Reuni makin subur saja di masa ini, apalagi dengan makin maraknya media sosial (social networking) semisal facebook, instagram dan sebagainya.
Memang
asyik sekali ketika kita bertemu kembali kawan lama yang sudah lama
hilang di rimba mana atau ternyata malah tetangga kompleks saja
bermunculan di internet. Saling sapa, tanya kabar, dan ini itu di wall
tidak lagi cukup. Muncullah kekangenan. Terjadilah pertemuan nyata, tak
sekedar maya. Jadilah reuni. After office hour, janjian bertemu di
mana. Tentu saja tanpa istri/ suami, apalagi anak. Sekali-kali menjadi
seperti remaja kembali.
Dari
reuni-reuni kecil, tak jarang berkembang menjadi reuni besar. Reuni
satu angkatan. Puluhan, bisa ratusan jumlah pesertanya. Jauh lebih
seru, tentu. Kadang lahir ide-ide mulia Program dana beasiswa misalnya,
yang diberikan buat para pelajar di sekolah tempat dulu kita menuntut
ilmu.
Reuni
bisa mengingatkan kita masa-masa remaja yang katanya paling indah itu.
Entah kata siapa, tapi orang sering beranggapan demikian. Reuni kadang
memberikan sensasi kembali muda, meski mungkin kita sebenarnya sudah
separuh baya.
Tempatnya
bisa berbeda, tapi biasanya kafe atau tempat-tempat sejenisnya.
Meja-meja kecil digabungkan menjadi satu, membentuk empat persegi
panjang yang panjang. Menunya pun boleh gonta ganti, yang penting ada
makanan penggugah selera. Peserta acara kumpul-kumpul ini biasanya
belasan orang, bisa lebih bisa kurang. Peserta juga berganti-ganti,
tergantung siapa yang sempat. Satu hal yang tetap sama, yaitu, mereka
adalah alumni dari sekolah atau kampus yang sama. Ada reuni SMP, ada
reuni SMA, ada reuni Kampus. Malah ada pula reuni SD.
Usai
reuni, ada foto-foto yang beterbangan ke internet. Teman-teman lain
yang tidak hadir ramai mengomentari. Keceriaan pun merebak, menular,
tak kenal batas demografis.
Bagi
sebagian orang, reuni harus dihindari, karena orang ini enggan
berurusan dengan masa lalu. Reuni juga bisa agak menyakitkan, jika
niatnya hanya hendak membandingkan harta perolehan. Ini memang cara
salah dalam memandang reuni. Mudah- mudahan tak ada yang demikian.
Namun disini saya ingin sedikit mengulas Reuni dari sudut pandang syari’at.
Kadang kita diundang dalam suatu acara baik reuni atau acara lainnya yang asalnya
boleh dihadiri. Namun sayangnya, dalam acara tersebut beberapa saudara
kita menambahkan acara-acara maksiat seperti musik, ikhtilath(campur
baur). Apakah boleh menghadiri acara semacam itu?
Untuk
seorang yang telah melewati beberapa fase pendidikan sepertiku, pasti
selalu bersinggungan dengan kata “reuni”. Dan ini menjadi sebuah beban
berat tatkala aku dihadapkan dengan permintaan silaturahmi berbingkai
reuni.
Banyak
alasan untuk menolak yang kukemukakan terkait hal biasa yang satu ini.
Kenapa aku menolak? Woles, selalu ada alasan syar’i dibalik
keenggananku bertemu dengan teman lama. Bukan karena aku sombong, atau
seperti peribahasa kacang lupa kulitnya .
Aku
berbicara tentang peranku sebagai seorang muslim dan hamba Allah. Aku
terikat peraturan islam. Bukan sebagai seorang manusia sekuler yang
memisahkan ranah agama dalam kontekstual dirinya sendiri dengan
kehidupan bermasyarakat.
Islam
mengajarkan bahwa bersilaturahmi merupakan perkara wajib, yang bila
dilanggar maka akan mendapat dosa di sisi Allah. Tapi kita harus tahu,
bahwa konteks silaturahmi dalam islam adalah menjaga hubungan baik
dengan kerabat yang berstatus rahim-mahram. Bagaimana dengan menjaga
hubungan yang satu rahim tapi non- mahram? Islam menghukuminya tidak
wajib.
Dari
konteks di atas dapat kita pahami bahwa reuni hukumnya haram jika kita
melakukan aktivitas ini dengan orang yang bukan mahram. Kenapa? Karena,
orang yang bukan mahram, haram hukumnya ber- khalwat (berdua-duaan)
dengannya, haram melihat selain wajah dan kedua telapak tanganya juga
haram melakukan ikhtilâth (bercampur-baur antara pria dan wanita)
dengannya.
Ini
jauh bertentangan dengan fakta reuni kekinian, dimana kita ditempatkan
di tempat yang sama antara pria dan wanita (ikhtilâth), membicarakan
keadaan, dan melepaskan kerinduan.
Apakah
akhirnya reuni saklek (menjadi) haram? Inilah istimewanya islam dengan
keluasan hukum syar’inya. Konteks reuni bisa diartikan sunnah tatkala
kita tidak melanggar aturan khalwat dan ikhtilâth. Artinya reuni hanya
terjadi antara laki-laki dan teman laki-lakinya serta perempuan dengan
teman perempuannya.
Hal
syar’i inilah yang akhirnya menjadikan alasan bagiku untuk tidak
terlibat dalam aktivitas reuni. Bukan karena aku sombong, atau seperti
peribahasa kacang lupa kulitnya . Iniadalah Islam, agama yang telah kupilih dengan pertimbangan amat matang.
Jika
aku bisa menjunjung tinggi aturan yang ada dalam sekolah atau kampus
tercinta. Kenapa aku harus melalaikan aturan sempurna Islam yang akan
mengantarkanku pada SURGA? tentu dibutuhkan kesabaran ekstra untuk
menundukkan hati ini dalam melaksanakan aturan Islam yang sangat
bertentangan dengan kehidupan bermasyarakat. Tapi, bukankah menelan
kesabaran memang pahit? Tapibuahnya akan berujung dengan sesuatu yang sangat manis bukan?
Acara jika mengandung kemungkaran seperti ini tidak boleh dihadiri.
Sedangkan
jika ia mampu merubah kemungkaran dengan ilmu yang ia miliki dan
sekaligus ia memiliki kuasa, maka menghadiri acara tersebut bisa jadi
wajib. Karena ia mampu merubah kemungkaran dengan kuasanya sebagaimana
sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
“Siapa saja yang melihat kemungkaran, maka hendaklah ia ubah dengan tangannya” (HR. Muslim no. 49).
Namun jika ia tidak mampu merubah kemungkaran, maka menghadiri undangan acara semacam itu haram. Karena Allah Ta’ala berfirman,
“Dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran ” (QS. Al Maidah: 2).
“Dan
sungguh Allah telah menurunkan kekuatan kepada kamu di dalam Al Quran
bahwa apabila kamu mendengar ayat-ayat Allah diingkari dan
diperolok-olokkan (oleh orang-orang kafir), maka janganlah kamu duduk
beserta mereka, sehingga mereka memasuki pembicaraan yang lain. Karena
sesungguhnya (kalau kamu berbuat demikian), tentulah kamu serupa dengan
mereka.” (QS. An Nisa’: 140). Karena jika seseorang duduk bersama-sama dalam acara maksiat, maka ia akan semisal dengan mereka dan akan mendapatkan hukuman serta dihukumi bermaksiat.
Penjelasan di atas kami sarikan dari penjabaran
Syaikh Muhammad bin Sholih Al ‘Utsaimin mengenai syarat memenuhi
undangan walimah (dalam Syarhul Mumthi’ ,12: 327-329.)
Ibnu Taimiyah mengatakan: “Tidak
boleh bagi seorang pun menghadiri majelis yang di dalamnya terdapat
kemungkaran atas pilihannya sendiri kecuali alasan darurat Sebagaimana
disebutkan dalam hadits, “ Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan
hari akhir, maka janganlah ia duduk di hidangan yang dituangkan khomr. ” (Majmu’ Al Fatawa, 28: 221).
Sifat
‘ibadurrahman, yaitu hamba Allah yang beriman juga tidak menghadiri
acara yang di dalamnya mengandung maksiat. Allah Ta’ala berfirman,“ Dan
orang-orang yang tidak memberikan menghadiri az zuur, dan apabila
mereka bertemu dengan (orang-orang) yang mengerjakan
perbuatan-perbuatan yang tidak berfaedah, mereka lalui (saja) dengan
menjaga kehormatan dirinya.” (QS. Al Furqon: 72). Yang dimaksud menghadiri acara az zuur adalah acara yang mengandung maksiat.
Dengan demikian maka:
– Tidak ada hukum wajib mengadakan maupun menghadiri reuni. Kesunnahannya juga sangat meragukan. tapi jelas dibolehkan selama tidak melanggar syari’at.
–
Semua pertemuan mubah, bisa dijadikan kesunnahan dengan tujuan baik
yang dianjurkan agama, seperti mau memperbaiki informasi agama dan
dengan niat karena Allah, Bukan hura-hura yang menghabiskan waktu dan,
apalagi mengulang kenangan lama seperti mau melihatbekas pacar dan, apalagi yang sudah berkeluarga.
– Tidak boleh melakukan maksiat dalam
reuni itu, baik dari niatnya (perbuatan mubah yang menjadi maksiat
karena niat, seperti bertemu orang yang mubah tapi dengan niat mau
mengulang kenangan lama maksiat seperti yang sudah diterangkan di atas
itu) atau cara-cara pertemuannya, seperti jabatan tangan antar Bukan
mahram, pandangan dan pendengaran yang disertai pelezatan, make up bagi
wanitanya (tersmasuk parfum), atau bahkan perbuatan lain yang juga
diharamkan seperti ingin menonjolkan dirinya, menyombongkan
keberhasilannya….dst.
– Duduk jelas sangat dianjurkan terpisah. Karena dikhawatirkan tidak pakai hijab dan, tercium bau wangi perempuannya.
–
Makanan, bagus kalau tidak menunjukkan kesombongan di tengah-tengah
masyarakat yang kelaparan dan menderita ini. Tapi boleh banyak selama
belum sampai pada tingkat mubazir dan berlebihan.
– Jangan mengambil gambar atau foto karena mengambil gambar hukumnya haram dan tidak boleh. Gambar itu merupakan fitnah.
Disusun oleh: Ibnu Ahmad Al-atsary
___________
**Referensi
Share Ulang:
- Cisaat, Nengkelan, Ciwidey
- from= https://ibnuahmad.wordpress.com/2016/05/05/reuni-dalam-tinjauan-syariat/