Islam Pedoman Hidup: Kaidah Memahami Al Qur’an Ke 4 : Kata Yang Berbentuk Nakiroh…

Minggu, 10 Juli 2016

Kaidah Memahami Al Qur’an Ke 4 : Kata Yang Berbentuk Nakiroh…

Kaidah-kaidah memahami Al Qur’an yang diambil dari kitab Qowa’idul Hisaan yang ditulis oleh Syaikh Abdurrohman As Sa’diy.
Kaidah yang ke 4 :
Kata yang berbentuk nakiroh (tak tertentu) apabila berada dalam redaksi peniadaan atau larangan atau syarat atau pertanyaan menunjukkan makna umum.
Nakiroh adalah kata yang tak tertentu, biasanya tanda nakiroh dalam bahasa arab adalah masuknya tanwin pada kata tersebut. Seperti al baitu nakirohnya baitun. Apabila dimasuki alif lam maka ia menjadi ma’rifat (tertentu), dan tidak boleh tanwin.
Dalam ayat ayat alquran bentuk nakiroh memiliki makna yang bersifat umum bila dalam redaksi yang disebutkan dalam kaidah tersebut.
Contoh misalnya firman Allah Ta’ala:
واعبدوا الله ولا تشركوا به شيئا
“Beribadahlah kepada Allah dan jangan kamu menyekutukan dengannya sesuatu.” (4:36)
Kata syaian (sesuatu) dalam ayat tersebut berada dalam redaksi larangan. Maka maknanya mencakup semua jenis syirik baik yang besar maupun yang kecil. Baik syirik dalam niat, ucapan ataupun perbuatan.
Faidah mengenal kaidah ini adalah mengetahui kata yang mempunyai makna umum yang mencakup semua yang ditunjukkan  oleh kata tersebut. Dan sesuatu yang bersifat umum harus dibawa kepada keumumannya, tidak boleh dikhususkan kecuali dengan dalil.
Para shahabat senantiasa memahami makna umum pada keumumannya sampai ada dalil yang mengkhususkannya. Contohnya ketika Allah menurunkan firmanNya:
الذين ءامنوا ولم يلبسوا إيمانهم بظلم أولئك لهم الأمن وهم مهتدون
“Orang orang yang beriman dan tidak mencampur keimanan mereka dengan kezaliman, bagi mereka keamanan dan mereka mendapat hidayah.” (6:82)
Para shahabat datang dan berkata, “Wahai Rasulullah, siapakah diantara kami yang tidak pernah berbuat zalim?”
Mereka berkata demikian karena kata “zalim” dalam ayat tersebut berbentuk nakiroh dalam redaksi peniadaan. Sehingga mencakup semua makna zalim; baik zalim terhadap diri sendiri ataupun zalim kepada orang lain. Baik yang kecil maupun yang besar. Sehingga itu yang membuat mereka berat.
Namun Nabi shallallahu alaihi wasallam menjelaskan bahwa yang dimaksud zalim dalam ayat tersebut adalah syirik. (Muttafaqun alaih)
Walaupun demikian semakin jauh dari kezaliman sekecil apapun semakin menunjukkan kesempurnaan imannya.
Badru Salam,  حفظه الله تعالى


from=http://bbg-alilmu.com/archives/19243