Islam Pedoman Hidup: Menarik Hati Manusia Dengan Harta Untuk Agama

Jumat, 10 Maret 2017

Menarik Hati Manusia Dengan Harta Untuk Agama


Ajaran Islam yang Indah dan sempurna memahami psikologi manusia. Ada beberapa cara menarik hati (ta’liful qulub) manusia untuk kembali ke agama, bisa dengan akhlak yang mulia, bisa dengan penjelasan yang indah akan Islam dan sebagainya. Salah satu cara menarik hati (ta’liful qulub) manusia untuk mendekat kepada agama adalah dengan harta, ini juga bisa menunjukkan tingginya kemuliaan dan kehormatan agama Islam, karena memang sifat dasar manusia adalah sangat cinta dengan harta.
Allah Ta’ala Berfirman,
وَتُحِبُّونَ الْمَالَ حُبّاً جَمّاً
dan kamu mencintai harta benda dengan kecintaan yang berlebihan.” (QS. Al-Fajr: 20).
Salah satu yang dicontohkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah beliau membagi harta rampasan yang sangat banyak kepada pembesar Quraisy yang baru saja masuk Islam dalam rangka menarik hati mereka. Sampai-sampai Kaum Anshar yang ikut berperang saat itu merasa sedih dan merasa “menjadi anak tiri”. Tetapi Nabi shallallahu ‘alahi wa sallam dengan kebijakkannya menjelaskan hikmah ta’liful qulub ini kepada kaum Anshar.
Beliau membagikan harta rampasan yang sangat banyak kepada pembesar-pembesar Quraisy yang baru masuk Islam. Abdullah bin Zaid bin ‘Ashim Radhiallahu anhu menceritakan,
قَسَمَ فِي النَّاسِ فِي الْمُؤَلَّفَةِ قُلُوبُهُمْ وَلَمْ يُعْطِ الْأَنْصَارَ شَيْئًا فَكَأَنَّهُمْ وَجَدُوا إِذْ لَمْ يُصِبْهُمْ مَا أَصَابَ النَّاسَ
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam membagi-baginya untuk orang-orang yang mu’allaf dan tidak memberikan kaum Anshar sedikitpun. (HR. Bukhari).
Nabi pun menjelaskan hikmah ta’liful qulub ini adalah demi agama, bukan maksud beliau untuk menjadikan kaum Anshar sebagai “anak tiri” atau karena beliau telah menemukan kembali kaum dan keluarganya di kalangan orang Quraisy. Kaum Anshar kemudian sadar dengan penjelasan beliau. Jika saja kaum Quraisy membawa harta, tetapi kaum Anshar pulang ke Madinah membawa Nabi shallallahu ‘alahi wa sallam.
Abu Sa’id al-Khudri Radhiallahu anhu menceritakan,
قَالَ فَبَكَى الْقَوْمُ حَتَّى أَخْضَلُوا لِحَاهُمْ وَقَالُوا رَضِينَا بِرَسُولِ اللَّهِ قِسْمًا وَحَظًّا ثُمَّ انْصَرَفَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَتَفَرَّقْنَا
Lalu kaum Anshar menangis hingga membasahi jenggot-jenggot mereka dan mereka berkata, ‘Kami telah ridha dengan pembagian dan bagian Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Kemudian Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam berlalu dan kamipun berpisah. (HR Ahmad no. 11305)
Ibnu Hajar Al-Asqalani ketika mengomentari hadits ini, beliau menjelaskan bahwa maksud perbuatan ini adalah untuk menarik hari orang Quraisy yang baru masuk Islam dan belum terlalu kuat keimanannya. Beliau berkata,
والمراد بالمؤلفة ناس من قريش أسلموا يوم الفتح إسلاما ضعيفا
Maksud dari “muallafah” yaitu manusia dari orang Quraisy yang masuk Islam pada hari Fathul Mekkah yang keIslamannya masih lemah (Fathul Bari 12/139, Syamilah).
Sehingga boleh melakukan ta’liful qulub dengan menggunakan harta, jika memang ini bisa mengangkat kemuliaan agama Islam dan melunakkan hati manusia. Bahkan termasuk dalam orang yang berhak mendapatkan sedekah adalah mereka yang dilunakkan hatinya (muallaf).
Allah berfirman,
إِنَّمَا الصَّدَقَاتُ لِلْفُقَرَاءِ وَالْمَسَاكِينِ وَالْعَامِلِينَ عَلَيْهَا وَالْمُؤَلَّفَةِ قُلُوبُهُمْ وَفِي الرِّقَابِ وَالْغَارِمِينَ وَفِي سَبِيلِ اللَّهِ وَابْنِ السَّبِيلِ فَرِيضَةً مِنَ اللَّهِ وَاللَّهُ عَلِيمٌ حَكِيمٌ
Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk [1] orang-orang fakir, [2] orang-orang miskin, [3] amil zakat, [4] para mu’allaf yang dibujuk hatinya, [5] untuk (memerdekakan) budak, [6] orang-orang yang terlilit utang, [7] untuk jalan Allah dan [8] untuk mereka yang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana (QS. At-Taubah: 60).
Demikian semoga bermanfaat.
______________
@Markaz YPIA, Yogyakarta tercinta
Penyusun: dr. Raehanul Bahraen
Artikel muslim.or.id


Sumber: http://muslim.or.id/29541-menarik-hati-manusia-dengan-harta-untuk-agama.html