Islam Pedoman Hidup: Kewajiban Menjaga Lisan (2)

Minggu, 31 Juli 2016

Kewajiban Menjaga Lisan (2)

penyakit lisan

       Beberapa Penyakit Lisan
Banyak sekali penyimpangan dan kemaksiatan yang terjadi karena ucapan lisan seseorang. Berikut ini sekedar beberapa contoh darinya :
  1. Berbicara sesuatu yang tidak ada manfaatnya.
Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda dalam hadits Abu Hurairah :
مِنْ حُسْنِ إِسْلاَمِ الْمَرْءِ تَرْكُهُ مَا لاَ يَعْنِيهِ
Di antara tanda kebaikan Islam seseorang adalah meninggalkan hal yang tidak bermanfaat[1]
  1. Berbicara keji, suka mencela, mencaci, dan melaknat. Sebagian orang terbiasa mengungkapkan perkataan laknat, baik kepada orang lain, binatang, tempat-tempat, dan semisalnya. Sehingga ucapan laknat itu seolah-olah suatu kata yang paling mudah diucapkannya. Ini adalah kebiasaan yang terlarang. Sebagaimana sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam dalam hadits Ibnu Mas’ud :
لَيْسَ الْمُؤْمِنُ بِالطَّعَّانِ وَلَا اللَّعَّانِ وَلَا الْفَاحِشِ وَلَا الْبَذِيءِ
“Seorang mukmin bukanlah orang yang suka mencela, melaknat, berperangai buruk, dan mengucapkan ucapan yang kotor.” [2] 
  1. Banyak bercanda dan bersenda gurau. Ini termasuk kebiasaan yang hendaknya dijauhi, karena benyak bercanda akan menimbulkan hilangnya kewibawaan. Dan juga bisa memunculkan kedengkian dan dendam. Adapun sedikit bercanda maka diperbolehkan, karena hal itu menunjukkan keceriaan dan kegembiraan. Sebagaimana Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam juga pernah bercanda, namun beliau tidak berkata kecuali berupa kebenaran.[3]
  2. Mengolok-olok manusia, merendahkan, dan mencari-carai kesalahan mereka. Hal ini telah diancam dalam firman Allah :
وَيْلٌ لِكُلِّ هُمَزَةٍ لُمَزَةٍ
             Kecelakaanlah bagi setiap pengumpat lagi pencela.(QS. Al Humazah : 1).
  1. Ghibah dan namimah. Ghibah adalah menyebutkan perkara yang dibenci seseorang tanpa sepengetahuannya. Adapun namimah adalah menukil suatu perkataan dalam rangka membuat kerusakan dan perpecahan di antara manusia. Tentang larangan ghibah di antaranya disebutkan dalam firman Allah :
وَلَا يَغْتَبْ بَعْضُكُمْ بَعْضًا أَيُحِبُّ أَحَدُكُمْ أَنْ يَأْكُلَ لَحْمَ أَخِيهِ مَيْتًا فَكَرِهْتُمُوهُ
          Dan janganlah sebagian menggunjing sebahagian yang lain. Sukakah salah seorang di antara memakan daging asaudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. (QS. Al Hujuraat : 49)
Adapun larangan dari perbuatan namimah diantaranya disebutkan dalam hadits Ibnu ‘Abbas:
عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ مَرَّ النَّبِىُّ  صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِحَائِطٍ مِنْ حِيْطَانِ الْمَدِينَةِ أَوْ مَكَّةَ ، فَسَمِعَ صَوْتَ إِنْسَانَيْنِ يُعَذَّبَانِ فِيْ قُبُوْرِهِمَا ، فَقَالَ النَّبِىُّ  صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : يُعَذَّبَانِ ، وَمَا يُعَذَّبَانِ فِى كَبِيرٍ. ثُمَّ قَالَ : بَلَى ، كَانَ أَحَدُهُمَا لاَ يَسْتَتِرُ مِنْ بَوْلِهِ  وَكَانَ الآخَرُ يَمْشِى بِالنَّمِيمَةِ
Diriwayatkan dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhu ia berkata, “Suatu ketika Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam melewati sebuah kebun di Madinah atau Mekah, lalu beliau mendengar suara dua orang yang sedang disiksa dalam kuburnya. Maka beliau bersabda, “Keduanya sedang disiksa dan tidaklah keduanya disiksa karena masalah yang sulit untuk ditinggalkan”. Kemudian beliau kembali bersabda, “Memang masalah mereka adalah dosa besar. Orang yang pertama tidak menjaga diri dari percikan air kencingnya, sedangkan orang kedua suka melakukan namimah” [4]

Bersambung…..insyaAlloh….

[1] HR. Tirmidzi no. 2317, Ibnu Majah no. 3976. Dishahihkan Syaikh Muhammad Nashiruddin Al Albani dalam Shahih al-Jami’ no. 5911.
[2] HR. at-Tirmizi no. 1977. Dishahihkan Syaikh Muhammad Nashiruddin Al Albani dalam Shahih Sunan at-Tirmidzi no. 1977.
[3] Lihat al-Khuthab al-Mimbariyyah fi al-Munasabat as-Syar’iyyah, Syaikh Shalih bin Fauzan bin Abdullah al-Fauzan, Cet. I, Tahun 1413 H/1993 M, Maktabah al-Ma’arif li an-Nasyr wa at-Tauzi’, Riyadh, II/319.
[4] HR. al-Bukhari no. 213 dari Ibnu ‘Abbas.

from=http://klikuk.com/kewajiban-menjaga-lisan-penyakit-lisan/