Alhamdulillah
was shalatu was salamu ‘ala rasulillah, amma ba’du
Sebagian
masyarakat memiliki tradisi untuk mengadakan walimah nikah di rumah mempelai
wanita. Bahkan sebagian ada yang meyakini sebagai keharusan, seolah menjadi aib
keluarga jika walimah nikah tidak dilaksanakan di rumah keluarga mempelai wanita.
Kita sangat yakin, anggapan semacam ini sama sekali tidak memiliki landasan,
selain alasan adat dan tradisi masyarkat.
Sebelumnya,
mari kita simak beberapa hadis yang menunjukkan tempat Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam, ketika menikahi para istrinya,
Pertama, hadis
dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, beliau menceritakan
kejadian perang khaibar,
Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam menyerang Yahudi Khaibar di pagi hari. Beliau shalat
subuh bersama para sahabat dan melanjutkan penyerangan. Setelah masuk daerah
Khaibar, beliau bertakbir dan membaca firman Allah di surat As-Shaffat: 177.
Sampai
akhirnya beliau berhasil menaklukkan Khaibar. Setelah semua tawanan
dikumpulkan, Dihayah Al-kalbi mengambil Shafiyah sebagai budaknya. Tiba-tiba
ada sahabat lain yang melaporkan, ‘Wahai Rasulullah, Dihyah Al-Kalbi telah
mengambil Shafiyah bintu Huyai, wanita terhormat suku Quraidzah dan suku
Nadhir. Dia tidak layak kecuali menjadi milik anda.’ Akhirnya Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam menerimanya. Lalu beliau membebaskannya dan
menikahinya. Mahar pernikahannya adalah dibebaskannya Shafiyah dari perbudakan.
Anas
melanjutkan,
حَتَّى إِذَا كَانَ بِالطَّرِيقِ،
جَهَّزَتْهَا لَهُ أُمُّ سُلَيْمٍ، فَأَهْدَتْهَا لَهُ مِنَ اللَّيْلِ، فَأَصْبَحَ
النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَرُوسًا، فَقَالَ: «مَنْ كَانَ
عِنْدَهُ شَيْءٌ فَلْيَجِئْ بِهِ» وَبَسَطَ نِطَعًا، فَجَعَلَ الرَّجُلُ يَجِيءُ بِالتَّمْرِ،
وَجَعَلَ الرَّجُلُ يَجِيءُ بِالسَّمْنِ، قَالَ: وَأَحْسِبُهُ قَدْ ذَكَرَ السَّوِيقَ،
قَالَ: فَحَاسُوا حَيْسًا، فَكَانَتْ وَلِيمَةَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
Setelah
di perjalanan pulang, Ummu Sulaim merias Shafiyah dan menyerahkannya
kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam di malam itu. Pagi
harinya, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjadi pengantin.
Beliau mengumumkan, ‘Siapa yang punya makanan, silahkan dibawa kemari.’
Kemudian beliau menghamparkan perlak. Ada yang membawa kurma, ada yang membawa
minyak, dan ada yang membawa tepung. Merekapun membuat adonan dari bahan-bahan
tersebut. Itulah walimah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
(HR. Bukhari 371).
Catatan: Bagian
yang kita catat dari hadis ini, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam mengadakan walimah dengan istri beliau, Shafiyah radhiyallahu
‘anha, di perjalanan pulang dari Khaibar menuju Madinah.
Kedua, dari
Anas bin Malik, beliau menceritakan pernikahan nabi shallallahu ‘alaihi
wa sallam dengan Zainab radhiyallahu ‘anha,
لَمَّا تَزَوَّجَ رَسُولُ اللَّهِ
صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ زَيْنَبَ بِنْتَ جَحْشٍ دَعَا النَّاسَ، طَعِمُوا
ثُمَّ جَلَسُوا يَتَحَدَّثُونَ، فَأَخَذَ كَأَنَّهُ يَتَهَيَّأُ لِلْقِيَامِ
فَلَمْ يَقُومُوا، فَلَمَّا رَأَى ذَلِكَ قَامَ، فَلَمَّا قَامَ قَامَ مَنْ قَامَ
مَعَهُ مِنَ النَّاسِ
Ketika
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menikahi Zainab bintu
Jahsy, beliau mengundang banyak orang. Merekapun makan, kemudian duduk ngobrol.
Sampai Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersiap-siap untuk
berdiri. Melihat keadaan ini, beliaupun berdiri.Ketika itu ada beberapa orang
yang ikut berdiri…
Anas
menegaskan, ketika itu turun ayat:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لاَ
تَدْخُلُوا بُيُوتَ النَّبِيِّ إِلَّا أَنْ يُؤْذَنَ لَكُمْ إِلَى طَعَامٍ غَيْرَ
نَاظِرِينَ إِنَاهُ وَلَكِنْ إِذَا دُعِيتُمْ فَادْخُلُوا فَإِذَا طَعِمْتُمْ
فَانْتَشِرُوا وَلَا مُسْتَأْنِسِينَ لِحَدِيثٍ
“Hai
orang-orang yang beriman, janganlah kamu memasuki rumah-rumah Nabi kecuali bila
kamu diizinkan untuk makan dengan tidak menunggu-nunggu waktu masak (makanannya),
tetapi jika kamu diundang maka masuklah dan bila kamu selesai makan, keluarlah
kamu tanpa asyik memperpanjang percakapan…“ (QS. Al-Ahzab: 53).
Dari
hadis ini, kita mencatat, walimah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersama Zainab, dilakukan di rumah Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam.
Dari dua
hadis di atas kita mendapat kesimpulan, tidak ada batasan tempat untuk
pelaksananaan walimah. Bisa dilakukan di rumah mempelai laki-laki atau di rumah
mempelai wanita, bahkan bisa juga dilakukan di luar, ketika safar.
Sebagaimana
kesimpulan sebelumnya, masalah tempat pelaksanaan walimah adalah masalah yang
longgar. Tidak ada ketentuan dalam syari’at untuk mengadakan di tempat
tertentu, baik yang sifatnya keharusan maupun sebatas anjuran. Namun ada satu
hal yang perlu diperhatikan, bahwa kebolehan memilih tempat pelaksanaan walimah
tersebut disyaratkan selama tidak terhitung pemborosan.
Syaikh
Abdul Aziz bin Baz ditanya tentang hukum pesta yang dilakukan di hotel atau
tempat mahal lainnya. Beliau rahimahullah memberikan jawaban:
“Ada
beberapa kesalahan ketika pesta dilakukan di hotel-hotel: pertama, umumnya
membuang-buang harta di luar kebutuhan. Kedua, menyebabkan tindakan terlalu
memaksakan diri dalam melakukan walimah dan dihadiri oleh orang yang tidak
membutuhkan hidangan mewah tersebut. Ketiga, menyebabkan terjadinya campur baur
antara laki-laki dan wanita yang dilakukan oleh pegawai hotel dan yang lainnya.
maka nasehatku kepada saudaraku kaum muslimin, hendaknya tidak mengadakan
walimah di hotel atau tempat-tempat pesta yang mahal. Namun diadakan di tempat
yang murah atau di rumah. Meninggalkan tempat-tempat pesta yang mahal dan
mencukupkan diri dengan mengadakan di rumah jika memungkinkan, itu lebih baik
dan lebih terhindar dari tindakan memaksakan diri dan berlebih-lebihan.” (Majmu’
Fatawa Ibn Baaz 4/195).
_____
muslimah.or.id
Penulis: Ustadz Ammi Nur Baits
muslimah.or.id
Penulis: Ustadz Ammi Nur Baits