Oleh
DR.Sulaiman bin Salimullah ar-Ruhaili [حَفِظَهُ الله [1
Pembicaraan
kita pada kesempatan yang mulia ini adalah materi yang sangat penting
dan bukan pembahasan biasa. Saat ini, kita akan membahas dan berbicara
tentang kematian kekasih kita, imam kita, pembimbing kita, panutan dan
Nabi kita yaitu Muhammad bin Abdillah Shallallahu ‘alaihi wa
sallam. Bagaimana mungkin seseorang yang mencintai orang lain berbicara
tentang kematian orang yang sangat dicintainya?! Lalu bagaimana pula
rasanya jika pembicaraan itu berkenaan dengan orang yang paling kita
cintai diantara seluruh manusia di dunia ini?! Tentang kematian orang
yang lebih kita cintai dibandingkan diri kita sendiri, kedua orang tua,
anak-anak kita, keluarga dan bahkan seluruh manusia.
Sesungguhnya,
berita tentang kematian Nabi kita Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa
sallam adalah sebuah berita besar, bahkan sangat besar. (Berita ini
tetap menghebohkan dan menggetarkan setiap jiwa yang mendengarnya,
meski para Sahabat tahu betul bahwa Nabi Muhammad Shallallahu
‘alaihi wa sallam adalah seorang manusia biasa, dan semua
manusia pasti akan mengalami kematian, karena Allâh Azza wa Jalla
telah menetapkan tidak ada seorang pun manusia yang kekal abadi di
dunia. Allâh Azza wa Jalla berfirman:
إِنَّكَ مَيِّتٌ وَإِنَّهُمْ مَيِّتُونَ
Sesungguhnya kamu akan mati dan sesungguhnya mereka akan mati (pula). [Az-Zumar/39:30]
Juga Allâh Azza wa Jalla berfirman:
وَمَا مُحَمَّدٌ إِلَّا رَسُولٌ قَدْ خَلَتْ مِنْ قَبْلِهِ الرُّسُلُ ۚ أَفَإِنْ مَاتَ أَوْ قُتِلَ انْقَلَبْتُمْ عَلَىٰ أَعْقَابِكُمْ ۚ وَمَنْ يَنْقَلِبْ عَلَىٰ عَقِبَيْهِ فَلَنْ يَضُرَّ اللَّهَ شَيْئًا ۗ وَسَيَجْزِي اللَّهُ الشَّاكِرِينَ
Muhammad
itu tidak lain hanyalah seorang rasul, sungguh telah berlalu sebelumnya
beberapa orang rasul. Apakah jika dia wafat atau dibunuh kamu berbalik
ke belakang (murtad)? Barangsiapa berbalik ke belakang, maka ia tidak
dapat mendatangkan mudharat kepada Allâh sedikitpun, dan Allâh akan memberi balasan kepada orang-orang yang bersyukur. [Ali Imran/3:144]
Allâh Subhanahu wa Ta’ala juga berfirman:
وَمَا جَعَلْنَا لِبَشَرٍ مِنْ قَبْلِكَ الْخُلْدَ ۖ أَفَإِنْ مِتَّ فَهُمُ الْخَالِدُونَ
Dan
Kami tidak menjadikan hidup abadi bagi seorang manusiapun sebelum kamu
(Muhammad); maka jikalau kamu mati, apakah mereka akan kekal? [Al-Anbiya/21:34]
Allâh Azza wa Jalla juga berfirman:
كُلُّ نَفْسٍ ذَائِقَةُ الْمَوْتِ
Setiap jiwa pasti akan mengalami kematian.[Ali Imran/3:185]
WAFATNYA NABI MUHAMMAD SHALLALLAHU ‘ALAIHI WA SALLAM
Nabi
Shallallahu ‘alaihi wa sallam dilahirkan di Mekah pada tahun yang
dikenal dengan tahun gajah. Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam
tinggal di sana selama 40 tahun. Ketika usia Beliau Shallallahu
‘alaihi wa sallam genap 40 tahun, Allâh Azza wa Jalla
menobatkan Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagai Nabi dan
Rasul. Setelah diangkat menjadi Nabi dan Rasul, Beliau Shallallahu
‘alaihi wa sallam masih menetap di Mekah selama 13 tahun untuk
mendakwahi dan mengajak masyarakat mentauhidkan Allâh Azza wa
Jalla dan memeluk agama Islam. Kemudian Beliau hijrah (pindah) ke
Madinah dan menetap di sana. Dalam perjalanan hidup Beliau Shallallahu
‘alaihi wa sallam banyak sekali peristiwa-peristiwa penting yang
semuanya tercantum dan tercatat rapi dalam kitab-kitab hadîts
dan sîrah (buku-buku
hadits dan sejarah hidup Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam ).
Namun pada kesempatan ini, kita tidak bermaksud membicarakan
semua peristiwa-peristiwa itu. Pada kesempatan ini, kita akan berbicara
tentang berbagai peristiwa terkait wafatnya Nabi Muhammad Shallallahu
‘alaihi wa sallam .
Pada
tahun ke-7 hijriah, Khaibar yang merupakan salah satu basis kekuatan
orang-orang Yahudi berhasil ditaklukkan oleh Beliau Shallallahu
‘alaihi wa sallam bersama kaum Muslimin. Ketika itu, salah
seorang wanita Yahudi memberikan hadiah kepada Beliau Shallallahu
‘alaihi wa sallam berupa daging kambing yang sudah dibakar dan
dibubuhi racun. Dia memperbanyak racun pada bagian paha, karena wanita
jahat ini tahu Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa
sallam sangat menyukai daging kambing terutama daging bagian paha.
Ketika Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam hendak mulai
menikmati daging kambing tersebut, Beliau Shallallahu ‘alaihi wa
sallam mengambil sepotong dari bagian pahanya dan mengunyahnya dengan
mulut Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang mulia. Sebelum
sempat menelan daging tersebut, ada kabar yang sampai kepada Beliau
Shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwa wanita Yahudi itu telah
membubuhkan racun pada daging tersebut. Kemudian Nabi Shallallahu
‘alaihi wa sallam segera menyampaikan kepada para Sahabatnya yang
menyertai Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang hendak
menikmati hidangan tersebut agar mereka menahan diri dan tidak
melanjutkan memakan daging tersebut. Dalam sebuah riwayat dijelaskan,
Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
ارْفَعُوْا أَيْدِيَكُمْ فَإِنَّهَا أَخْبَرَتْنِى أَنَّهَا مَسْمُوْمَةٌ
Angkatlah
tangan kalian (dari daging-daging tersebut)! Karena daging-daging itu
telah menyampaikan kepadaku bahwa dia itu beracun
Racun
yang sudah terlanjur masuk ke tubuh Nabi Shallallahu ‘alaihi wa
sallam tidak langsung terlihat reaksinya saat itu, agar manusia tahu
dan yakin bahwa Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah
seorang Nabi yang diutus dan juga agar Allâh Azza wa Jalla bisa
menyempurnakan agama-Nya. Kemudian diakhir masa kehidupan Beliau
Shallallahu ‘alaihi wa sallam, pengaruh racun itu mulai tampak
dan terasa. Hikmahnya adalah agar manusia mengetahui bahwa Beliau
Shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah seorang manusia biasa yang
mendapat kehormatan untuk mengemban risalah dari Allâh Azza wa
Jalla. Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam harus ditaati tapi
tidak disembah. Saat menderita sakit di akhir kehidupannya, Beliau
Shallallahu ‘alaihi wa sallam sempat bersabda:
يَا
عَائِشَةُ مَا أَزَالُ أَجِدُ أَلَمَ الطَّعَامِ الَّذِي أَكَلْتُ
بِخَيْبَرَ فَهَذَا أَوَانُ وَجَدْتُ انْقِطَاعَ أَبْهَرِي مِنْ ذَلِكَ
السُّمِّ
Wahai Aisyah! Saya masih merasakan rasa sakit akibat dari makanan yang saya konsumsi di Khaibar. Inilah saatnya, urat nadiku akan terputus karena pengaruh racun itu. [HR. Al-Bukhari dalam kitab Shahihnya]
Pada
tahun ke-10 hijriah, Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam
melaksanakan ibadah haji terakhir yang disebut dengan hajjatul wada’. Ketika itu, Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
خُذُوا مَنَاسِكَكُمْ لَعَلِّي لَا أَلْقَاكُمْ بَعْدَ عَامِي هَذَا
Ambillah dariku cara ibadah haji kalian, karena mungkin setelah tahun ini, saya tidak akan berjumpa lagi dengan kalian
Kemudian Allâh Azza wa Jalla menurunkan firman-Nya:
إِذَا جَاءَ نَصْرُ اللَّهِ وَالْفَتْحُ ﴿١﴾ وَرَأَيْتَ النَّاسَ يَدْخُلُونَ فِي دِينِ اللَّهِ أَفْوَاجًا ﴿٢﴾ فَسَبِّحْ بِحَمْدِ رَبِّكَ وَاسْتَغْفِرْهُ ۚ إِنَّهُ كَانَ تَوَّابًا
Apabila
telah datang pertolongan Allâh dan kemenangan. Dan kamu lihat
manusia masuk ke agama Allâh dengan berbondong-bondong, maka
bertasbihlah dengan memuji Rabbmu dan mohonlah ampun kepada-Nya.
Sesungguhnya Dia adalah Maha Penerima taubat. [An-Nashr/110:1-3]
Dalam
penggalan kisah ini, tersisip pesan bahwa tidak beberapa lama lagi
Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam akan wafat,
akan meninggalkan umatnya. Sejak saat itu, Rasûlullâh
Shallallahu ‘alaihi wa sallam selalu memperbanyak doa dalam
ruku’ dan sujud:
سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ وَبـِحَمْدِكَ اللَّهُمَّ اغْفِرْلِـي
Maha suci Engkau, wahai Allâh! Dan segala puji bagi-Mu. Wahai Allâh! Ampunilah aku
Usai
menunaikan ibadah haji wada’, Beliau Shallallahu ‘alaihi wa
sallam kembali ke Madinah dan terus berada di Madinah. Di akhir bulan
Shafar atau di awal bulan Rabi’ul awwal, Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam
menyempatkan diri untuk pergi ziarah ke makam para Sahabat Beliau
Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang gugur dalam perang Uhud
(syuhada Uhud). Ziarah Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam kali
ini seakan sebagai salam perpisahan dengan para Sahabat Beliau
Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang masih hidup maupun yang sudah
meninggal dunia.
Sepulang
dari menunaikan hajjatul wada’, Rasûlullâh
Shallallahu ‘alaihi wa sallam juga sempat berziarah ke
makam Baqi’ al-Gharqad di tengah malam. Beliau memohonkan ampunan
kepada Allâh buat para Sahabat yang telah dimakamkan di Baqi’. Ini juga seakan sebagai salam perpisahan Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada mereka.
Pada
suatu hari, saat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam kembali
dari pemakaman Baqi’ dan mendapati Aisyah Radhiyallahu anhuma
dalam keadaan pusing dan berkata, “Aduh kepalaku sakit!”
Mendengar ini, Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa
sallam pun mengungkapkan rasa sakit kepala yang Beliau
Shallallahu ‘alaihi wa sallam rasakan saat itu.
Sejak
saat itu, Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam
mulai jatuh sakit. Meski demikian, Rasûlullâh Shallallahu
‘alaihi wa sallam tetap berpindah-pindah dari rumah istri Beliau
yang satu ke rumah istri Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam
yang lain. Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam senantiasa
bertanya, “Besok, saya dimana?” Beliau Shallallahu
‘alaihi wa sallam sangat merindukan dan ingin berada di rumah
Aisyah Radhiyallahu anhuma. Jika sampai pada giliran Aisyah
Radhiyallahu anhuma, Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam merasa
tenang. Hari terus berlalu, penyakit yang Beliau Shallallahu
‘alaihi wa sallam derita semakin berat dan parah, namun terus
berpindah-pindah dari rumah ke rumah istri yang lainnya. Saat sakit
Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam semakin parah, dan kala itu
giliran Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam berada di rumah
salah seorang ummahatul Mukmin, istri Rasûlullâh
Shallallahu ‘alaihi wa sallam Maimunah Radhiyallahu anhuma, Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam memohon ijin kepada
istri-istri Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk bisa
tinggal di rumah Aisyah Radhiyallahu anhuma. Para istri Beliau
Shallallahu ‘alaihi wa sallam memberikan izin kepada Beliau
Shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk berada di rumah Aisyah
Radhiyallahu anhuma. Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam keluar
dari rumah Maimunah Radhiyallahu anhuma dalam keadaan lemah, tidak
mampu berjalan. Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam berpegangan
pada Ibnu Abbas Radhiyallahu anhumadan Ali bin Abi Thalib Radhiyallahu
anhu sembari melangkahkan kaki Beliau yang mulia sampai akhirnya tiba
di rumah Aisyah Radhiyallahu anhuma .
Pada
hari Kamis, lima hari menjelang Rasûlullâh Shallallahu
‘alaihi wa sallam wafat, hari ini adalah hari yang sangat
menyedihkan sehingga Ibnu Abbas Radhiyallahu anhuma ketika menceritakan
kejadian hari itu tidak bisa menahan tangis. Di hari itu, sakit yang
mendera Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam semakin berat. Dalam
kondisi seperti ini, Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda kepada orang-orang yang berada di sekitarnya,
“Ambilkanlah untuk saya sebuah buku! Saya akan menuliskan buat
kalian sebuah tulisan yang dijamin kalian tidak tersesat selama kalian
berpegang teguh dengannya!” Para Sahabat yang berada disekitarnya
berselisih tentang sabda Rasûlullâh Shallallahu
‘alaihi wa sallam. Diantara mereka, ada yang mengatakan bahwa
Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam sedang mengalami sakit
berat, sementara kita sudah memiliki al-Qur’an, maka cukuplah
al-Qur’an sebagai pegangan kita. Dan ada pula yang ingin
memberikan kitab supaya Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bisa
menulis sesuatu yang dijadikan sebagai pedoman sehingga umatnya tidak
akan tersesat. Dan ada pula yang berpendapat yang berbeda. Mendengar
perselisihan dan percekcokan diantara mereka, Rasûlullâh
Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
دَعُونِي
فَالَّذِي أَنَا فِيهِ خَيْرٌ، أُوصِيكُمْ بِثَلَاثٍ: أَخْرِجُوا
الْمُشْرِكِينَ مِنْ جَزِيرَةِ الْعَرَبِ، وَأَجِيزُوا الْوَفْدَ بِنَحْوِ
مَا كُنْتُ أُجِيزُهُمْ بِهِ “، قَالَ: وَسَكَتَ، عَنِ
الثَّالِثَةِ، أَوْ قَالَهَا فَأُنْسِيتُهَا
Bebaskan
aku (dari semua perselisihan)! Sesungguhnya apa yang ada padaku ini
lebih baik daripada apa yang ada pada kalian. Saya wasiatkan kepada
kalian tiga hal : (pertama), keluarkanlah orang-orang musyrik dari
Jazirah Arab; (kedua) terima dan perlakukanlah para utusan (duta) yang
datang kepada kalian sebagaimana aku menerima dan memperlakukan para
duta itu;
Perawi hadits ini yaitu Ibnu Abbas Radhiyallahu anhuma mengatakan,
“Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak menyebutkan
yang ketiga atau Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam sudah
menyebutkannya, namun saya lupa. (HR. Muslim)
Kemudian Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam meminta untuk diambilkan air dingin sebanyak tujuh qirbah (wadah
air yang terbuat dari kulit yang sudah disama’-red) yang belum
dibuka talinya, karena Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi
wa sallam saat itu mengalami demam yang sangat tinggi dan kepala
Beliau terasa sangat panas. Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam
meminta diambilkan air sebanyak itu agar dapat diguyurkan ke
badan Beliau untuk mengurangi demam dan meredakan panasnya. Kemudian
Aisyah Radhiyallahu anhuma dan yang lainnya mendudukkan
Rasûlullâh pada mikhdhab (wadah
yang biasa digunakan untuk mandi-red) milik Hafshah Radhiyallahu anhuma
dan mengguyur Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan air-air
tersebut sesuai dengan permintaan Beliau Shallallahu ‘alaihi wa
sallam . Beliau didudukkan di tempat tersebut, karena keadaan Beliau
Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang sangat lemah. Setelah dirasa
cukup, Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam
memberikan isyarat agar berhenti.
CERAMAH TERAKHIR RASULULLAH SHALLALLAHU ‘ALAIHI WA SALLAM
Kemudian
setelah itu, Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam
dipandu keluar menemui para Sahabatnya dalam keadaan kepala
Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam diikat. Beliau Shallallahu
‘alaihi wa sallam dibawa keluar dari rumah Aisyah Radhiyallahu
anhuma sampai ke mimbar lalu Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam
duduk. Setelah memuja dan memuji Allâh Azza wa Jalla , Beliau
Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
إِنَّ اللَّهَ خَيَّرَ عَبْدًا بَيْنَ الدُّنْيَا وَبَيْنَ مَا عِنْدَهُ فَاخْتَارَ ذَلِكَ الْعَبْدُ مَا عِنْدَ اللَّهِ
Sesungguhnya
Allâh telah memberikan pilihan kepada seorang hamba-Nya untuk
memilih dunia atau memilih apa yang ada di sisi Allâh, lalu hamba
tersebut memilih apa yang ada pada Allâh.
Mendengar
apa yang dikatakan Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa
sallam, Abu Bakar Radhiyallahu anhu sedih, menangis tersedu-sedu
dan mengatakan, “Wahai Rasûlullâh! Kami siap menebus
engkau dengan ayah-ayah kami dan ibu-ibu kami!”
Abu
Said al-Khudri Radhiyallahu anhu mengatakan, “Kami tercengang dan
terheran-heran dengan Abu Bakar.” Kala itu, sebagian orang
mengatakan, “Lihatlah orang ini! Rasûlullâh
Shallallahu ‘alaihi wa sallam memberitahukan tentang seorang
hamba disuruh memilih oleh Allâh Azza wa Jalla antara memilih
perhiasan dunia apapun yang dikehendakinya atau memilih apa yang ada di
sisi Allâh Azza wa Jalla, namun orang ini mengatakan,
‘Kami siap menebus engkau dengan ayah-ayah kami dan ibu-ibu
kami!’
Namun
akhirnya mereka sadar bahwa hamba yang dimaksudkan oleh
Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah diri
Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam sendiri, oleh karena itu Abu
Bakar Radhiyallahu anhu menangis tersedu-sedu. Abu Bakar Radhiyallahu
anhu sangat memahami maksud dari ucapan Rasûlullâh
Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Menyaksikan tangis Abu Bakar
Radhiyallahu anhu , Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda:
يَا
أَبَا بَكْرٍ لَا تَبْكِ إِنَّ أَمَنَّ النَّاسِ عَلَيَّ فِي صُحْبَتِهِ
وَمَالِهِ أَبُو بَكْرٍ وَلَوْ كُنْتُ مُتَّخِذًا خَلِيلًا مِنْ أُمَّتِي
لَاتَّخَذْتُ أَبَا بَكْرٍ وَلَكِنْ أُخُوَّةُ الْإِسْلَامِ وَمَوَدَّتُهُ
لَا يَبْقَيَنَّ فِي الْمَسْجِدِ بَابٌ إِلَّا سُدَّ إِلَّا بَابُ أَبِي
بَكْرٍ
Wahai
Abu Bakar! Janganlah engkau menangis! Sesungguhnnya orang yang paling
baik kepadaku dengan hartanya dan pertemanannya adalah Abu Bakar.
Sekiranya aku boleh mengambil seseorang dari ummatku sebagai kekasih
(teman yang paling akrab), maka tentu saya telah menjadi Abu Bakar
sebagai kekasih, namun yang ada diantara kami persaudaraan Islam dan
kasih sayangnya. Sesungguhnya semua pintu masjid kebaikan telah
tertutup, kecuali pintu Abu Bakar Ash Shidiq.
Rasûlullâh
Shallallahu ‘alaihi wa sallam menyempurnakan khutbah tersebut
dengan sabda Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam :
أَلَا
وَإِنَّ مَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ كَانُوا يَتَّخِذُونَ قُبُورَ
أَنْبِيَائِهِمْ وَصَالِحِيهِمْ مَسَاجِدَ، فَلَا تَتَّخِذُوا الْقُبُورَ
مَسَاجِدَ
Ketahuilah
sesungguhnya orang-orang sebelum kalian telah menjadikan kuburan para
Nabi dan orang-orang shalih sebagai masjid, maka jangan kalian
menjadikan kuburan-kuburan sebagai masjid!
Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda:
أَيُّهَا
النَّاسُ، فَإِنَّ النَّاسَ يَكْثُرُونَ وَيَقِلُّ الْأَنْصَارُ حَتَّى
يَكُونُوا فِي النَّاسِ بِمَنْزِلَةِ الْمِلْحِ فِي الطَّعَامِ فَمَنْ
وَلِيَ مِنْكُمْ شَيْئًا يَضُرُّ فِيهِ قَوْمًا وَيَنْفَعُ فِيهِ آخَرِينَ
فَلْيَقْبَلْ مِنْ مُحْسِنِهِمْ وَيَتَجَاوَزْ عَنْ مُسِيئِهِمْ
Wahai
manusia! Sesungguhnya manusia akan bertambah banyak namun Anshar akan
semakin berkurang dan sedikit, sehingga para Anshar ini di tengah
manusia ibarat garam dalam makanan. Barangsiapa diantara kalian yang
diberi amanah untuk mengurusi sesuatu (menangani sesuatu sebagai
pemimpin-red) yang sesuatu itu bisa mendatangkan madharat bagi sebagian
kaum namun bisa mendatangkan manfaat bagi sebagian kaum yang lainnya,
maka hendaklah dia menerima masukan dari orang-orang baik diantara
mereka dan memaafkan orang-orang yang berbuat buruk.
Setelah
menyampaikan ini, Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam turun dari
mimbar. Itulah ceramah terakhir Rasûlullâh Shallallahu
‘alaihi wa sallam di atas mimbarnya dihadapan para Sahabatnya
Radhiyallahu anhum .
Di
saat itu, seluruh istri Rasûlullâh Shallallahu
‘alaihi wa sallam telah berkumpul di dekat Beliau
Shallallahu ‘alaihi wa sallam, tidak ada seorang pun yang
meninggalkan Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam, lalu anak
Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam Fathimah Radhiyallahu
anhuma datang dengan berjalan kaki. Cara berjalan Fathimah Radhiyallahu
anhuma sama seperti cara berjalan Rasûlullâh Shallallahu
‘alaihi wa sallam. Mengetahui kedatangan Fathimah Radhiyallahu
anhuma , Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, yang
artinya, “Marbahaban (selamat datang), wahai anakku!”
Lalu
Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam
memberi isyarat dengan tangannya agar ia duduk di sisi kanan atau
sisi kirinya Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Lalu tidak lama
Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam
memberikan isyarat kepada Fathimah untuk mendekatkan wajahnya,
mendekatkan telinganya ke mulut Rasûlullâh Shallallahu
‘alaihi wa sallam, lalu Beliau Shallallahu ‘alaihi wa
sallam menyampaikan sesuatu yang tidak didengar oleh para istri
Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam juga tidak
terdengar oleh orang lain selain Fathimah Radhiyallahu anhuma. Setelah
mendengar bisikan Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa
sallam, Fathimah Radhiyallahu anhuma menangis. Setelah itu,
Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam
membisikkan sesuatu yang lain kepada Fathimah Radhiyallahu anhuma
yang membuat beliau Radhiyallahu anhuma tertawa. Melihat ini, Aisyah
Radhiyallahu anhuma penasaran dan bertanya, “Wahai Fathimah!
Apakah yang membuatmu menangis?” Fathimah Radhiyallahu anhuma
merespon pertanyaan ini dengan mengatakan, “Demi Allâh! Aku
tidak akan mau membeberkan rahasia Rasûlullâh Shallallahu
‘alaihi wa sallam.”
Setelah
Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam wafat,
Aisyah Radhiyallahu anhuma masih menyimpan rasa penasaran dan
menanyakan kembali kepada Fathimah Radhiyallahu anhuma perihal bisikan
Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Fathimah
Radhiyallahu anhuma menjawab, “Kalau sekarang, ya (saya
menjelaskannya-red). Masalah yang disampaikan kepada saya pada
bisikan Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang pertama adalah
Beliau memberitahukan bahwa Jibril Alaihissallam datang kepada Beliau
Shallallahu ‘alaihi wa sallam sekali dalam setahun untuk
mendengarkan al-Qur’an seluruhnya, namun tahun ini Jibril
Alaihissallam mendatangi Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam
sebanyak dua kali. Saya kira ajalku sudah dekat atau akan datang, maka
hendaklah kamu bertakwa kepada Allâh dan bersabar. Karena
sesungguhnya pendahulu terbaik bagimu adalah saya.’Lalu Fathimah
Radhiyallahu anhuma mengatakan, “Mendengar ini, saya menangis
sebagaimana yang engkau lihat tangisku. Saat Beliau Shallallahu
‘alaihi wa sallam kesedihan yang menderaku, Beliau Shallallahu
‘alaihi wa sallam berbisik lagi kepadaku. Beliau Shallallahu
‘alaihi wa sallam mengatakan, ‘Tidakkah engkau rela menjadi
sayyidah umat ini?! Sayyidah kaum Mukminin?!’ Lalu saya tertawa
sebagaimana yang engkau lihat.”
Dalam
riwayat lain disebutkan bahwa Fathimah Radhiyallahu anhuma mengatakan,
“Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam
memberitahukan bahwa saya adalah keluarga Beliau Shallallahu
‘alaihi wa sallam yang pertama kali mengikuti Beliau Shallallahu
‘alaihi wa sallam. Lalu saya tertawa sebagai yang engkau
lihat.”
Ketika
Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam sedang sakit
kala itu, sebagian para istri Rasûlullâh Shallallahu
‘alaihi wa sallam saling berbicara satu sama lain.
Diantaranya, Ummu Salamah Radhiyallahu anhuma dan Ummu Habibah
Radhiyallahu anhuma mengisahkan apa yang mereka lihat ketika mereka
hijrah ke Habasyah. Mereka bercerita bahwa mereka melihat sebuah gereja
yang penuh dengan gambar-gambar. Mendengar ini, Rasûlullâh
Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda padahal Beliau Shallallahu
‘alaihi wa sallam dalam kondisi sakit keras:
إِنَّ أُولَئِكَ
إِذَا كَانَ فِيهِمُ الرَّجُلُ الصَّالِحُ فَمَاتَ، بَنَوْا عَلَى
قَبْرِهِ مَسْجِدًا، وَصَوَّرُوا فِيهِ تِلْكَ الصُّوَرَ، أُولَئِكَ
شِرَارُ الْخَلْقِ عِنْدَ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ يَوْمَ الْقِيَامَةِ
Sesungguhnya
mereka itu jika ada da orang shalih diantara mereka yang meninggal
dunia, mereka membangun masjid di atas kuburan orang shalih tersebut,
lalu mereka membuatkan gambar-gambar di sana. Mereka itulah
seburuk-buruk makhluk di sisi Allâh Azza wa Jalla pada hari
kiamat.
PERHATIAN RASULULLAH SHALLALLAHU ‘ALAIHI WA SALLAM TERHADAP SHALAT KAUM MUSLIMIN
Ketika
dalam kondisi Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa
sallam dalam kondisi sakit keras dan tidak bisa berdiri juga,
Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak lepas perhatiannya
terhadap shalat kaum Muslimin. Beliau Shallallahu ‘alaihi wa
sallam bertanya:
أَصَلَّى النَّاسُ؟ فَقَالُوْا: لَا هُمْ يَنْتَظِرُونَكَ يَا رَسُولَ اللَّهِ، قَالَ: ضَعُوا لِي مَاءً فِي الْمِخْضَبِ
“Apakah
mereka telah melaksanakan shalat?” Para Sahabat menjawab,
“Belum. Mereka masih menunggu engkau, wahai
Rasûlullâh!” Lalu Rasûlullâh Shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda, “Taruhkanlah air untukku pada al-makhdhab (tempat air untuk mandi-red).
Aisyah
Radhiyallahu anhuma berkata, “Kami melakukan apa yang diminta
oleh Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam”
Kemudian Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam
mandi wadah tersebut lalu bangkit hendak berdiri hendak ke masjid,
namun Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak kuat lalu
pingsan. Tidak lama berselang, Beliau Shallallahu ‘alaihi wa
sallam tersadar dan bertanya:
أَصَلَّى النَّاسُ؟ فَقَالُوْا: لَا هُمْ يَنْتَظِرُونَكَ يَا رَسُولَ اللَّهِ، قَالَ: ضَعُوا لِي مَاءً فِي الْمِخْضَبِ
“Apakah
mereka telah melaksanakan shalat?” Para Sahabat menjawab,
“Belum. Mereka masih menunggu engkau, wahai
Rasûlullâh!” Lalu Rasûlullâh Shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda, “Taruhkanlah air untukku pada al-makhdhab (tempat air untuk mandi-red).
Aisyah
Radhiyallahu anhuma berkata, “Kemudian Beliau Shallallahu
‘alaihi wa sallam duduk di al-makhdhab tersebut dan mandi.
Setelah itu, Beliau bangun hendak berdiri, namun Beliau Shallallahu
‘alaihi wa sallam tidak kuat lalu pingsan. Tidak lama kemudian,
Beliau siuman kembali. Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam
bertanya kembali:
أَصَلَّى النَّاسُ؟ فَقَالُوْا: لَا هُمْ يَنْتَظِرُونَكَ يَا رَسُولَ اللَّهِ، قَالَ: ضَعُوا لِي مَاءً فِي الْمِخْضَبِ
“Apakah
mereka telah melaksanakan shalat?” Para Sahabat menjawab,
“Belum. Mereka masih menunggu engkau, wahai
Rasûlullâh!” Lalu Rasûlullâh Shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda, “Taruhkanlah air untukku pada al-makhdhab
Aisyah
Radhiyallahu anhuma berkata, “Kemudian Beliau Shallallahu
‘alaihi wa sallam duduk di al-makhdhab tersebut dan mandi.
Setelah itu, Beliau bangun hendak berdiri, namun Beliau Shallallahu
‘alaihi wa sallam tidak kuat lalu pingsan. Tidak lama kemudian,
Beliau siuman kembali. Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam
kembali melontarkan hal yang sama, sementara pada Sahabat setia
menunggu Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam
untuk menunaikan shalat Isya bersama Beliau Shallallahu ‘alaihi
wa sallam. Setelah berusaha dan tidak mampu, Beliau Shallallahu
‘alaihi wa sallam akhirnya menyuruh orang-orang yang ada
disekitarnya untuk meminta Abu Bakr Radhiyallahu anhu agar
memimpin para Sahabat menunaikan shalat Isya’.
Aisyah Radhiyallahu anhuma berkata:
إِنَّ
أَبَا بَكْرٍ رَجُلٌ رَقِيقٌ وَإِذَا قَرَأَ الْقُرْآنَ لا يَمْلِكُ
دَمْعَهُ، فَلَوْ أَمَرْتَ غَيْرَ أَبِي بَكْرٍ. قَالَتْ: وَاللَّهِ، مَا
بِي إِلا كَرَاهِيَةُ أَنْ يَتَشَاءَمَ النَّاسُ بِأَوَّلِ مَنْ يَقُومُ
فِي مُقَامِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
Wahai
Rasûlullâh! Sesungguhnya Abu Bakr seorang yang sangat peka
hatinya, mudah menangis. Jika beliau Radhiyallahu anhu membaca
al-Qur’an, beliau Radhiyallahu anhu tidak bisa menahan air
matanya. Sekiranya engkau berkenan menyuruh Sahabat lain selain Abu
Bakar Radhiyallahu anhu ?
Aisyah Radhiyallahu anhuma juga mengatakan, “Demi
Allâh! Saya tidak ada apa-apa, hanya saja saya khawatir
orang-orang merasa bosan dengan orang yang pertama kali menggantikan
Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam .
Meski demikian, Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam tetap bersabda:
مُرُوا أَبَا بَكْرٍ فَلْيُصَلِّ بِالنَّاسِ
Suruhlah Abu Bakr! Hendaklah dia shalat bersama para Sahabat (sebagai imam-red)
Aisyah
Radhiyallahu anhuma mengucapkan perkataan yang sama, namun
Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam tetap
bersabda:
مُرُوا أَبَا بَكْرٍ فَلْيُصَلِّ بِالنَّاسِ
Suruhlah Abu Bakr! Hendaklah dia shalat bersama para Sahabat
Rasûlullâh
Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengirim utusan untuk menemui Abu
Bakr Radhiyallahu anhu agar beliau Radhiyallahu anhu mengimami para
Sahabat menunaikan shalat Isya. Setelah menjumpai Abu Bakr, utusan
Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam menyampaikan
pesan Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada
beliau. Menerima pesan ini, Abu Bakr Radhiyallahu anhu merasa berat dan
mengalihkannya kepada Umar bin Khatthab Radhiyallahu anhu, namun Umar
Radhiyallahu anhu menolak dan mengatakan bahwa Abu Bakr Radhiyallahu
anhu adalah orang yang paling berhak untuk itu. Akhirnya, sejak saat
itu dalam beberapa hari, Abu Bakr Radhiyallahu anhu memimpin para
Sahabat menunaikan shalat di masjid Rasûlullâh Shallallahu
‘alaihi wa sallam .
Ketika
merasa sakitnya agak sedikit ringan, Rasûlullâh Shallallahu
‘alaihi wa sallam keluar rumah menuju masjid dengan dipapah oleh
dua Sahabat Radhiyallahu anhuma. Saat berjalan menuju masjid,
Aisyah memperhatikan jalan Rasûlullâh Shallallahu
‘alaihi wa sallam. Dia mengatakan:
كَأَنِّي أَنْظُرُ رِجْلَيْهِ تَخُطَّانِ الأَرْضَ مِنَ الْوَجَعِ
Seakan-akan
aku melihat kedua kaki Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi
wa sallam membuat garis di tanah (diseret) disebabkan sakit yang Beliau
Shallallahu ‘alaihi wa sallam derita
Setibanya
di masjid, Abu Bakr Radhiyallahu anhu yang sedang mengimami shalat
merasakan kedatangan Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi
wa sallam berniat hendak mundur ke barisan makmum, namun Beliau
Shallallahu ‘alaihi wa sallam memberikan isyarat kepada Abu
Bakr Radhiyallahu anhu agar tetap berada pada posisinya.
Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam terus
dipapah, didudukkan dan shalat di samping Abu Bakr Radhiyallahu anhu.
Abu Bakr Radhiyallahu anhu mengikuti shalat Rasûlullâh
Shallallahu ‘alaihi wa sallam, sementara para Sahabat tetap
shalat dengan mengikuti Abu Bakr Radhiyallahu anhu. Kejadian ini ini
terjadi pada shalat Zhuhur pada hari Kamis. Shalat itu adalah shalat
terakhir yang dilaksanakan oleh Rasûlullâh Shallallahu
‘alaihi wa sallam dengan berjama’ah bersama para Sahabatnya.
Setelah
itu, sakit yang mendera Rasûlullâh Shallallahu
‘alaihi wa sallam semakin parah. Tiga hari menjelang wafat,
Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda:
أَحْسِنُوْا الظَّنَّ بِاللهِ
Berbaik sangkalah kalian kepada Allâh! berbaik sangkalah kalian kepada Allâh!
Kemudian
seakan Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam merasakan sakit yang
luar biasa, sehingga Ummul Mukminin Aisyah Radhiyallahu anhuma
mengatakan bahwa beliau Radhiyallahu anhuma tidak pernah melihat
orang yang merasakan sakit yang lebih berat daripada Beliau Shallallahu
‘alaihi wa sallam.
Dalam
kondisi ini, Abu Said al-Khudri Radhiyallahu anhu berkata, “Aku
masuk ke rumah Aisyah Radhiyallahu anhuma untuk menemui
Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan di
saat itu Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam
sedang merintih merasakan sakit yang luar biasa. Aku meletakkan
kedua tanganku ke tubuh Rasûlullâh Shallallahu
‘alaihi wa sallam yang sedang menggunakan selimut dan aku
mendapati panas tubuh Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi
wa sallam sangat tinggi sekali. Abu Said Radhiyallahu anhu
mengatakan, “Alangkah berat sakitmu, wahai
Rasûlullâh.” Kemudian Rasûlullâh
Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
إِنَّا كَذَلِكَ يُضَعَّفُ لَنَا الْبَلَاءُ وَيُضَعَّفُ لَنَا الْأَجْرُ
Begitulah kita. Ujian kita dilipat gandakan dan pahala kita juga dilipat gandakan
Salah
seorang Sahabat yang lain yaitu Abdullah bin Mas’ud Radhiyallahu
anhu mengatakan, “Aku juga mendatangi Rasûlullâh, dan
ketika itu, Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam sedang merintih
kesakitan yang luar biasa.”
RASULULLAH SHALLALLAHU ‘ALAIHI WA SALLAM MENGUTUK YAHUDI DAN NASHARA
Sakit
Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam terus
bertambah parah dan berat. Rasûlullâh Shallallahu
‘alaihi wa sallam mengambil kain untuk menutupi wajah Beliau
Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang mulia. Jika sedikit berkurang,
Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam menyingkap kain itu dari
wajahnya. Dalam kondisi menahan sakit yang sangat dahsyat ini,
Beliau tidak lupa mengingatkan umatnya tentang suatu yang sangat
penting. Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
لَعْنَةُ اللهِ عَلَى اليَهُوْدِ وَالنَّصَارَى اتَّخَذُوْا قُبُوْرَ أَنْبِيَاءِهِمْ مَسَاجِدَ
Semoga Allâh melaknat Yahudi dan Nashara yang telah menjadikan kuburan-kuburan para nabi mereka sebagai masjid.
Pada
hari-hari itu, Abu Bakr Radhiyallahu anhu terus mengimami para Sahabat
Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam
shalat-shalat mereka. Saat mereka sedang bersiap menunaikan shalat
Shubuh dengan diimami oleh Abu Bakr Radhiyallahu anhu, tepatnnya pada
hari Senin tanggal 12 Rabiul Awwal, menurut pendapat mayoritas para
Ulama, Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam membuka kain penutup
yang menutupi kamar Aisyah Radhiyallahu anhuma dari Masjid Nabawi.
Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam melihat kearah para Sahabat
yang sedang berbaris rapi menunaikan shalat Shubuh. Wajah Beliau
Shallallahu ‘alaihi wa sallam terlihat berseri-seri lalu
tersenyum. Hampir saja kaum Muslimin terpengaruh dalam shalat mereka
dengan senyum Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa
sallam yang mereka lihat. Merasakan ini, Abu Bakr Radhiyallahu
anhu mundur karena menyangka Rasûlullâh Shallallahu
‘alaihi wa sallam akan keluar dari kamar atau rumah Aisyah
Radhiyallahu anhuma menuju masjid. Namun memberikan isyarat agar mereka
menyempurnakan shalat mereka. Lalu Beliau Shallallahu ‘alaihi wa
sallam menutup kembali kain tabir itu. Para Sahabat menyangka bahwa
Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam sudah mulai
sembuh dari sakitnya.
Dugaan
para Sahabat ini berlawanan dengan fakta yang ada. Sakit
Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam
semakin parah sampai-sampai Beliau Shallallahu ‘alaihi wa
sallam pingsan beberapa kali. Fathimah Radhiyallahu anhuma yang terus
mengamati kondisi baginda Rasûlullâh Shallallahu
‘alaihi wa sallam berkata, “Alangkah berat
penderitaanmu, wahai ayahku!” Mendengar ungkapan hati Fathimah
Radhiyallahu anhuma, Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi
wa sallam meyakinkan beliau Radhiyallahu anhuma :
لَيْسَ عَلَى أَبِيكِ كَرْبٌ بَعْدَ الْيَوْمِ
Sesungguhnya setelah ini, tidak ada lagi penderitaan yang akan mendera bapakmu.
Meskipun
Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam sedang mengalami sakit
parah, Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam sering sekali
memberikan wasiat kepada para Sahabatnya terutama wasiat tentang
shalat. Bahkan wasiat tentang shalat merupakan wasiat terakhir, ketika
Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengalami sakaratul maut.
Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengucapkannya dengan
terbata-bata seraya menahan sakit:
الصَّلاَةَ الصَّلاَةَ وَاتَّقُوْا اللهَ فِيْمَا مَلَكَتْ أَيْمَانُكُمْ
Perhatikanlah
shalat kalian… Perhatikanlah shalat kalian… Dan hendaklah
kalian bertakwa kepada Allâh Azza wa Jalla dalam urusan
budak-budak kalian.
RASULULLAH SHALLALLAHU ‘ALAIHI WA SALLAM BERSIWAK
Pada
hari Senin pagi, Abdurrahman bin Abu Bakr Radhiyallahu anhuma memasuki
kamar Aisyah Radhiyallahu anhuma. Saat itu ia melihat
Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam
keadaan sakit keras sehingga Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam
tidak mampu lagi untuk berucap. Abdurrahman bin Abu Bakr Radhiyallahua
anhuma masuk sambil membawa siwak dan sedang menggunakannya.
Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam
melihat apa yang dilakukan oleh Abdurrahman bin Abu Bakr
Radhiyallahua anhuma sembari bersandar pada Aisyah Radhiyallahu anhuma.
Ketika melihat Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa
sallam terus memandangi dan memperhatikan Abdurrahman bin Abu Bakr
Radhiyallahua anhuma, Aisyah Radhiyallahu anhuma memahami bahwa
Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam ingin
bersiwak. Untuk memastika dugaan ini, Aisyah Radhiyallahu anhuma
bertanya kepada Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa
sallam :
آخُذُهُ لَكَ
Apakah engkau ingin aku ambilkan engkau siwak itu?
Rasûlullâh
memberikan isyarat dengan anggukan kepala. Aisyah Radhiyallahu anhuma
mengambilkan siwak itu dan menyerahkannya kepada Beliau Shallallahu
‘alaihi wa sallam. Lalu Rasûlullâh Shallallahu
‘alaihi wa sallam bersiwak dengannya, sementara dihadapan
Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam ada sebuah wadah air yang
terbuat dari kulit. Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa
sallam memasukkan tangannya kedalam air yang ada dihadapannya lalu
mengusap wajahnya dengan air tersebut, sembari mengatakan:
لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ إِنَّ لِلْمَوْتِ لَسَكَرَاتٍ. اللَّهُمَّ أَعِنِّي عَلَى سَكَرَاتِ الْمَوْتِ
Tidak
ada ilah yang diibadahi dengan hak selain Allâh. Sesungguhnya
kematian memiliki sakarat. Ya Allâh! Bantulah aku menghadapi
sakaratul maut ini!
Aisyah Radhiyallahu anhuma juga mendengar Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam berdo’a:
مَعَ
الَّذِينَ أَنْعَمَ اللهُ عَلَيْهِمْ مِنْ النَّبِيِّينَ وَالصِّدِّيقِينَ
وَالشُّهَدَاءِ وَالصَّالِحِينَ وَحَسُنَ أُولَئِكَ رَفِيقًا
Mereka
bersama orang-orang yang Allâh berikan nikmat padanya daripada
para nabi dan orang-orang sholeh dan mereka adalah sebaik-baiknya teman.
Aisyah
Radhiyallahu anhuma juga mendengar Rasûlullâh Shallallahu
‘alaihi wa sallam berdoa sambil bersandar pada Aisyah
Radhiyallahu anhuma :
اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِي وَارْحَمْنِي، وَألْـحِقْنِي بِالرَّفِيقِ الْأَعْلَى
Wahai
Allâh! Ampunilah dosaku! Karuniakanlah rahmat-Mu kepadaku dan
angkatlah aku ke ar-Rafiqul A’la (masukkanlah aku ke dalam surga
bersama orang-orang terbaik-red)
Beliau
Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengucapkan doa-doa itu, padahal
Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah seorang Rasul yang
dijamin akan masuk surga, bagaimana dengan kita???
Ketika
berada di atas pangkuan Aisyah Radhiyallahu anhuma,
Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam
pingsan selama kurang lebih satu jam, lalu siuman. Saat itu
Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam
memandang ke atap, lalu Rasûlullâh Shallallahu
‘alaihi wa sallam mengangkat kepala Beliau Shallallahu
‘alaihi wa sallam dan bersandar pada badan Aisyah Radhiyallahu
anhuma. Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam
mengangkat kedua tangan Beliau yang mulia seraya terus
memanjatkan doa:
اللَّهُمَّ الرَّفِيْقَ الأَعْلَى
Ya Allâh! Masukkanlah aku ke syurga.
Beliau
Shallallahu ‘alaihi wa sallam terus memanjatkan doa itu sampai
ruh Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam dicabut dan tangan
Beliau yang mulia pun lemas. Kalimat itulah yang terakhir kali
diucapkan oleh baginda Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi
wa sallam.
Aisyah
Radhiyallahu anhuma yang menyaksikan saat yang paling menyedihkan itu
mengatakan, “Ketika ruh Beliau Shallallahu ‘alaihi wa
sallam dicabut, saya mencium aroma paling harum yang pernah saya
ketahui.
[Disalin
dari majalah As-Sunnah Edisi 04/Tahun XIX/1436H/2015. Diterbitkan
Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo – Purwodadi Km.8
Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-858197 Fax
0271-858196.Kontak Pemasaran 085290093792, 08121533647, 081575792961,
Redaksi 08122589079 ]
_______
Footnote
[1] Diangkat dari ceramah DR.Sulaiman bin Salimullah ar-Ruhaili di masjid JIC Jakarta Utara
Footnote
[1] Diangkat dari ceramah DR.Sulaiman bin Salimullah ar-Ruhaili di masjid JIC Jakarta Utara
Sumber: https://almanhaj.or.id/6284-detikdetik-menjelang-wafatnya-rasulullah-shallallahu-alaihi-wa-sallam-1.html