Syaikh Muhammad bin Shalih Al Munajjid Hafizdahullah
Pertanyaan:
Terkadang saya diundang menghadiri acara kecil-kecilan ( seperti jamuan
makan) ataupun acara besar (seperti pesta pernikahan). Pertemuan ini
umumnya diisi dengan ghibah, ejekan, saling berbangga dengan pakaian
dan mengejek orang yang berpakaian sederhana (seperti saya). Terkadang
diisi dengan gosip sementara saya harus mengerjakan pekerjaan rumah.
Saya tidak suka mengambil jasa pembantu. Hampir semua hadirin yang
datang di acara tersebut memiliki pembantu sehingga banyak waktu luang
yang mereka miliki.
Suami dan keluargaku membutuhkan kehadiranku. Setiap detik yang kuhabiskan di rumah sangat berarti –insyaallah-.
Andai aku memiliki waktu luang aku ingin gunakan untuk membaca
Al-Qur’an dan buku-buku bermanfaat. Saya sama sekali tidak ingin
ikut perkumpulan duniawi yang tidak ada manfaatnya. Mohon bimbingannya
apa yang harus saya perbuat dengan keadaan ini? Apa alasan yang cocok
yang bisa saya sampaikan untuk tidak hadir jika saya memiliki hak untuk
tidak hadir?
Apa yang harus saya lakukan, bila nyonya tuan rumah yang punya hajat
tersebut benci terhadap saya, senang bila saya berada di situasi yang
terpojokkan dan suka membicarakan saya. Apakah saya wajib menghadiri
undangannya?
Jawaban:
Alhamdulillah,
Diriwayatkan Bukhari no. 1164 dan Muslim no. 4022 bahwasanya Abu Hurairah radhiyallahu’anhu berkata, Aku mendengar Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam bersabda,
حَقُّ
الْمُسْلِمِ عَلَى الْمُسْلِمِ خَمْسٌ رَدُّ السَّلَامِ وَعِيَادَةُ
الْمَرِيضِ وَاتِّبَاعُ الْجَنَائِزِ وَإِجَابَةُ الدَّعْوَةِ وَتَشْمِيتُ
الْعَاطِسِ
“Hak
seorang muslim terhadap muslim lainnya ada lima: Menjawab salam,
menjenguk yang sakit, mengantar jenazah, memenuhi undangannya dan
mendoakan tasymit ketika bersin.”
Para ulama membagi jenis undangan yang diperintahkan bagi setiap muslim untuk memenuhinya,
Pertama: walimatul
urs (pesta pernikahan). Mayoritas ulama berpendapat hukumnya wajib
menghadiri undangan pesta pernikahan kecuali bila ada udzur
syar’i. Dalilnya, sebuah hadis yang driwayatkan Bukhari no. 4779
dan Muslim no. 2585 dari Abu Hurairah radhiyallahu’anhu bahwa Nabi shallallahu’alaihi wasallam bersabda,
شَرُّ
الطَّعَامِ طَعَامُ الْوَلِيمَةِ يُمْنَعُهَا مَنْ يَأْتِيهَا وَيُدْعَى
إِلَيْهَا مَنْ يَأْبَاهَا وَمَنْ لَمْ يُجِبْ الدَّعْوَةَ فَقَدْ عَصَى
اللَّهَ وَرَسُولَهُ
“Sejelek-jelek
makanan adalah makanan walimahan yang ditolak orang yang ingin
mendatanginya dan diundang orang yang enggan mendatanginya. Maka
barangsiapa yang tidak memenuhi undangan tersebut sungguh dia telah
bermaksiat kepada Allah dan RasulNya.”
Kedua: undangan
selain pesta pernikahan dengan berbagai jenisnya. Mayoritas ulama
berpendapat hukumnya dianjurkan memenuhi undangan tersebut. Tidak ada
ulama yang menyelisihi pendapat ini kecuali sebagian ulama
Syafi’iyyah dan Dzahiriyyah. Mereka berpendapat wajib datang.
Andai dikatakan bahwa hukumnya sangat dianjurkan maka ini lebih dekat
dengan kebenaran. Allahua’lam
Akan
tetapi para ulama memberikan syarat ketat dalam memenuhi undangan. Jika
syarat-syarat ini tidak terpenuhi maka memenuhi undangan tersebut tidak
lagi wajib, tidak pula dianjurkan bahkan terkadang hukumnya berubah
menjadi haram.
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin meringkas syarat-syarat ini:
1.
Tidak ada kemungkaran di tempat undangan. Namun bila ada kemungkaran
dan orang (yang diundang tersebut) mampu menghilangkannya maka ia wajib
datang dengan dua alasan. Pertama untuk memenuhi undangan itu sendiri.
Kedua mengingkari kemungkaran. Adapun jika tidak mungkin baginya
menghilangkan kemungkaran tersebut maka hukumnya haram mendatanginya.
2.
Orang yang mengundang bukanlah orang yang sedang diboikot. Seperti
orang yang terang-terangan melakukan kefasikan atau kemaksiatan.
Terkadang dengan boikot dapat memberi pelajaran bagi pelaku maksiat
untuk segera bertaubat dari perbuatannya.
3. Orang yang mengundang, seorang muslim. Jika yang mengundang non muslim maka tidak wajib datang. Berdasarkan sabda Nabi shallallahu’alaihi wasallam, “Hak seorang muslim atas muslim yang lain…”
4. Makanan yang dihidangkan, makanan yang halal yang boleh dimakan.
5.
Saat memenuhi undangan tidak mengabaikan kewajiban yang lain atau
bahkan kewajiban yang lebih wajib. Jika ini terjadi, haram memenuhi
undangan tersebut.
6.
Tidak menimbulkan efek negatif bagi orang yang diudang. Seperti udangan
yang mengharuskan safar atau mengharuskan perpisahan dengan keluarga
sementara mereka membutuhkan keberadaanya di rumah dan dampak buruk
lain yang semisal. (Al-Qaul Al-Mufid, 3:111)
Sebagian ulama menambahkan syarat lain,
Orang yang mengundang mengkhususkan nama yang akan diundang. Berbeda
jika undangan terbuka, diperuntukkan secara umum untuk semua yang
berada dalam satu majlis –misalnya- untuk mendatangi walimah
sementara ia salah satu yang hadir di majlis tersebut maka hukumnya
tidak wajib datang.
Dengan
rincian ini, jelaslah bahwa menghadiri undangan seperti yang engkau
ceritakan diatas tidak wajib untukmu bahkan bisa jadi hukumnya haram.
Jika engkau tidak mampu merubah kemungkaran atau engaku khawatir dengan
mendatangi undangan tersebut dapat menyia-nyiakan hak suamimu atau hak
anak-anakmu yag wajib engkau tunaikan seperti mendidik dan merawat
mereka, kemudian engkaupun tidak akan selamat dari kejelekan dan bahaya
yang mereka timbulkan. Ini semua bentuk udzur yang menggugurkan
undangan wajib lalu bagaimana jika undangan tersebutkan bukan wajib?
Hal
lain yang harus diperhatikan para wanita hendaknya engkau meminta ijin
suami untuk keluar menghadiri undangan. Hendaknya engkau nasehati
saudari-saudarimu agar bersemangat memanfaat waktu-waktu mereka dan
mengisi majlis-majlis mereka dengan seuatu yang bermanfaat bagi agama
dan dunia. Karena Rasulullah shallallahu’alaihiwasallam bersabda,
مَا
جَلَسَ قَوْمٌ مَجْلِسًا لَمْ يَذْكُرُوا اللَّهَ فِيهِ وَلَمْ يُصَلُّوا
عَلَى نَبِيِّهِمْ إِلَّا كَانَ عَلَيْهِمْ تِرَةً فَإِنْ شَاءَ
عَذَّبَهُمْ وَإِنْ شَاءَ غَفَرَ لَهُمْ
“Tidaklah
suatu kaum duduk disebuah majlis yang tidak disebut nama Alah
didalamnya dan tidak digunakan untuk bershalawat kepada nabi mereka
kecuali bagi mereka kerugian dan penyesalan. Jika Allah menghendaki,
Allah akan mengadzab mereka. Namun jika Allah menghendaki Allah akan
ampuni mereka.” (HR. At Tirmidzi no. 3302. Beliau berkata
hadis ini hadis hasan shahih dan di nilai shahih oleh Al-Albani
sebagaimana yang beliau sebutkan dalam Shahihut Tirmidzi, 3: 140)
Dalam Sunan Abu dawud no. 4214 dan selainnya dari Abu Hurairah radhiyallahu’anhu berkata, Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam bersabda,
مَا
مِنْ قَوْمٍ يَقُومُونَ مِنْ مَجْلِسٍ لا يَذْكُرُونَ اللَّهَ فِيهِ إِلا
قَامُوا عَنْ مِثْلِ جِيفَةِ حِمَارٍ وَكَانَ لَهُمْ حَسْرَةً
“Tidak
ada suatu kaum yang beranjak dari suatu majlis yang tidak disebut nama
Allah Ta’ala di dalamnya kecuali mereka bangun dari sesuatu yang
serupa dengan bangkai keledai sementara mereka berada dalam penyesalan.” (Hadis ini dinilai shahih oleh An-Nawawi dalam Riyadhusshshalihin (321) dan diikuti oleh Al-Albani rahimahullah)
Sampaikan
nasehat ini kepada mereka baik secara lisan ataupun lewat tulisan.
Selain itu, engkau bisa mengundang mereka untuk datang ke rumahmu.
Gunakan kesempatan perkumpulan ini dengan menjadikanya sebagai majlis
ilmu, disamping mengisinya dengan sebagian perkara mubah yang disukai
mereka. Semoga Allah menjadikan Anda sebagai sebab pelopor dalam
kebaikan bagi mereka, dalam memberi manfaat seperti majlis ini.
Wallahul muwaffiq.
****
Sumber: https://islamqa.info/ar/22006
Diterjemahkan oleh Tim Penerjemah Wanitasalihah.com
Artikel wanitasalihah.com
Sumber: https://islamqa.info/ar/22006
Diterjemahkan oleh Tim Penerjemah Wanitasalihah.com
Artikel wanitasalihah.com