Anak adalah amanah bagi kedua
orang tuanya. Maka, kita sebagai orang tua bertanggung jawab terhadap amanah
ini. Tak sedikit kesalahan dan kelalaian dalam mendidik anak telah menjadi
fenomena yang nyata. Sungguh merupakan malapetaka besar, dan termasuk
mengkhianati amanah Allah.
Adapun rumah, adalah sekolah
pertama bagi anak. Kumpulan dari beberapa rumah itu akan membentuk sebuah
bangunan masyarakat.
Bagi seorang anak, sebelum
mendapatkan pendidikan di sekolah dan masyarakat, ia akan mendapatkan pedidikan
di rumah dan keluarganya. Ia merupakan prototipe kedua orang tuanya dalam
berinteraksi sosial. Oleh karena itu, disinilah peran dan tanggung jawab orang
tua, dituntut untuk tidak lalai dalam mendidik anak-anak.
BAHAYA LALAI DALAM MENDIDIK ANAK
Orang tua memiliki hak yang wajib
dilaksanakan oleh anak-anaknya. Demikian pula anak, juga mempunyai hak yang
wajib dipikul oleh kedua orang tuanya. Disamping Allah memerintahkan kita untuk
berbakti kepada kedua orang tua, Allah juga memerintahkan kita untuk berbuat
baik (ihsan) kepada anak-anak serta bersungguh-sungguh dalam mendidiknya.
Demikian ini termasuk bagian dari menunaikan amanah Allah. Sebaliknya,
melalaikan hak-hak mereka termasuk perbuatan khianat terhadap amanah Allah.
Banyak nash-nash syar’i yang mengisyaratkannya. Allah berfirman.
إِنَّ اللهَ
يَأْمُرُكُمْ أَن تُؤَدُّوا اْلأَمَانَاتِ إِلَى أَهْلِهَا
Sesungguhnya Allah menyuruh kamu
menyampaikan amanah kepada yang berhak menerimanya…[An Nisa’:58].
يَا أَيُّهَا
الَّذِينَ ءَامَنُوا لاَ تَخُونُوا اللهَ وَالرَّسُولَ وَتَخُونُوا أَمَانَاتِكُمْ
وَأَنتُمْ تَعْلَمُونَ
Hai orang-orang yang beriman,
janganlah kamu mengkhianati Allah dan Rasul (Muhammad) dan (juga) janganlah
kamu mengkhianati amanat-amanat yang dipercayakan kepadamu, sedang kamu
mengetahui. [Al Anfal:27].
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda.
كُلُّكُمْ رَاعٍ
وَ كُلُّكُمْ مَسْؤُوْ لٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ فَالإِمَامُ رَاعٍ وَ مَسْؤُوْ لٌ عَنْ
رَعِيَّتِهِ و رَجُلُ رَاعٍ في أَهْلِهِ وَ مَسْؤُوْ لٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ
Setiap kalian adalah pemimpin dan
akan diminta pertanggung-jawaban terhadap yang dipimpin. Maka, seorang imam
adalah pemimpin dan bertangung jawab terhadap yang dipimpinnya. Seorang suami
adalah pemimpin bagi keluarganya dan bertanggung jawab terhadap yang
dipimpinnya. [HR Al Bukhari].
مَا مِنْ عَبْدٍ
يَسْتَرْعيْهِ اللهُ رَعِيَّةً يَمُوْتُ يَوْمَ يَمُوْتُ وَ هُوَ غَاشٍ
لِرَعِيَّتِهِ إلاَّ حّرَّمَ اللهُ عَلَيْهِ الجَنَّةَ
Barangsiapa diberi amanah oleh
Allah untuk memimpin, lalu ia mati (sedangkan pada) hari kematiannya dalam
keadaan mengkhianati amanahnya itu, niscaya Allah akan mengharamkan surga
baginya. [HR Al Bukhari]
SEPULUH KESALAHAN DALAM MENDIDIK ANAK
Meskipun banyak orang tua yang
mengetahui, bahwa mendidik anak merupakan tanggung jawab yang besar, tetapi
masih banyak orang tua yang lalai dan menganggap remeh masalah ini. Sehingga
mengabaikan masalah pendidikan anak ini, sedikitpun tidak menaruh perhatian
terhadap perkembangan anak-anaknya.
Baru kemudian, ketika anak-anak
berbuat durhaka, melawan orang tua, atau menyimpang dari aturan agama dan
tatanan sosial, banyak orang tua mulai kebakaran jenggot atau justru
menyalahkan anaknya. Tragisnya, banyak yang tidak sadar, bahwa sebenarnya orang
tuanyalah yang menjadi penyebab utama munculnya sikap durhaka itu. Lalai atau
salah dalam mendidik anak itu bermacam-macam bentuknya; yang tanpa kita sadari
memberi andil munculnya sikap durhaka kepada orang tua, maupun kenakalan
remaja.
Berikut ini sepuluh bentuk
kesalahan yang sering dilakukan oleh orang tua dalam mendidik anak-anaknya.
1. Menumbuhkan Rasa Takut Dan
Minder Pada Anak.
Kadang, ketika anak menangis,
kita menakut-nakuti mereka agar berhenti menangis. Kita takuti mereka dengan
gambaran hantu, jin, suara angin, dan lain-lain. Dampaknya, anak akan tumbuh
menjadi seorang penakut; takut pada bayangannya sendiri, takut pada sesuatu
yang sebenarnya tidak perlu ditakutinya. Misalnya: takut ke kamar mandi
sendiri, takut tidur sendiri karena seringnya mendengar cerita tentang hantu,
jin dan lain-lain. Dan yang paling parah, tanpa disadari, kita telah menanamkan
rasa takut kepada dirinya sendiri. Atau misalnya, kita khawatir ketika mereka
jatuh dan ada darah di wajahnya, tangan atau lututnya. Padahal semestinya, kita
bersikap tenang dan menampakkan senyuman menghadapi ketakutan anak tersebut.
Bukannya justru menakuti-nakutinya, menampar wajahnya, atau memarahinya serta
membesar-besarkan masalah. Akibatnya, anak akan semakin keras tangisnya, dan
akan terbiasa menjadi takut apabila melihat darah atau merasa sakit.
2. Mendidiknya Menjadi Sombong,
Panjang Lidah, Congkak Terhadap Orang Lain. Dan Itu Dianggap Sebagai Sikap
Pemberani.
Kesalahan ini merupakan kebalikan point pertama. Yang benar ialah bersikap
tengah-tengah, tidak berlebihan dan tidak dikurang-kurangi. Berani tidak harus
dengan bersikap sombong atau congkak kepada orang lain. Tetapi, sikap berani
yang selaras tempatnya dan rasa takut apabila memang sesuatu itu harus
ditakuti. Misalnya: takut berbohong, karena ia tahu, jika Allah tidak suka
kepada anak yang suka bohong, atau rasa takut kepada binatang buas yang
membahayakan. Kita didik anak kita untuk berani dan tidak takut dalam
mengamalkan kebenaran.
3. Membiasakan Anak-Anak Hidup
Berfoya-Foya, Bermewah-Mewah Dan Sombong.
Dengan kebiasaan ini, sang anak
bisa tumbuh menjadi anak yang suka kemewahan, suka bersenang-senang. Hanya mementingkan
dirinya sendiri, tidak peduli terhadap keadaan orang lain. Mendidik anak
seperti ini dapat merusak fitrah, membunuh sikap istiqamah dalam bersikap zuhud
di dunia, membinasakan muru’ah (harga diri) dan kebenaran.
4. Selalu Memenuhi Permintaan
Anak.
Sebagian orang tua ada yang
selalu memberi setiap yang diinginkan anaknya, tanpa memikirkan baik buruknya
bagi anak. Padahal, tidak setiap yang diinginkan anaknya itu bermanfaat atau
sesuai dengan usia dan kebutuhannya. Misalnya: si anak minta tas baru yang
sedang trend, padahal baru sebulan yang lalu orang tua membelikannya tas baru.
Hal ini hanya akan menghambur-hamburkan uang. Kalau anak terbiasa terpenuhi
segala permintaannya, maka mereka akan tumbuh menjadi anak yang tidak peduli
pada nilai uang dan beratnya mencari nafkah. Serta mereka akan menjadi orang
yang tidak bisa membelanjakan uangnya dengan baik.
5. Selalu Memenuhi Permintaan
Anak, Ketika Menangis, Terutama Anak Yang Masih Kecil.
Sering terjadi, anak kita yang
masih kecil minta sesuatu. Jika kita menolaknya karena suatu alasan, ia akan
memaksa atau mengeluarkan senjatanya, yaitu menangis. Akhirnya, orang tua akan
segera memenuhi permintaannya karena kasihan atau agar anak segera berhenti
menangis. Hal ini dapat menyebabkan sang anak menjadi lemah, cengeng dan tidak
punya jati diri.
6. Terlalu Keras Dan Kaku Dalam
Menghadapi Mereka, Melebihi Batas Kewajaran.
Misalnya, dengan memukul mereka
hingga memar, memarahinya dengan bentakan dan cacian, ataupun dengan cara-cara
keras lain. Ini kadang terjadi, ketika sang anak sengaja berbuat salah. Padahal
ia (mungkin) baru sekali melakukannya.
7. Terlalu Pelit Pada Anak-Anak,
Melebihi Batas Kewajaran.
Ada juga orang tua yang terlalu
pelit kepada anak-anaknya, hingga anak-anaknya merasa kurang terpenuhi kebutuhannya.
Pada akhirnya, mendorong anak-anak itu untuk mencari uang sendiri dengan
berbagai cara. Misalnya: dengan mencuri, meminta-minta pada orang lain, atau
dengan cara lain. Yang lebih parah lagi, ada orang tua yang tega menitipkan
anak-anaknya ke panti asuhan untuk mengurangi beban orang tuanya. Bahkan, ada
pula yang tega menjual anaknya, karena merasa tidak mampu membiayai hidup.
Na’udzubillah min dzalik.
8. Tidak Mengasihi Dan Menyayangi
Mereka, Sehingga Membuat Mereka Mencari Kasih-Sayang Di Luar Rumah Hingga
Menemukan Yang Dicarinya.
Fenomena demikian ini banyak
terjadi. Telah menyebabkan anak-anak terjerumus ke dalam pergaulan bebas,
wa’iyadzubillah. Seorang anak perempuan misalnya, karena tidak mendapat
perhatian dari keluarganya, ia mencari perhatian dari laki-laki di luar
lingkungan keluarganya. Dia merasa senang mendapatkan perhatian dari laki-laki
itu, karena sering memujinya, merayu dan sebagainya. Hingga ia rela menyerahkan
kehormatannya demi cinta semu.
9. Hanya Memperhatikan Kebutuhan
Jasmaninya Saja.
Banyak orang tua yang mengira,
bahwa mereka telah memberikan yang terbaik untuk anak-anaknya. Banyak orang tua
merasa telah memberikan pendidikan yang baik, makanan dan minuman yang bergizi,
pakaian yang bagus dan sekolah yang berkualitas. Sementara itu, tidak ada upaya
untuk mendidik anak-anaknya agar beragama secara benar serta berakhlak mulia.
Orang tua lupa, bahwa anak tidak cukup hanya diberi materi saja. Anak-anak juga
membutuhkan perhatian dan kasih-sayang. Bila kasih-sayang tidak didapatkan di
rumahnya, maka ia akan mencarinya dari orang lain.
10. Terlalu Berprasangka Baik
Kepada Anak-Anaknya.
Ada sebagian orang tua yang
selalu berprasangka baik kepada anak-anaknya. Menyangka, bila anak-anaknya
baik-baik saja dan merasa tidak perlu ada yang dikhawatirkan, tidak pernah
mengecek keadaan anak-anaknya, tidak mengenal teman-teman dekat anaknya, atau
apa saja aktifitasnya. Sangat percaya kepada anak-anaknya. Ketika tiba-tiba,
mendapati anaknya terkena musibah atau gejala menyimpang, misalnya terkena
narkoba, barulah orang tua tersentak kaget. Berusaha menutup-nutupinya serta
segera memaafkannya. Akhirnya yang tersisa adalah penyesalan tak berguna.
Demikianlah sepuluh kesalahan
yang sering dilakukan orang tua. Yang mungkin, kita juga tidak menyadari bila
telah melakukannya. Untuk itu, marilah berusaha untuk terus mencair ilmu,
terutama berkaitan dengan pendidikan anak. Agar kita terhindar dari
kesalahan-kesalahan dalam mendidik anak, yang bisa menjadi fatal akibatnya bagi
masa depan mereka. Kita selalu berdo’a, semoga anak-anak kita tumbuh menjadi
generasi shalih dan shalihah, serta berakhlak mulia. Wallahu a’lamu
bishshawaab. (Ummu Shofia)
Maraji: At Taqshir Fi Tarbiyatil Aulad, Al Mazhahir Subulul Wiqayati Wal ‘Ilaj,
Muhammad bin Ibrahim Al Hamd.
[Disalin dari majalah As-Sunnah
Edisi 12/Tahun VII/1424H/2003M Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta,
Jl. Solo – Purwodadi Km. 8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 08121533647,
08157579296]