110 Kesalahan
Ketika Ziarah Kubur {109=setelah
diurut ulang=dass}
Nama eBook: Kesalahan-Kesalahan Ketika Ziarah Kubur
Penulis: Syaikh Muhammad Nashiruddin al-Albani رحمه
الله
Pengantar:
الحمد لله رب العالمين، والعاقبة للمتقين، والصلاة
والسلام على إمام المرسلين، نبينا محمد، وعلى آله وصحبه أجمعين، أما بعد:
Seorang
muslim mestinya mengetahui kesalahan-kesalahan yang berhubungan dengan agama,
bukan untuk mengamalkannya namun untuk terhindar dari berbagai kesalahan
tersebut.
Berbagai
kesalahan (baca: bid’ah) dalam urusan agama berpangkal dari beberapa
masalah berikut:
1. Ziarah
kubur di hari ketiga dari kematian. Ini mereka namakan "perpisahan".
Ziarah kubur pada setiap awal minggu, juga di hari kelima belas, kemudian
keempat puluh. Semua itu mereka namakan "pemunculan". Dan, di antara
mereka ada yang hanya melakukan pada hari kelima belas dan keempat puluh. (Nuurul-Bayan
fii Kasyfi 'an Bida'i Aakhiriz-Zaman, hlm. 53-54).
2. Menziarahi
kubur kedua orang tuanya setiap Jumat. (Semua hadits yang berkaitan dengan
pengkhususan ini maudhu', seperti dijelaskan pada masalah ke-118.)
3. Keyakinan
sebagian orang bahwa sang mayat apabila tidak diziarahi pada malam Jumat maka
ia akan sedih di hadapan penghuni kubur lainnya. Mereka mengatakan bahwa sang
mayat dapat melihat orang-orang apabila keluar dari tembok batas kota. (al-Madkhal
111/277)
4. Kaum
wanita pergi menuju Masjid al-Umawi pada Sabtu malam hingga waktu dhuha
(sekitar pukul 07.30) untuk berziarah ke makam al-Yahyawi. Mereka berkeyakinan
bahwa melestarikannya 40 Sabtu akan meraih sesuai niatnya. (Ishlaahul-Masaajid,
hlm. 230)
5. Mengunjungi
dengan sengaja ke kubur Syekh Ibnu Arabi sebanyak 40 kali Jumat dengan
keyakinan dapat tercapai kebutuhannya.
6. Berziarah
kubur pada hari Asyura. (al-Madkhal 1/290)
7. Ziarah
kubur pada pertengahan bulan Sya'ban sambil menyalakan api di kuburan tersebut.
(Talbis Iblis, hlm. 429 dan al-Madkhal 1/310)
8. Mengunjungi
kuburan-kuburan pada dua Hari Raya, bulan Rajab, Sya'ban, dan Ramadhan. (as-Sunan,
hlm. 104)
9. Berziarah
kubur khusus di hari Lebaran. (al-Madkhal 1/286, al-Ibdaa'
hlm.135, dan as-Sunan, hlm. 71)
10. Berziarah
kubur pada hari Senin dan Kamis saja.
11. Sebagian
peziarah dengan khusyu berhenti sejenak di pintu gerbang kuburan, seolah
meminta izin untuk masuk, kemudian barulah masuk. (al-Ibdaa' hlm. 99)
12. Berdiri
di depan makam dengan bersedekap tangan bagai orang sedang shalat, kemudian
duduk. (al-lbdaa' hlm. 99)
13. Melakukan
tayamum ketika hendak berziarah kubur.
14. Melakukan
shalat dua rakaat ketika berziarah. Pada tiap rakaat membaca al-Fatihah, Ayat
Kursi, dan surat al-Ikhlash tiga kali, kemudian menghadiahkan pahalanya untuk
sang mayat.
15. Membaca
surat al-Fatihah untuk orang-orang mati. (al-Manar VIII/ 268)
16. Membaca
surat Yasin di kuburan.
17. Membaca
surat al-Ikhlash sebelas kali (hadits maudhu', seperti di-singgung dalam
masalah ke-119).
18. Berdoa
dengan kalimat berikut, "Ya Allah, aku mohon dengan kemuliaan Muhammad صلى الله عليه وسلم untuk tidak mengazab mayat ini."
19. Mengucap
salam dengan redaksi, "alaikumus-salam" (sementara sunnahnya
adalah sebaliknya, seperti dijelaskan pada masalah ke-118).
20. Membaca
ayat ke-7 surat at-Taghabun ketika menjumpai kuburan orang kafir.
21. Memberikan
nasihat di atas mimbar dan kursi di pekuburan pada malam terang bulan purnama.
(al-Madkhal 1/286)
22. Berteriak
dengan bertahlil di antara kuburan.
23. Menggelari
orang yang ziarah sebagian kuburan sebagai haji.
24. Mengirimkan
salam kepada nabi-nabi عليهم السلام lewat orang yang menziarahi kuburan
mereka.
25. Pada
hari Jumat kaum wanita mengunjungi tempat-tempat ziarah di Shalihiyyah
(Damaskus), bersamaan dengan kaum laki-laki. (Isahlaahul-Masaajid, hlm. 231)
26. Menziarahi
tempat-tempat peninggalan para nabi di negeri Syam, seperti peninggalan Nabi
Ibrahim, dan yang ada di gunung Qasiyun yang terletak di sebelah barat kota
Rabwah. (Tafsir al-Ikhlash, hlm. 169)
27. Menziarahi
kuburan pahlawan tak dikenal atau syahid yang tak dikenal.
28. Menghadiahkan
pahala peribadatan, seperti shalat atau membaca Al-Qur'an kepada orang yang
sudah mati dari kalangan muslimin.
29. Menghadiahkan
pahala amalan bagi Rasulullah صلى الله عليه وسلم. (al-Qa'idatul-Jalilah, hlm. 32, al-Ikhtiyaraatul-'Ilmiyyah,
hlm. 54; Syarhul-'Aqidatith-Thahawiyyah, hlm. 386-387; Tafsir
al-Manar VIII/249,254,270,304, dan 308)
30. Memberi
upah kepada yang membaca Al-Qur'an untuk dihadiahkan pahalanya kepada sang
mayat. (Fatawa, Ibnu Taimiyah hlm. 354)
31. Anggapan
orang bahwa doa itu bisa dikabulkan di pekuburan para nabi dan orang-orang
saleh. (Ibid.)
32. Pergi
ke kuburan untuk berdoa dan berharap dikabulkan. (al-Ikhtiyaraatul-llmiyyah,
hlm. 50)
33. Membuat
rumah bagi kuburan para nabi dan orang-orang saleh. (al-Madkhal dan al-Ibdaa',
hlm. 95-96)
34. Keyakinan
sebagian orang bahwa kuburan orang saleh di suatu dusun menyebabkan mereka
memperoleh berkah memberi rezeki dan kemenangan. Mereka mengatakan, "Dia
adalah penjaga kota, sebagaimana dikatakan bahwa Nafisah adalah penjaga
keamanan bagi kota Kairo, dan Syekh Ruslan penjaga kota Damaskus, dan si Fulan
dan si Fulan penjaga Baghdad. (ar-Radd 'alal-Akhnaa'i, hlm. 82)
35. Keyakinan
sebagian mereka bahwa makam orang-orang saleh mempunyai keistimewaan
tersendiri, sebagaimana dokter mempunyai spesialisasi. Maka di antara mereka
ada yang bermanfaat untuk sakit mata dan ada pula yang dapat menyembuhkan sakit
demam. (al-Ibdaa', hlm. 266)
36. Ucapan
sebagian orang bahwa kuburan yang terkenal adalah merupakan obat yang mujarab.
(ar-Radd 'alal-Bakri, hlm. 232-233)
37. Ucapan
sebagian kiyai kepada muridnya, "Apabila engkau mempunyai permintaan
kepada Allah, maka mohonlah kepada-Nya dengan perantaraanku, atau mohonlah di
hadapan kuburanku. (Ibid.)
38. Mengultuskan
apa yang ada di sekitar kuburan wali, berupa pohon-pohon dan batu-batu, dengan
keyakinan bahwa siapa saja yang memotongnya akan terkena gangguan.
39. Kepercayaan
sebagian orang bahwa siapa saja yang membaca Ayat Kursi kemudian menghadapkan
ke arah Syekh Abdul Qadir al-Jailani dan memberi salam kepadanya tujuh kali
dengan setiap langkah memberi salam sehingga sampai ke kuburnya maka akan
terpenuhi kebutuhannya. (al-Fatawa IV/309, Ibnu Taimiyah)
40. Menyirami
kuburan istri (wanita) yang mati meninggalkan suaminya, dengan keyakinan dapat
memadamkan kecemburuannya ketika sang suami menikahi wanita lain. (al-Ibdaa'
hlm. 265)
41. Rekreasi
menziarahi kuburan para nabi dan orang-orang saleh. (al-Fatawa 1/118 dan
122, IV/315; Majmuu'ah Rasaa'ilil-Kubra 11/395, al-Akhnaa'i hlm. 45,
123, 124, 218, dan 384, dan masalah ke-125)
42. Menabuh
tambur, membunyikan seruling, musik, dan menari di makam Nabi Ibrahim عليه السلام sebagai taqarrub kepada Allah عزّوجلّ. (al-Madkhal IV/246)
43. Menziarahi
makam Nabi Ibrahim dari bangunan bagian dalam. (al-Madkhal, hlm. 245)
44. Membangun
pagar bumi di pekuburan untuk tinggal di situ, (al-Madkhal 1/251-252)
45. Memasang
keramik atau papan (nama) dari kayu di atas makam. (al-Madkhal III/272-273)
46. Memasang
pagar besi keliling makam. (al-Madkhal III/272)
47. Memperindah
makam. (Syarhuth-Thariqatil-Muhammadiyyah 1/114-115)
48. Membawa
Al-Qur'an ke kuburan dan membacanya untuk sang mayat. (al-Fatawa 1/174,
dan al-Ikhtiyaarat, hlm. 53)
49. Merenovasi
tembok kuburan dan tiangnya. (al-Ba'its, karya Abu Syamah, hlm. 14)
50. Menyediakan
Al-Qur'an di pekuburan untuk orang yang mau membacanya (Tafsir al-Manar,
VIII/267)
51. Menyampaikan
surat pengaduan dan keluhan lalu meletakkannya di dalam makam dengan
berkeyakinan bahwa penghuni makam akan dapat menyelesaikan persoalan. (al-lbdaa'
hlm. 98 dan al-Qaa'idatul-Jaliilah, hlm. 14)
52. Mengikatkan
kain pada pintu atau jendela kuburan wali agar selalu mengingatnya dan
terpenuhi kebutuhannya.
53. Para
peziarah kubur wali menepuk-nepuk makam dan bergelantung pada makam (al-lbdaa'
hlm. 100)
54. Melemparkan
sapu tangan dan baju ke makam dengan maksud ber-tabaruk. (al-Madkhal
1/263)
55. Sebagian
kaum wanita menaiki salah satu makam sambil menggosok kemaluannya agar dapat
hamil.
56. Memeluk
makam dan menciumnya. (al-Iqtidhaa', hlm. 176, al-l'tishaam, al-Ighatsh
dan al-Ba'its, hlm. 70)
57. Menempelkan
perut dan punggung ke tembok kuburan. (al-Baa'its, hlm. 70)
58. Menempelkan
badan atau anggota badan ke makam, atau apa saja yang berada di dekat makam,
baik tiangnya maupun yang lain, (al-Fatawa)
59. Menempel-nempelkan
pipi ke makam. (Ighaatsatul-Lahjan 1/194)
60. Mengelilingi
(thawaf) kuburan nabi-nabi dan shalihin.
61. Mengadakan
kumpulan di kuburan pada hari Arafah, seperti berkumpulnya orang-orang di
Arafah. (al-Iqtidhaa', hlm. 148)
62. Memotong
binatang kurban di kuburan. (Ibid.)
63. Mengarahkan
wajah waktu berdoa ke arah orang saleh. (al- Iqtidhaa', hlm. 175, ar-Radd
'alal-Bakri, hlm. 266)
64. Melarang
membelakangi arah tempat kuburan orang saleh. (Ibid.)
65. Pergi
menuju kuburan para nabi dan orang-orang saleh dengan maksud agar dikabulkan
permohonannya. (ar-Radd 'alal-Bakri, hlm. 17)
66. Menziarahi
kubur dengan maksud melakukan shalat di situ. (ar-Radd 'alal-Akhna'i, hlm.
124 dan al-Iqtidhaa', hlm. 139)
67. Berziarah
kubur dengan maksud shalat untuk penghuni makam tertentu. (ar-Radd
'alal-Bakri, hlm. 71, al-Qa'idatul-Jaliilah, hlm. 125-126, dan al-Ighaatsah,
al-Khadimi 'alath-Thariiqah IV/322)
68. Menziarahi
kubur dengan tujuan zikir, membaca Al-Qur'an, berpuasa, dan menyembelih ternak
di situ. (al-Iqtidhaa', hlm. 154 dan 181)
69. Bertawasul
kepada Allah dengan perantaraan orang mati. (al-Ighaatsah dan as-Sunan,
hlm. 10)
70. Bersumpah
dengan nama penghuni makam. (Ibnu Taimiyah, Tafsir surat al-Ikhlash, hlm.
174)
71. Mengatakan
kepada sang mayat atau kepada para nabi atau orang-orang saleh dengan ucapan,
"Saya mohon kepada Allah atau saya berdoa kepada Allah." (al-Qaa'idah,
hlm. 14, 17, dan 124, ar-Radd 'alal-Bakri, hlm. 30, 31, 38, 56, dan 114,
dan as-Sunan, hlm. 124)
72. Minta
pertolongan kepada sang mayat, misalnya dengan ucapan, "Wahai Tuan Fulan,
bantulah dan menangkanlah aku dalam menghadapi musuhku." (Al-Qaa'idah,
hlm. 14,17, dan 124, ar-Radd 'alal-Bakri, hlm. 30, 31, 38, 56, dan 114,
dan as-Sunan, hlm. 124)
73. Keyakinan
bahwa penghuni makam mampu menyelesaikan masalah selain Allah. (as-Sunan,
hlm. 118)
74. Menunduk
berdiam lama di makam, dan mendampinginya. (Al-Iqtidhaa', hlm. 183 dan
210)
75. Keluar
dari tempat ziarah yang dianggap keramat atau yang diagung-kannya dengan
perasaan terpaksa. (al-Madkhal IV/238 dan as-Sunan, hlm. 69)
76. Melakukan
kunjungan ke kota lain untuk berziarah ke kuburan wali atau orang saleh dan
ketika pulang ke negerinya mengucapkan, "Bacalah al-Fatihah untuk penduduk
kota ini, tuan Fulan dan tuan Fulan dengan menyebut nama-namanya dan menghadap
ke arahnya sambil mengusap wajahnya." (as-Sunan, hlm. 69)
77. Ucapan
sebagian mereka, "Semoga salam bagimu wahai wali Allah, al-Fatihah tambahan bagi kemuliaan Nabi صلى الله عليه وسلم, empat orang tokoh, pemberi keturunan, dan
tonggak serta para pengemban al-Kitab dan penolong. Juga bagi para pemilik ilmu
silsilah, dan orang yang mengetahui pengetahuan apa yang terjadi di jagad raya
ini, serta seluruh wali Allah, wahai Zat Yang Mahahidup lagi Berdiri
Sendiri." Kemudian membaca al-Fatihah lalu mengusap wajah dan meninggalkan
tempat dengan membelakanginya. (as-Sunan, hlm. 69)
78. Meninggikan
makam dan membangunnya. (al-Iqtidhaa’, hlm. 63, Tafsir Surat
al-Ikhlash, hlm. 170, Sajarus-Sa'aadah, hlm. 57, Syarahush-Shudur,
karya asy-Syaukani hlm. 66, dan Syarahuth-Thariqatil-Muhammadiyyah
1/114-115)
79. Mewasiatkan
agar dibangun di atas kuburnya. (al-Khadami 'alath-Thariqatil-Muhammadiyyah
IV/326)
80. Mengapur
(melabur) makam. (al-Ighaatsah dan al-Khadami
'alath-Thariqatil-Muhammadiyyah IV/322)
81. Menulis
nama sang mayat dan tanggal matinya pada batu nisan. (al-Madhkal
111/272, Talkhishul-Mustadrah, karya adz-Dzahabi, al-Ighaatsah
1/196-198, al-Khadami 'alaih-Thariqatil-Muhammadiyyah IV/ 322, al-Ibdaa',
hlm. 95)
82. Membangun
masjid dan menjadikan kuburan sebagai tempat keramat yang dikunjungi dan
peninggalan. (Tafsir Surat al-lkhlash, hlm. 192, al-Iqtidhaa', hlm.
6 dan 158, ar-Radd 'alal-Bakri, hlm. 233)
83. Menjadikan
kuburan sebagai masjid dan digunakan untuk shalat di tempat itu. (al-Ibdaa',
hal. 9, al-Fatawa 11/186 dan al-Iqtidhaa', hlm. 52)
84. Mengubur
mayat di dalam masjid atau membangun masjid di atasnya. (Ishlaahul-Masaajid,
hlm. 181, dan masalah ke-127)
85. Shalat
menghadap ke kuburan dan membelakangi Ka'bah. (Al-Iqtidhaa', hlm. 218)
86. Menjadikan
kuburan bagai tempat perayaan (hari raya). (al-Iqtidhaa', hlm. 148, al-Ighaatsah
1/190-193 dan al-Ibdaa', hlm. 85-90)
87. Menggantungkan
lentera di kuburan untuk dikunjungi. (al-Madkhal III/273 dan al-Ighaatsah,
hlm. 194)
88. Bemazar
untuk selalu menyalakan lentera di kuburan dengan minyak atau lilin, atau di
gunung tertentu, atau pada pohon tertentu. (Ishlaahul-Masaajid, hlm. 232-233
dan al-Iqtidhaa', hlm. 151)
89. Penduduk
Madinah yang menziarahi kubur Nabi صلى الله عليه وسلم setiap memasuki atau keluar dari masjid. (ar-Radd
'alal-Akhna'i, hlm. 24,150-151,156,217, dan 218 dan asy-Syifaa fii
Huquuqil-Mushthafaa II/79, karya al-Qadhi Iyadh)
90. Melakukan
perjalanan untuk menziarahi
kubur Nabi صلى الله عليه وسلم secara khusus.
91. Menziarahi
kuburan Nabi صلى الله عليه وسلم khusus di bulan Rajab.
92. Menghadapkan
wajahnya ke arah makam Nabi صلى الله عليه وسلم ketika memasuki masjid, sambil berdiri
jauh darinya dengan khusyu diri, dan meletak-kan tangan kanan di atas tangan
kirinya, seperti orang yang shalat.
93. Memohon
kepada beliau صلى الله عليه وسلم untuk memintakan ampunan sambil membacakan
ayat, walau annahum idz zhalamuu anfusahum (an-Nisa': 64). (ar-Radd
'alal-Akhnaa'i, hlm. 164, 165, dan 216 dan as-Sunan, hlm. 68)
94. Bertawasul
lewat Nabi صلى الله عليه وسلم.
95. Bersumpah
dengan nama beliau صلى الله عليه وسلم dan bukan nama Allah عزّوجلّ.
96. Meminta
pertolongan kepada beliau صلى الله عليه وسلم dan bukan kepada Allah عزّوجلّ.
97. Memotong
rambut kemudian melemparkannya ke dekat lentera besar yang terletak di dekat Turbah
Nabawiyyah. (al-Ibdaa', hlm. 166 dan al-Ba'its, hlm. 70)
98. Mengusap-usap
makam Nabi صلى الله عليه وسلم. (al-Madkhal 1/263 dan as Sunan,
hlm. 69, dan al-Ibdaa', hlm. 166)
99. Menciumi
makam Nabi صلى الله عليه وسلم. (Ibid.).
100. Thawaf
mengelilingi kubur beliau صلى الله عليه وسلم. (Majmu'atu-Rasa'ilil-Kubra 11/10
dan 13, al-Madkhal 1/263, al-Ibdaa' hlm. 166, as-Sunan, hlm.
69; dan al-Baa'its, hlm. 70)
101. Menempelkan
perut dan punggung ke tembok makam Nabi صلى الله عليه وسلم. (al-Ibdaa' hlm. 166 dan
al-Baa'its, hlm. 70)
102. Menempelkan
kedua telapak tangannya ke jendela kamar makam Rasulullah صلى الله عليه وسلم dan seorang bersumpah, "Dan hak bagi
orang yang menempelkan tangannya ke jendela makam, maka aku katakan,
'Syafa'atmu wahai Rasulullah.'"
103. Berdiri
lama di hadapan makam Rasulullah صلى الله عليه وسلم sambil berdoa untuk diri sendiri dengan
menghadap ke kamar. (al-Qa'idatul-Jaliilah, hlm. 125, ar-Radd
'alal-Bakri, hlm. 125, 232, dan 282, dan Majmu'atur-Rasa'ilil-Kubra
11/391)
104. Mendekatkan
diri (taqarrub) kepada Allah dengan memakan buah kurma ash-Shaihani di
Raudhah—tempat di antara makam dengan mimbar. (al-Baa'its, hlm. 70 dan al-Ibdaa',
hlm. 166)
105. Berkumpul
di makam Rasulullah صلى الله عليه وسلم untuk membaca khataman Al-Qur'an dan
mengumandangkan syair-syair pujian. (Majmu'atur-Rasa'ilil-Kubra 11/398)
106. Memohon
turunnya hujan dengan mengintip kubur Nabi صلى الله عليه وسلم atau kuburan para nabi dan orang-orang
saleh. (ar-Radd 'alal-Bakri, hlm. 29)
107. Melemparkan
kertas atau yang sejenisnya ke arah makam Nabi صلى الله عليه وسلم di dalamnya tertulis kebutuhannya.
108. Anggapan
atau keyakinan sebagian orang bahwa tidak perlu untuk mengutarakan
kebutuhan-kebutuhannya dan juga pengampunan atas dosanya dengan lisannya ketika
berziarah ke makam Rasulullah صلى الله عليه وسلم disebabkan beliau lebih mengetahui akan
segala kebutuhan dan kemaslahatannya.
109. Anggapan
sebagian mereka bahwa tidak ada bedanya antara kematian Rasulullah صلى الله عليه وسلم dengan masa hidupnya mengenai pengetahuan
akan segala kondisi umatnya, niat mereka, penyesalan dan perasaan mereka.[]