn selain madzhab mereka” [Al-Bayan hal. 156]

Ketika membantah perkataan Al-Buthi : Sesungguhnya kata Salafiyah tidak dimaksudkan kecuali suatu kurun waktu”. Syaikh Shalih Al-Fauzan berkata : Kami katakan : Penafsiran bahwasanya Salafiyah hanyalah suatu kurun waktu dan bukan jama’ah adalah penafsiran yang gharib dan batil, apakah dikatakan bahwa kurun waktu adalah Salafiyah? ini tidak pernah dikatakan oleh seorang pun dari manusia. Yang benar bahwasanya istilah Salafiyah ditunjukan pada jama’ah orang-orang yang beriman yang hidup di kurun pertama dari masa Islam yang mereka berpegang teguh dengan Kitabullah dan Sunnah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dari orang-orang Muhajirin dan Anshar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik yang mereka ini disifati oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam sabdanya. “Artinya : Sebaik-baik manusia adalah generasiku, kemudian yang datang sesudah mereka, kemudian yang datang sesudah mereka” [Muttafaq Alaihi]. Ini adalah sifat bagi suatu jama’ah dan bukan sifat bagi suatu kurun waktu. Ketika Nabi Shalallahu ‘alaihi wa sallam menyebut tentang perpecahan umat, beliau mengatakan sesudahnya sifat semua kelompok ini ‘semuanya di neraka kecuali satu’ dan beliau menyifati satu kelompok yang selamat ini adalah yang mengikuti manhaj Salaf dan berjalan diatasnya. Beliau bersabda : “Mereka adalah yang berada di atas jalan yang aku tempuh hari ini dan para sahabatku”. Hal ini menunjukkan bahwa di sana ada jama’ah Salafiyah yang terdahulu dan ada jama’ah Salafiyah belakangan yang mengikuti manhaj jama’ah Salafiyah yang terdahulu. Dan di lain pihak ada kelompok-kelompok yang menyelisihi jama’ah Salafiyah dan diancam dengan neraka” [Al-Bayan hal. 133]
Ketika dilontarkan suatu pertanyaan kepada beliau : “Apakah Salafiyah adalah suatu hizb (kelompok) dan apakah menisbahkan diri kepadnya adalah hal yang tercela ?” Maka beliau menjawab, “Salafiyah adalah Firqatun Najiyah (kelompok yang selamat). Mereka adalah Ahlus Sunnah wal Jama’ah, bukan suatu hizb yang dinamakan sekarang sebagai kelompok-kelompok atau partai-partai. Sesungguhnya dia adalah suatu jama’ah, jama’ah yang berjalan di atas Sunnah …., maka Salafiyah adalah jama’ah yang berjalan di atas madzhab Salaf dan di atas jalan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabatnya, dan dia bukanlah salah satu kelompok dari kelompok-kelompok yang muncul sekarang ini, karena dia adalah jama’ah yang terdahulu dari zaman Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan terus berlanjut terus menerus di atas kebenaran dan nampak hingga hari kiamat sebagaimana diberitakan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam” [Dari kaset yang berjudul At-Tahdzir Minal Bida’]
[9]. Syaikh Muhammad Aman Al-Jami berkata : “Salafiyah telah menjadi istilah yang dikenal yang ditujukan kepada jalan generasi yang pertama dan orang-orang yang meneladani mereka di dalam pengambilan ilmu, cara memahaminya dan metode dakwah kepadanya. Jika demikian maka tidak dibatasi pada suatu rentang waktu tertentu, bahkan wajib dipahami bahwa dia adalah penamaan yang terus berlanjut seiring dengan berlanjutnya kehidupan, dan bahwasanya Firqatun Najiyah berkisar pada para ulama hadits dan Sunnah, merekalah para pemilik manhaj ini dan dia terus berlanjut hingga hari kiamat sesuai dengan sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. “Artinya : Tidak henti-hentinya sekelompok dari umatku yang mendapat pertolongan (dari Allah) tidak ada yang bisa membahayakan mereka siapapun yang menelantarkan mereka hingga tegaknya kiamat’ [Diriwayatkan oleh Ahmad dalam Musnadnya 5/34, Tirmidzi dalam Sunnahnya 4/485, Ibnu Majah dalam Sunannya 1/5 dan dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani dalam Shahih Sunan Ibnu Majah 1/6” [Shifat Ilahiyah hal. 64-65]
[Pembahasan ini banyak mengambil faedah dari kitab Tabshirul Khalaf Bisyar’iyatil Intisab Ila Salaf oleh Syaikhuna Al-Fadhil Dr Milfi bin Na’im Ash-Sha’idi]
KESIMPULAN
  • Salafiyah adalah nisbah kepada Salaf, dan Salaf adalah para sahabat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para imam yang di atas petunjuk dari tiga generasi yang terdahulu yang dipersaksikan dengan kebaikan.
  • Jika seorang menjadikan sebuah hizb (kelompok) sebagai standar kebenaran dan menjadi dasar bagi wala’ (loyalitas) dan bara’ (kebencian dan permusuhan) maka inilah hizbiyah yang dicela oleh Alloh dalam kitabNya.
  • Intisab kepada Salaf bukan hizbiyah karena Salafiyun tidak pernah menjadikan wala dan bara kecuali kepada Islam, tidak kepada simbol-simbol tertentu, tetapi semata-mata kepada kitab dan Sunnah.
  • Intisab kepada Salaf adalah syi’ar Ahlus Sunnah dari masa ke masa sehingga para ulama Ahlus Sunnah selalu menjadikan ittiba’ kepada Salaf sebagai suatu keutamaan bagi seseorang.
  • Kelompok-kelompok bid’ah sangat menjauhi intisab kepada Salaf, sampai-sampai kelompok yang mengaku beraqidah Salaf pun juga menjauhi dan menghindari penisbahan kepada Salaf, karena dengan meninggalkan intisab kepada Salaf maka mereka dengan leluasa menghukumi segala sesuatu dengan akal mereka, perasaaan mereka, dan eksperimen-eksperimen mereka.
  • Tidak ada cela bagi orang yang menampakkan madzhab Salaf, menisbahkan diri kepadanya, dan membanggakannya, bahkan wajib diterima semua itu darinya dengan kesepakatan ulama.
  • Pengingkaran intisab kepada Salaf mengharuskan berlepas diri dari Islam yang Shahih yang ditempuh oleh Salafush Shalih.
  • Penisbahan kepada Salaf merupakan keharusan pada saat ini, seiring dengan munculnya berbagai macam pemikiran yang menyeleweng dan kelompok-kelompok yang sesat dan menyesatkan.
[Disalin dari Majalah Al-Furqon Edisi 8 Tahun V/Rabi’ul Awal 1427H/April 2006. Penerbit Lajnah Dakwah Ma’had Al-Furqon, Alamat Maktabah Ma’had Al-Furqon, Srowo Sidayu, Gresik Jatim]