Di era sosmed ini, semua orang
memiliki panggung untuk bicara. Siapa saja dan kapan saja seseorang bisa
berkomentar tentang apa saja. Hendak kita seorang penuntut ilmu agama
menjaga adab agar kita lebih banyak diam dan tidak berkomentar terlalu
banyak. Terlebih apabila terjadi fitnah atau pembahasan yang berat dan
butuh ilmu untuk memberikan komentar. Hendaknya penuntut ilmu lebih
banyak diam daripada ikut terlalu banyak berkomentar. Terkadang
komentarnya tersebut justru memperkeruh suasana dan menambah beratnya
pembahasan serta menambah fitnah.
Sungguh indah nasehat dari Adz-Dzahabi
إذا وقعت الفتن فتمسك بالسنة والزم الصمت ولا تخض فيما لايعنيك وماأشكل عليك
“Apabila terjadi fitnah, berpegang
teguhlah pada Sunnah dan TETAPLAH DIAM. Janganlah engkau disibukkan
dengan yang tidak bermanfaat (bukan urusanmu) dan apa yang masih
meragukan (musykil).” [As-Siyar A’lam AN-Nubala 20/141]
Hendaklah kita sebagai penuntut ilmu
menahan diri untuk tidak berkomentar terkait hal yang kita tidak punya
ilmu dalam permasalahan tersebut. Menahan diri dari berkomentar apabila
belum belajar bahasa Arab dan belum belajar ilmu-ilmu ushul. Terlebih
permasalahan tersebut adalah permasalahan berat dan menyangkut hidup dan
hajat orang banyak.
Apabila seseorang yang tidak berilmu
berkomentar, maka akan muncul pendapat yang aneh dan justru akan
memperkeruh suasana. Sebagaimana ungkapan:
من تكلم في غير فنه أتى بالعجائب
“Barangsiapa yang berbicara di luar ilmunya, akan muncul pendapat yang aneh-aneh.”
Salah satu adab bagi kita penuntut ilmu adalah banyak diam daripada berbicara.
Ibnu Jama’ah menukil perkataan salaf:
حق على العالم أن يتواضع لله في سره وعلانيته ويحترس من نفسه ويقف على ما أشكل عليه
“Hak bagi seorang berilmu adalah
tawadhu’ (rendah hati) kepada Allah dalam keadaan sendiri maupun ramai,
mawas diri dan diam (tawaqquf) terhadap hal yang masih meragukannya.”
[Tadzkiratus Sami’ wal Mutakallim hal 26]
Menjaga lisan adalah suatu hal yang harus kita lakukan sebagaimana hadits berikut:
مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ فَلْيَقُلْ خَيْرًا أَوْ لِيَصْمُتْ
“Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan Hari Akhir, maka hendaklah dia berkata yang baik atau hendaklah diam.” (HR. al-Bukhari dan Muslim dari sahabat Abu Hurairah).
Kunci kebaikan adalah menjaga lisan sebagaimana hadits berikut:
عَنْ
سُفْيَانَ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ الثَّقَفِيِّ قَالَ قُلْتُ يَا رَسُولَ
اللَّهِ حَدِّثْنِي بِأَمْرٍ أَعْتَصِمُ بِهِ قَالَ قُلْ رَبِّيَ اللَّهُ
ثُمَّ اسْتَقِمْ قُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ مَا أَخْوَفُ مَا تَخَافُ
عَلَيَّ فَأَخَذَ بِلِسَانِ نَفْسِهِ ثُمَّ قَالَ هَذَا
“Dari Sufyan bin ‘Abdullah
ats-Tsaqafi, ia berkata: “Aku berkata, wahai Rasulullah, katakan
kepadaku dengan satu perkara yang aku akan berpegang dengannya!” Beliau
menjawab: “Katakanlah, ‘Rabbku adalah Allah’, lalu istiqamahlah”. Aku
berkata: “Wahai Rasulullah, apakah yang paling anda khawatirkan
atasku?”. Beliau memegang lidah beliau sendiri, lalu bersabda:
“Ini”.[HR. Tirmidzi, Dishahihkan AL-Albani]
Demikian semoga bermanfaat
________
@ Lombok, Pulau seribu Masjid
Penyusun: Raehanul Bahraen
Artikel www.muslim.or.id