Segala puji bagi Allah, Yang Menetap Tinggi Di
Atas ‘Arsy-Nya, yang memiliki aswa’ dan shifat yang sempurna nan maha mulia.
Shalawat dan salam kepada Nabi kita Muhammad, keluarga dan sahabatnya serta
orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik hingga akhir zaman.
Para pembaca rumaysho.com mudah-mudahan masih mengingat
pembahasan kita mengenai “Di manakah Allah?” Sudah sebulan lebih kami tidak melanjutkan pembahasan tersebut
dikarenakan kesibukan mengurus artikel lainnya. Dengan meminta pertolongan
Allah Ta’ala, kami akan melanjutkan pembahasan
tersebut. Saat ini kami akan memaparkan perkataan ulama pada thobaqoh lainnya
(para ulama yang hidup sekitar tahun 200 H) seperti Imam Al Bukhari yang kami
sarikan dari kitab Al ‘Uluw lil ‘Aliyyil Ghoffar –karya Adz Dzahabi-.
Semoga bermanfaat.
أنبأنا ابن سلامة عن أبي جعفر الطرطوسي عن يحيى
بن منده حدثنا أحمد بن الفضل أنبأ الياطرقاني سمعت أبا عمر السلمي سمعت أبا حفص
الرفاعي سمعت عمرو بن تميم المكي قال سمعت محمد بن إسماعيل الترمذي سمعت المزني
يقول لا يصح لأحد توحيد حتى يعلم أن الله على العرش بصفاته قلت مثل أي شيء
قال سميع بصير عليم قدير أخرجها ابن منده في تاريخه
Ibnu Salamah telah menceritakan pada kami, dari Abu Ja’far
Ath Thurthusi, dari Yahya bin Mandah, Ahmad bin Al Fadhl telah menceritakan
kepada kami, Al Yathuqorni telah menceritakan, aku mendengar ‘Umar As Sulami,
aku mendengar Abu Hafsh Ar Rifa’i, aku mendengar ‘Amr bin Tamim Al Makki, ia
berkata, aku mendengar Muhammad bin Isma’il At Tirmidzi, aku mendengar Al
Muzanni berkata,
لا يصح لأحد توحيد حتى يعلم أن الله على العرش
بصفاته
“Ketauhidan seseorang
tidaklah sah sampai ia mengetahui bahwa Allah berada di atas ‘Arsy-nya dengan
sifat-sifat-Nya.” Aku pun berkata, “Sifat-sifat yang dimaksud semisal apa?” Ia berkata, “Sifat mendengar, melihat, mengetahui dan
berkuasa atas segala sesuatu.” Ibnu Mandah mengeluarkan riwayat
ini dalam kitab tarikhnya.[2]
Adz Dzahabi rahimahullah mengatakan, “Al Muzanni adalah
seorang faqih di negeri Mesir ketika zamannya, dan beliau adalah di antara murid yang cerdas dari Imam Asy
Syafi’i.”[3]
Pelajaran penting:
1.
Ketauhidan seseorang dipertanyakan jika ia tidak
meyakini Allah di atas ‘Arsy-Nya, di atas seluruh makhluk-Nya.
2.
Jika murid Imam Asy Syafi’i saja berkeyakinan
bahwa Allah ada di atas ‘Arsy, maka sudah barang tentu keyakinan murid sama
halnya dengan gurunya. Bahkan sudah dikuatkan pula keyakinan yang sama dari
Imam Asy Syafi’i tentang keberadaan Allah di atas ‘Arsy-Nya sebagaimana dalam
tulisan yang telah lewat. Buah tak mungkin jatuh jauh
dari pohonnya.
قال الحاكم قرأت بخط أبي عمرو
المستملي سئل محمد بن يحيى عن حديث عبد الله بن معاوية عن النبي ليعلم العبد أن
الله معه حيث كان فقال يريد أن الله علمه محيط بكل ما كان والله على العرش
Al Hakim berkata, “Aku membacakan
dengan tulisan pada Abu ‘Amr Al Mustahli, Muhammad bin Yahya ditanya mengenai
hadits ‘Abdullah bin Mu’awiyah dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
ليعلم العبد أن الله معه حيث كان
“Supaya hamba mengetahui bahwa Allah bersama dirinya di mana saja ia
berada.”
Lantas Adz Dzuhliy mengatakan,
أن الله علمه محيط بكل ما كان والله على العرش
Adz Dzahabi mengatakan, “Adz Dzuhli adalah ulama negeri Khurasan
setelah Ishaq, kebenarannya tanpa diragukan lagi. Beliau adalah seorang
pemimpin, seorang yang taat, dan seorang yang mulia.”[6]
Pelajaran penting:
Keyakinan Allah di atas ‘Arsy tidaklah bertentangan dengan
keyakinan ilmu Allah yang maha luas dan kebersamaan Allah bersama hamba-Nya.
Allah menetap tinggi di atas ‘Arsy sedangkan ilmu-Nya di mana-mana dan bukanlah
Dzat-Nya.
قال الإمام أبو عبد الله محمد بن إسماعيل في آخر الجامع الصحيح في
كتاب الرد على الجهمية باب قوله تعالى وكان عرشه على الماء قال أبو العالية استوى
إلى السماء إرتفع وقال مجاهد في استوى علا على العرش وقالت زينب أم
المؤمنين رضي الله عنها زوجني الله من فوق سبع سموات
Imam Abu ‘Abdillah Muhammad bin Isma’il Al Bukhari berkata
dalam akhir Al Jaami’ Ash Shohih dalam kitab bantahan kepada Jahmiyah, beliau
membawakan Bab firman Allah Ta’ala,
وَكَانَ عَرْشُهُ عَلَى الْمَاءِ
“Dan adalah singgasana-Nya (sebelum itu) di atas air.” (QS. Hud : 7)
Abul ‘Aliyah
mengatakan bahwa maksud dari ‘istiwa’ di atas langit’ adalah naik.
Mujahid mengatakan bahwa istiwa’ adalah menetap tinggi di atas ‘Arsy.
Zainab Ummul Mukminin mengatakan, “Allah yang berada di atas langit ketujuh
yang telah menikahkanku.”[8]
Pelajaran penting:
Imam pakar hadits yang terkemuka yang semua orang mengakui
kitab shahihnya yaitu Al Jaami’ Ash Shohih menyatakan dengan tegas bahwa Allah menetap
tinggi di atas ‘Arsy dengan menukil perkataan ulama salaf. Yang aneh adalah
pendapat yang berseberangan dengan Imam Al Bukhari ini.
قال أبو إسماعيل الأنصاري مصنف ذم الكلام وأهله أنبا أبو يعقوب
القراب أنبأنا جدي سمعت أبا الفضل إسحاق حدثني محمد ابن إبراهيم الأصبهاني سمعت
أبا زرعة الرازي وسئل عن تفسير الرحمن على العرش استوى فغضب وقال تفسيره كما
تقرأ هو على عرشه وعلمه في كل مكان من قال غير هذا فعليه لعنة الله
Abu Isma’il Al Anshori –penulis Dzammul Kalam wa Ahlih-, Abu
Ya’qub Al Qurob menceritakan, kakekku menceritakan pada kami, aku mendengar
Abul Fadhl Ishaq, Muhammad bin Ibrohim Al Ash-bahani telah menceritakan padaku,
aku mendengar Abu Zur’ah Ar Rozi ditanya mengenai tafsir firman Allah,
الرَّحْمَنُ عَلَى الْعَرْشِ اسْتَوَى
“(Yaitu) Rabb Yang Maha Pemurah
yang menetap tinggi di atas ‘Arsy .” (QS. Thoha : 5). Beliau lantas
marah. Kemudian beliau pun berkata, “Tafsirnya sebagaimana yang engkau baca. Allah di atas ‘Arsy-Nya
sedangkan ilmu Allah yang berada di mana-mana. Siapa yang mengatakan selain
ini, maka dialah yang akan mendapat laknat Allah.”[10]
أنبأنا أحمد بن أبي الخير عن يحيى بن يونس أنبأنا أبو طالب اليوسعي
أنبأنا أبو إسحاق البرمكي أنبأنا علي بن عبد العزيز قال حدثنا عبد الرحمن بن أبي
حاتم قال سألت أبي وأبا زرعة رحمهما الله تعالى عن مذهب أهل السنة في أصول الدين
وما أدركا عليه العلماء في جميع الأمصار وما يعتقدان من ذلك فقالا أدركنا العلماء
في جميع الأمصار حجازا وعراقا ومصرا وشاما ويمنا فكان من مذهبهم أن الله تبارك
وتعالى على عرشه بائن من خلقه كما وصف نفسه بلا كيف أحاط بكل شيء علما
Ahmad bin Abul Khoir telah menceritakan kepada kami, dari
Yahya bin Yunus, Abu Tholib menceritakan pada kami, Abu Ishaq Al Barmaki telah
menceritakan pada kami, ‘Ali bin ‘Abdul ‘Aziz telah menceritakan pada kami, ia
berkata bahwa ‘Abdurrahman bin Abu Hatim telah menceritakan pada kami, bahwa
dia bertanya pada ayahnya dan Abu Zur’ah mengenai aqidah Ahlus Sunnah dalam ushuluddin dan
apa yang dipahami oleh keduanya mengenai perkataan para ulama di berbagai
negeri dan apa saja keyakinan mereka.
Abu Hatim dan Abu Zur’ah berkata,
Yang kami ketahui bahwa ulama di seluruh negeri di Hijaz,
‘Iraq, Mesir, Syam, Yaman; mereka semua meyakini bahwa Allah Tabaroka wa Ta’ala
berada di atas ‘Arsy-nya, terpisah dari makhluk-Nya sebagaimana yang Allah sifati pada diri-Nya sendiri dan tanpa kita
ketahui hakikatnya. Sedangkan ilmu Allah meliputi segala sesuatu.[11]
Pelajaran penting:
Dari perkataan Abu Zur’ah Ar Rozi, kita dapat menyaksikan
para ulama di berbagai negeri sepakat (berijma’) bahwa Allah menetap tinggi di
atas ‘Arsy sedangkan ilmu Allah yang berada di mana-mana. Maka yang harus
dibilang aneh adalah orang yang menyelisihi kesepakatan ulama ini. Bahkan Abu
Zur’ah menyatakan bahwa siapa saja yang menyelisihi keyakinan ini, dialah yang
pantas mendapatkan laknat Allah.
قال الحافظ أبو القاسم الطبري وجدت في كتاب أبي
حاتم محمد بن إدريس بن المنذر الحنظلي مما سمع منه يقول مذهبنا وإختيارنا إتباع
رسول الله وأصحابه والتابعين من بعدهم والتمسك بمذاهب أهل الأثر مثل الشافعي وأحمد
وإسحاق وأبي عبيد رحمهم الله تعالى ولزوم الكتاب والسنة ونعتقد أن الله عزوجل على
عرشه بائن من خلقه ليس كمثله شيء وهو السميع البصير
Al Hafizh Abul Qosim Ath Thobari mengatakan bahwa beliau
mendapati dalam kitab Abu Hatim Muhammad bin Idris bin Al Mundzir Al Hanzholi,
perkataan yang didengar darinya, Abu Hatim mengatakan,
“Pilihan
kami adalah mengikuti Rasulullah, para sahabat, para tabi’in dan yang
setelahnya. Kami pun berpegang dengan madzhab Ahlus Sunnah semacam Asy Syafi’i,
Ahmad , Ishaq, Abu ‘Abdillah rahimahumullah. Kami pun konsekuen dengan Al Kitab
dan As Sunnah. Kami meyakini bahwa Allah ‘azza wa jalla menetap tinggi di
atas ‘Arsy, terpisah dari makhluk-Nya. Tidak ada yang semisal dengan-Nya,
Dialah (Allah) yang Maha Mendengar lagi Maha Melihat.”
Lantas Abu Hatim Ar Rozi menyebutkan perkataan,
وعلامة أهل البدع الوقيعة في أهل الأثر وعلامة الجهمية أن يسموا أهل
السنة مشبهة
“Di antara tanda ahlul bid’ah adalah
berbagai tuduhan keliru yang mereka sematkan pada Ahlus Sunnah. Tanda Jahmiyah
adalah mereka menyebut Ahlus Sunnah dengan musyabbihah (orang yang menyerupakan
Allah dengan makhluk).”[13]
Pelajaran penting:
Lihatlah bagaimana penjelasan Abu Hatim di sini. Jika kita
menyatakan bahwa Allah berada di atas langit atau menetap tinggi di atas ‘Arsy,
maka di sini bukan berarti Allah itu berada dalam makhluk (berada dalam langit)
atau butuh pada makhluk. Inilah yang banyak disangkakan sebagian orang.
Dikira jika kita menyatakan Allah berada di atas langit, itu berarti Allah berada
di dalam langit. Ini sungguh sangkaan keliru.
قال أبو إسماعيل الأنصاري في الفاروق بإسناد إلى محمد بن محمود سمعت
يحيى بن معاذ يقول إن الله على العرش بائن من خلقه أحاط بكل شيء علما لا يشذ عن
هذه المقالة إلا جهمي يمزج الله بخلقه
Abu Isma’il Al Anshori berkata dalam Al Faruq dengan sanad
sampai ke Muhammad bin Mahmud, aku mendengar Yahya bin Mu’adz berkata, “Sesungguhnya Allah di atas ‘Arsy, terpisah
dari makhluk-Nya. Namun ilmu Allah meliputi segala sesuatu. Tidak ada yang
memiliki perkataan nyleneh selain Jahmiyah. Jahmiyah meyakini bahwa Allah
bercampur dengan makhluk-Nya.”[15]
Pelajaran penting:
Perkataan Yahya di atas
menunjukkan bahwa pendapat Jahmiyah yang tidak meyakini Allah menetap tinggi di
atas ‘Arsy adalah keyakinan yang nyleneh, alias aneh.
Penutup
Masih banyak lagi perkataan ulama masa silam semacam dari
ulama pakar hadits yang belum kami sebutkan. Insya Allah perkataan lainnya akan
kami lanjutkan pada tulisan selanjutnya. Semoga Allah mudahkan.
Intinya, pernyataan orang-orang yang menyatakan Allah tidak
di atas langit, adalah pernyataan “basi”, pernyataan semacam itu hanyalah
mengadopsi pendapat Jahmiyah yang para ulama banyak mencelanya. Semoga dengan
perkataan ulama yang kami nukilkan ini bisa membuka hati setiap orang yang
masih ragu tentang keberadaan Allah di atas seluruh makhluk-Nya.
Hanya Allah yang beri taufik.
_________________________
Panggang-GK, 2 Rajab 1431 H (14/06/2010)
Al Faqir Ilallah: Muhammad Abduh Tuasikal
[2] Syaikh Al Albani mengatakan, “Dari jalur yang
dibawakan oleh penulis (Adz Dzahabi) dengan sanadnya terdapat perowi yang tidak
aku kenal semisal ‘Amr bin Tamim Al Makki.” (Mukhtashor Al ‘Uluw, hal. 201)
[5] Syaikh Al Albani mengatakan, “Riwayat ini
dibawakan oleh penulis dari Muhammad bin Nu’aim, aku sendiri tidak
mengenalnya.” (Lihat Mukhtashor Al ‘Uluw, hal. 202)