"Barangsiapa
yang berdusta atas namaku secara sengaja, maka hendaklah dia menempati tempat
duduknya di neraka." (HR. Bukhari no. 1291 dan Muslim no. 4).
Berdusta atas nama
Nabi shallallahu ‘alaihi
wa sallam termasuk dosa besar, bahkan bisa kafir.
Imam Adz
Dzahabi dalam kitab beliau Al Kabair (mengenai dosa-dosa besar) berkata, “Berdusta atas nama Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah suatu bentuk kekufuran
yang dapat mengeluarkan seseorang dari Islam. Tidak ragu lagi bahwa siapa saja
yang sengaja berdusta atas nama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam menghalalkan yang haram
dan mengharamkan yang halal berarti ia melakukan kekufuran. Adapun perkara yang
dibahas kali ini adalah untuk bentuk dusta selain itu.”
Beberapa
dalil yang dibawakan oleh Imam Adz Dzahabi adalah sebagai berikut.
Dari Al
Mughirah, ia mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّ
كَذِبًا عَلَىَّ لَيْسَ كَكَذِبٍ عَلَى أَحَدٍ ، مَنْ كَذَبَ عَلَىَّ مُتَعَمِّدًا
فَلْيَتَبَوَّأْ مَقْعَدَهُ مِنَ النَّارِ
“Sesungguhnya berdusta atas namaku tidaklah sama
dengan berdusta pada selainku. Barangsiapa yang berdusta atas namaku secara
sengaja, maka hendaklah dia menempati tempat duduknya di neraka.” (HR. Bukhari no. 1291 dan Muslim no. 4).
Dalam hadits yang shahih, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
فَمَنْ
كَذَبَ عَلَيَّ بنيَ لَهُ بَيْتٌ فِي جَهَنَّمَ
“Barangsiapa berdusta atas namaku, maka akan
dibangunkan baginya rumah di (neraka) Jahannam.” (HR.
Thobroni dalam Mu’jam Al
Kabir)
Imam Dzahabi
juga membawakan hadits, Nabi shallallahu
‘alaihi wa
sallam bersabda, “Siapa yang berkata atas namaku padahal aku sendiri
tidak mengatakannya, maka hendaklah ia mengambil tempat duduknya di neraka.”
Dalam hadits lainnya disebutkan
pula,
يُطْبَعُ
الْمُؤْمِنُ عَلَى الْخِلاَلِ كُلِّهَا إِلاَّ الْخِيَانَةَ وَالْكَذِبَ
“Seorang mukmin memiliki tabiat yang baik kecuali
khianat dan dusta.” (HR. Ahmad
5: 252. Syaikh Syu’aib Al
Arnauth mengatakan bahwa sanad hadits ini dhoif)
Dari ‘Ali, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ
رَوَى عَنِّى حَدِيثًا وَهُوَ يَرَى أَنَّهُ كَذِبٌ فَهُوَ أَحَدُ الْكَاذِبَيْنِ
“Siapa yang meriwayatkan dariku suatu hadits yang
ia menduga bahwa itu dusta, maka dia adalah salah seorang dari dua pendusta
(karena meriwayatkannya).” (HR. Muslim dalam muqoddimah kitab shahihnya
pada Bab “Wajibnya meriwayatkan dari orang
yang tsiqoh -terpercaya-, juga diriwayatkan oleh Ibnu Majah no. 39. Al Hafizh
Abu Thohir mengatakan bahwa hadits ini shahih).
Setelah
membawakan hadits-hadits di atas, Imam Adz Dzahabi berkata, “Dengan ini menjadi jelas dan teranglah bahwa
meriwayatkan hadits maudhu’ -dari
perowi pendusta- (hadits palsu) tidaklah dibolehkan.” (Lihat kitab Al
Kabair karya Imam Adz Dzahabi,
terbitan Maktabah Darul Bayan, cetakan kelima, tahun 1418 H, hal. 28-29).
Pembahasan ini
bermaksud menunjukkan bahayanya menyampaikan hadits-hadits palsu yang tidak ada
asal usulnya sama sekali dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam.
Semoga Allah memberi taufik dan
hidayah.
—