Islam Pedoman Hidup: Adab-Adab Majelis 2

Senin, 04 Juli 2016

Adab-Adab Majelis 2


Allah Ta’ala berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا قِيلَ لَكُمْ تَفَسَّحُوا فِي الْمَجَالِسِ فَافْسَحُوا يَفْسَحِ اللَّهُ لَكُمْ
“Wahai orang-orang yang beriman apabila dikatakan kepada kalian, “Berlapang-lapanglah dalam majelis,” maka lapangkanlah, niscaya Allah akan memberikan kelapangan untukmu.” (QS. Al-Mujadilah: 11)
Dari Abdullah bin Umar radhiallahu anhuma dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam beliau bersabda:
لَا يُقِيمُ الرَّجُلُ الرَّجُلَ مِنْ مَقْعَدِهِ ثُمَّ يَجْلِسُ فِيهِ وَلَكِنْ تَفَسَّحُوا وَتَوَسَّعُوا
“Janganlah seseorang menyuruh orang lain berdiri dari tempat duduknya lalu dia duduk di tempatnya, tetapi katakanlah hendaknya kalian melapangkan dan meluaskan majelis.” (HR. Al-Bukhari no. 6270 dan Muslim no. 2177)
Dari Abu Hurairah radhiallahu anhu bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
إِذَا قَامَ أَحَدُكُمْ ثُمَّ رَجَعَ إِلَيْهِ فَهُوَ أَحَقُّ بِهِ
“Apabila salah seorang di antara kalian berdiri dari tempat duduknya, kemudian dia kembali lagi ke tempatnya itu, maka dia lebih berhak dengan tempat itu.” (HR. Muslim no. 2179)
Dari Jabir bin Samurah radhiallahu anhu dia berkata,
كُنَّا إِذَا أَتَيْنَا النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ جَلَسَ أَحَدُنَا حَيْثُ يَنْتَهِي
“Jika kami mendatangi (majelis) Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, maka salah seorang dari kami akan duduk di mana majelis berakhir (barisan terakhir).” (HR. Abu Daud no. 4825 dan At-Tirmizi no. 2726)
Yakni jika yang di depan sudah penuh.
Dari Jabir bin Samurah radhiallahu anhu dia berkata: Nabi shallallahu alaihi wasallam keluar melewati kami, lalu beliau melihat kami bergerombol. Maka beliau bersabda:
مَالِي أَرَاكُمْ عِزِينَ
“Mengapa aku melihat kalian bercerai-berai.” (HR. Muslim no. 430)
Penjelasan ringkas:
Di antara adab-adab dalam bermajelis adalah Rasulullah shallallahu alaihi wasallam menuntunkan untuk bersatu dalam majelis dan tidak membuat beberapa majelis pada waktu yang bersamaan kecuali jika memang dibutuhkan. Karenanya beliau shallallahu alaihi wasallam juga melarang semua amalan yang menyebabkan perpecahan dan perselisihan dalam bermajelis seperti:
1.    Menyuruh seseorang yang sedang duduk agar dia bisa duduk di tempatnya. Tidak diragukan ini merupakan amalan kesombongan dan kezhaliman yang bisa mengantarkan kepada perpecahan. Karena siapa yang pertama kali menempati sebuah tempat maka dia yang lebih berhak terhadapnya. Karenanya tidak boleh ada seorangpun yang boleh mengambil tempat duduk orang yang lebih dahulu di situ walaupun dia adalah seorang alim atau lebih tinggi kedudukannya daripada orang yang sudah lebih dahulu duduk di situ.
2.    Mengambil tempat duduk orang yang pergi dari tempat duduknya tapi dengan niat dia akan kembali ke tempat tersebut dalam waktu dekat. Sebagian jamaah shalat, jika muazzin duduk/berdiri di dalam shaf lalu dia maju untuk mengumandangkan iqamah, maka jamaah di belakangnya akan menempati tempat muezzin tadi, padahal muazzin setelah iqamah akan mundur lagi ke shafnya. Maka tentu saja amalan sebagian jamaah itu terlarang berdasarkan hadits Abu Hurairah di atas.
Demikian pula jika jamaah shalat sudah duduk di shaf, tapi ketika dia shalat ba’diah maka dia maju ke depan berhubung sutrahnya mengharuskan dia ke depan. Maka dalam keadaan seperti ini tidak boleh ada seorangpun yang mengambil tempat duduknya di dalam shaf tadi, karena ketika iqamah dikumandangkan maka tentu saja dia akan kembali ke tempat duduknya tadi.
3.    Nabi shallallahu alaihi wasallam juga melarang untuk melangkahi orang yang sudah lebih dahulu berada di dalam majelis karena dia ingin duduk di depan padahal di depan sudah tidak memungkinkan. Tidak diragukan itu akan menimbulkan kebencian saudaranya kepadanya, karena beliau menganjurkan agar siapa saja yang terlambat datang ke majelis sementara bagian depan majelis sudah penuh, maka dia harus duduk di akhir majelis dan tidak memaksakan untuk masuk. Dan telah berlalu pada artikel: Adab-Adab Majelis 1 keterangan mengenai disunnahkannya melapangkan dan meluaskan majelis, wallahu A’lam.