Kalau
ada orang yang “bodoh”, seharusnya diajari atau dibenarkan. Bukan malah
dijadikan bahan tertawaan atau olok-olok saja. Jika tidak demikian,
maka apa bedanya kita sama orang bodoh yang kita olok-olok tersebut? Karena di antara sifat orang bodoh itu adalah suka mengolok-olok atau mengejek orang lain.
Allah berfirman mengisahkan Nabi Musa bersama kaumnya bani Israa’iil,
وَإِذْ
قَالَ مُوسَى لِقَوْمِهِ إِنَّ اللَّهَ يَأْمُرُكُمْ أَنْ تَذْبَحُوا
بَقَرَةً قَالُوا أَتَتَّخِذُنَا هُزُوًا قَالَ أَعُوذُ بِاللَّهِ أَنْ
أَكُونَ مِنَ الْجَاهِلِينَ
“Dan
ingatlah tatkala Musa berkata kepada kaumnya, “Sesungguhnya Allah
memerintahkan kalian untuk menyembelih sapi betina.” Mereka berkata,
“Apakah engkau menjadikan kami sebagai bahan ejekan?” Musa berkata,
“Aku berlindung kepada Allah agar tidak menjadi salah seorang dari
orang- orang yang jahil.” (Qs. Al-Baqarah: 67)
Lebih parah lagi, kita menjadi latah untuk meniru-niru perilaku orang yang kita jadikan sebagai bahan tertawaan tersebut dalam status-status kita.
Tujuannya paling sekedar untuk mengundang tawa orang yang membacanya
atau barangkali dalam rangka menunjukkan dirinya lebih baik dari orang
“bodoh” tersebut. Wallaahu a’lam.
Adakalanya
memang orang yang bodoh itu tidak merasa dirinya bodoh. Yang model
begini lebih banyak. Akan tetapi tidak berarti harus ditanggapi dengan
sebuah “kebodohan” pula, yaitu dengan mengejeknya, atau
mengolok-oloknya, menjadikannya sebagai bahan tertawaan di mana-mana.
Tidakkah kita ingat akan firman Allah yang menjelaskan sifat-sifat
“Hamba-hamba Ar-Rahmaan”? Bukankah Allah telah mengajarkan kita
bagaimana menghadapi orang-orang yang bodoh?
وَإِذَا خَاطَبَهُمُ الْجَاهِلُونَ قَالُوا سَلَامًا
“…dan apabila orang-orang yang jahil menyapa mereka, mereka mengucapkan kata-kata yang baik” (Qs. Al-Furqaan: 63).
Terkadang kita sering dilupakan dengan hadits nabi yang sering kita dengar. Beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
من كان يؤمن بالله واليوم الآخر فليقل خيرا أو ليصمت
“Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, maka hendaknya ia berkata yang baik atau hendaknya dia diam” (HR. Muslim)
Waffaqallaahu -l jamii’ li kulli khair.
***
Penulis: Ust. Abu Yazid Tengku Muhammad Nurdin
Artikel Muslim.or.id
Sumber: http://muslim.or.id/29286-kebodohan-bukan-untuk-ditertawakan.html