Islam Pedoman Hidup: 110 Kesalahan Ketika Ziarah Kubur

Sabtu, 22 April 2017

110 Kesalahan Ketika Ziarah Kubur


110 Kesalahan Ketika Ziarah Kubur {109=setelah diurut ulang=dass}

Nama eBook: Kesalahan-Kesalahan Ketika Ziarah Kubur
Penulis: Syaikh Muhammad Nashiruddin al-Albani  رحمه الله

Pengantar:

الحمد لله رب العالمين، والعاقبة للمتقين، والصلاة والسلام على إمام المرسلين، نبينا محمد، وعلى آله وصحبه أجمعين، أما بعد:
Seorang muslim mestinya mengetahui kesalahan-kesalahan yang berhubungan dengan agama, bukan untuk mengamalkannya namun untuk terhindar dari berbagai kesalahan tersebut.

Berbagai kesalahan (baca: bid’ah) dalam urusan agama berpangkal dari beberapa masalah berikut:

1.    Ziarah kubur di hari ketiga dari kematian. Ini mereka namakan "perpisahan". Ziarah kubur pada setiap awal minggu, juga di hari kelima belas, kemudian keempat puluh. Semua itu mereka namakan "pemunculan". Dan, di antara mereka ada yang hanya melakukan pada hari kelima belas dan keempat puluh. (Nuurul-Bayan fii Kasyfi 'an Bida'i Aakhiriz-Zaman, hlm. 53-54).
2.    Menziarahi kubur kedua orang tuanya setiap Jumat. (Semua hadits yang berkaitan dengan pengkhususan ini maudhu', seperti dijelaskan pada masalah ke-118.)
3.    Keyakinan sebagian orang bahwa sang mayat apabila tidak diziarahi pada malam Jumat maka ia akan sedih di hadapan penghuni kubur lainnya. Mereka mengatakan bahwa sang mayat dapat melihat orang-orang apabila keluar dari tembok batas kota. (al-Madkhal 111/277)
4.    Kaum wanita pergi menuju Masjid al-Umawi pada Sabtu malam hingga waktu dhuha (sekitar pukul 07.30) untuk berziarah ke makam al-Yahyawi. Mereka berkeyakinan bahwa melestarikannya 40 Sabtu akan meraih sesuai niatnya. (Ishlaahul-Masaajid, hlm. 230)
5.    Mengunjungi dengan sengaja ke kubur Syekh Ibnu Arabi sebanyak 40 kali Jumat dengan keyakinan dapat tercapai kebutuhannya.
6.    Berziarah kubur pada hari Asyura. (al-Madkhal 1/290)
7.    Ziarah kubur pada pertengahan bulan Sya'ban sambil menyalakan api di kuburan tersebut. (Talbis Iblis, hlm. 429 dan al-Madkhal 1/310)
8.    Mengunjungi kuburan-kuburan pada dua Hari Raya, bulan Rajab, Sya'ban, dan Ramadhan. (as-Sunan, hlm. 104)
9.    Berziarah kubur khusus di hari Lebaran. (al-Madkhal 1/286, al-Ibdaa' hlm.135, dan as-Sunan, hlm. 71)
10. Berziarah kubur pada hari Senin dan Kamis saja.
11. Sebagian peziarah dengan khusyu berhenti sejenak di pintu gerbang kuburan, seolah meminta izin untuk masuk, kemudian barulah masuk. (al-Ibdaa' hlm. 99)
12. Berdiri di depan makam dengan bersedekap tangan bagai orang sedang shalat, kemudian duduk. (al-lbdaa' hlm. 99)
13. Melakukan tayamum ketika hendak berziarah kubur.
14. Melakukan shalat dua rakaat ketika berziarah. Pada tiap rakaat membaca al-Fatihah, Ayat Kursi, dan surat al-Ikhlash tiga kali, kemudian menghadiahkan pahalanya untuk sang mayat.
15. Membaca surat al-Fatihah untuk orang-orang mati. (al-Manar VIII/ 268)
16. Membaca surat Yasin di kuburan.
17. Membaca surat al-Ikhlash sebelas kali (hadits maudhu', seperti di-singgung dalam masalah ke-119).
18. Berdoa dengan kalimat berikut, "Ya Allah, aku mohon dengan kemuliaan Muhammad صلى الله عليه وسلم untuk tidak mengazab mayat ini."
19. Mengucap salam dengan redaksi, "alaikumus-salam" (sementara sunnahnya adalah sebaliknya, seperti dijelaskan pada masalah ke-118).
20. Membaca ayat ke-7 surat at-Taghabun ketika menjumpai kuburan orang kafir.
21. Memberikan nasihat di atas mimbar dan kursi di pekuburan pada malam terang bulan purnama. (al-Madkhal 1/286)
22. Berteriak dengan bertahlil di antara kuburan.
23. Menggelari orang yang ziarah sebagian kuburan sebagai haji.
24. Mengirimkan salam kepada nabi-nabi عليهم السلام lewat orang yang menziarahi kuburan mereka.
25. Pada hari Jumat kaum wanita mengunjungi tempat-tempat ziarah di Shalihiyyah (Damaskus), bersamaan dengan kaum laki-laki. (Isahlaahul-Masaajid, hlm. 231)
26. Menziarahi tempat-tempat peninggalan para nabi di negeri Syam, seperti peninggalan Nabi Ibrahim, dan yang ada di gunung Qasiyun yang terletak di sebelah barat kota Rabwah. (Tafsir al-Ikhlash, hlm. 169)
27. Menziarahi kuburan pahlawan tak dikenal atau syahid yang tak dikenal.
28. Menghadiahkan pahala peribadatan, seperti shalat atau membaca Al-Qur'an kepada orang yang sudah mati dari kalangan muslimin.
29. Menghadiahkan pahala amalan bagi Rasulullah صلى الله عليه وسلم. (al-Qa'idatul-Jalilah, hlm. 32, al-Ikhtiyaraatul-'Ilmiyyah, hlm. 54; Syarhul-'Aqidatith-Thahawiyyah, hlm. 386-387; Tafsir al-Manar VIII/249,254,270,304, dan 308)
30. Memberi upah kepada yang membaca Al-Qur'an untuk dihadiahkan pahalanya kepada sang mayat. (Fatawa, Ibnu Taimiyah hlm. 354)
31. Anggapan orang bahwa doa itu bisa dikabulkan di pekuburan para nabi dan orang-orang saleh. (Ibid.)
32. Pergi ke kuburan untuk berdoa dan berharap dikabulkan. (al-Ikhtiyaraatul-llmiyyah, hlm. 50)
33. Membuat rumah bagi kuburan para nabi dan orang-orang saleh. (al-Madkhal dan al-Ibdaa', hlm. 95-96)
34. Keyakinan sebagian orang bahwa kuburan orang saleh di suatu dusun menyebabkan mereka memperoleh berkah memberi rezeki dan kemenangan. Mereka mengatakan, "Dia adalah penjaga kota, sebagaimana dikatakan bahwa Nafisah adalah penjaga keamanan bagi kota Kairo, dan Syekh Ruslan penjaga kota Damaskus, dan si Fulan dan si Fulan penjaga Baghdad. (ar-Radd 'alal-Akhnaa'i, hlm. 82)
35. Keyakinan sebagian mereka bahwa makam orang-orang saleh mempunyai keistimewaan tersendiri, sebagaimana dokter mempunyai spesialisasi. Maka di antara mereka ada yang bermanfaat untuk sakit mata dan ada pula yang dapat menyembuhkan sakit demam. (al-Ibdaa', hlm. 266)
36. Ucapan sebagian orang bahwa kuburan yang terkenal adalah merupakan obat yang mujarab. (ar-Radd 'alal-Bakri, hlm. 232-233)
37. Ucapan sebagian kiyai kepada muridnya, "Apabila engkau mempunyai permintaan kepada Allah, maka mohonlah kepada-Nya dengan perantaraanku, atau mohonlah di hadapan kuburanku. (Ibid.)
38. Mengultuskan apa yang ada di sekitar kuburan wali, berupa pohon-pohon dan batu-batu, dengan keyakinan bahwa siapa saja yang memotongnya akan terkena gangguan.
39. Kepercayaan sebagian orang bahwa siapa saja yang membaca Ayat Kursi kemudian menghadapkan ke arah Syekh Abdul Qadir al-Jailani dan memberi salam kepadanya tujuh kali dengan setiap langkah memberi salam sehingga sampai ke kuburnya maka akan terpenuhi kebutuhannya. (al-Fatawa IV/309, Ibnu Taimiyah)
40. Menyirami kuburan istri (wanita) yang mati meninggalkan suaminya, dengan keyakinan dapat memadamkan kecemburuannya ketika sang suami menikahi wanita lain. (al-Ibdaa' hlm. 265)
41. Rekreasi menziarahi kuburan para nabi dan orang-orang saleh. (al-Fatawa 1/118 dan 122, IV/315; Majmuu'ah Rasaa'ilil-Kubra 11/395, al-Akhnaa'i hlm. 45, 123, 124, 218, dan 384, dan masalah ke-125)
42. Menabuh tambur, membunyikan seruling, musik, dan menari di makam Nabi Ibrahim عليه السلام sebagai taqarrub kepada Allah عزّوجلّ. (al-Madkhal IV/246)
43. Menziarahi makam Nabi Ibrahim dari bangunan bagian dalam. (al-Madkhal, hlm. 245)
44. Membangun pagar bumi di pekuburan untuk tinggal di situ, (al-Madkhal 1/251-252)
45. Memasang keramik atau papan (nama) dari kayu di atas makam. (al-Madkhal III/272-273)
46. Memasang pagar besi keliling makam. (al-Madkhal III/272)
47. Memperindah makam. (Syarhuth-Thariqatil-Muhammadiyyah 1/114-115)
48. Membawa Al-Qur'an ke kuburan dan membacanya untuk sang mayat. (al-Fatawa 1/174, dan al-Ikhtiyaarat, hlm. 53)
49. Merenovasi tembok kuburan dan tiangnya. (al-Ba'its, karya Abu Syamah, hlm. 14)
50. Menyediakan Al-Qur'an di pekuburan untuk orang yang mau membacanya (Tafsir al-Manar, VIII/267)
51. Menyampaikan surat pengaduan dan keluhan lalu meletakkannya di dalam makam dengan berkeyakinan bahwa penghuni makam akan dapat menyelesaikan persoalan. (al-lbdaa' hlm. 98 dan al-Qaa'idatul-Jaliilah, hlm. 14)
52. Mengikatkan kain pada pintu atau jendela kuburan wali agar selalu mengingatnya dan terpenuhi kebutuhannya.
53. Para peziarah kubur wali menepuk-nepuk makam dan bergelantung pada makam (al-lbdaa' hlm. 100)
54. Melemparkan sapu tangan dan baju ke makam dengan maksud ber-tabaruk. (al-Madkhal 1/263)
55. Sebagian kaum wanita menaiki salah satu makam sambil menggosok kemaluannya agar dapat hamil.
56. Memeluk makam dan menciumnya. (al-Iqtidhaa', hlm. 176, al-l'tishaam, al-Ighatsh dan al-Ba'its, hlm. 70)
57. Menempelkan perut dan punggung ke tembok kuburan. (al-Baa'its, hlm. 70)
58. Menempelkan badan atau anggota badan ke makam, atau apa saja yang berada di dekat makam, baik tiangnya maupun yang lain, (al-Fatawa)
59. Menempel-nempelkan pipi ke makam. (Ighaatsatul-Lahjan 1/194)
60. Mengelilingi (thawaf) kuburan nabi-nabi dan shalihin.
61. Mengadakan kumpulan di kuburan pada hari Arafah, seperti berkumpulnya orang-orang di Arafah. (al-Iqtidhaa', hlm. 148)
62. Memotong binatang kurban di kuburan. (Ibid.)
63. Mengarahkan wajah waktu berdoa ke arah orang saleh. (al- Iqtidhaa', hlm. 175, ar-Radd 'alal-Bakri, hlm. 266)
64. Melarang membelakangi arah tempat kuburan orang saleh. (Ibid.)
65. Pergi menuju kuburan para nabi dan orang-orang saleh dengan maksud agar dikabulkan permohonannya. (ar-Radd 'alal-Bakri, hlm. 17)
66. Menziarahi kubur dengan maksud melakukan shalat di situ. (ar-Radd 'alal-Akhna'i, hlm. 124 dan al-Iqtidhaa', hlm. 139)
67. Berziarah kubur dengan maksud shalat untuk penghuni makam tertentu. (ar-Radd 'alal-Bakri, hlm. 71, al-Qa'idatul-Jaliilah, hlm. 125-126, dan al-Ighaatsah, al-Khadimi 'alath-Thariiqah IV/322)
68. Menziarahi kubur dengan tujuan zikir, membaca Al-Qur'an, berpuasa, dan menyembelih ternak di situ. (al-Iqtidhaa', hlm. 154 dan 181)
69. Bertawasul kepada Allah dengan perantaraan orang mati. (al-Ighaatsah dan as-Sunan, hlm. 10)
70. Bersumpah dengan nama penghuni makam. (Ibnu Taimiyah, Tafsir surat al-Ikhlash, hlm. 174)
71. Mengatakan kepada sang mayat atau kepada para nabi atau orang-orang saleh dengan ucapan, "Saya mohon kepada Allah atau saya berdoa kepada Allah." (al-Qaa'idah, hlm. 14, 17, dan 124, ar-Radd 'alal-Bakri, hlm. 30, 31, 38, 56, dan 114, dan as-Sunan, hlm. 124)
72. Minta pertolongan kepada sang mayat, misalnya dengan ucapan, "Wahai Tuan Fulan, bantulah dan menangkanlah aku dalam menghadapi musuhku." (Al-Qaa'idah, hlm. 14,17, dan 124, ar-Radd 'alal-Bakri, hlm. 30, 31, 38, 56, dan 114, dan as-Sunan, hlm. 124)
73. Keyakinan bahwa penghuni makam mampu menyelesaikan masalah selain Allah. (as-Sunan, hlm. 118)
74. Menunduk berdiam lama di makam, dan mendampinginya. (Al-Iqtidhaa', hlm. 183 dan 210)
75. Keluar dari tempat ziarah yang dianggap keramat atau yang diagung-kannya dengan perasaan terpaksa. (al-Madkhal IV/238 dan as-Sunan, hlm. 69)
76. Melakukan kunjungan ke kota lain untuk berziarah ke kuburan wali atau orang saleh dan ketika pulang ke negerinya mengucapkan, "Bacalah al-Fatihah untuk penduduk kota ini, tuan Fulan dan tuan Fulan dengan menyebut nama-namanya dan menghadap ke arahnya sambil mengusap wajahnya." (as-Sunan, hlm. 69)
77. Ucapan sebagian mereka, "Semoga salam bagimu wahai wali Allah, al-Fatihah  tambahan  bagi kemuliaan Nabi صلى الله عليه وسلم, empat orang tokoh, pemberi keturunan, dan tonggak serta para pengemban al-Kitab dan penolong. Juga bagi para pemilik ilmu silsilah, dan orang yang mengetahui pengetahuan apa yang terjadi di jagad raya ini, serta seluruh wali Allah, wahai Zat Yang Mahahidup lagi Berdiri Sendiri." Kemudian membaca al-Fatihah lalu mengusap wajah dan meninggalkan tempat dengan membelakanginya. (as-Sunan, hlm. 69)
78. Meninggikan makam dan membangunnya. (al-Iqtidhaa’, hlm. 63, Tafsir Surat al-Ikhlash, hlm. 170, Sajarus-Sa'aadah, hlm. 57, Syarahush-Shudur, karya asy-Syaukani hlm. 66, dan Syarahuth-Thariqatil-Muhammadiyyah 1/114-115)
79. Mewasiatkan agar dibangun di atas kuburnya. (al-Khadami 'alath-Thariqatil-Muhammadiyyah IV/326)
80. Mengapur (melabur) makam. (al-Ighaatsah dan al-Khadami 'alath-Thariqatil-Muhammadiyyah IV/322)
81. Menulis nama sang mayat dan tanggal matinya pada batu nisan. (al-Madhkal 111/272, Talkhishul-Mustadrah, karya adz-Dzahabi, al-Ighaatsah 1/196-198, al-Khadami 'alaih-Thariqatil-Muhammadiyyah IV/ 322, al-Ibdaa', hlm. 95)
82. Membangun masjid dan menjadikan kuburan sebagai tempat keramat yang dikunjungi dan peninggalan. (Tafsir Surat al-lkhlash, hlm. 192, al-Iqtidhaa', hlm. 6 dan 158, ar-Radd 'alal-Bakri, hlm. 233)
83. Menjadikan kuburan sebagai masjid dan digunakan untuk shalat di tempat itu. (al-Ibdaa', hal. 9, al-Fatawa 11/186 dan al-Iqtidhaa', hlm. 52)
84. Mengubur mayat di dalam masjid atau membangun masjid di atasnya. (Ishlaahul-Masaajid, hlm. 181, dan masalah ke-127)
85. Shalat menghadap ke kuburan dan membelakangi Ka'bah. (Al-Iqtidhaa', hlm. 218)
86. Menjadikan kuburan bagai tempat perayaan (hari raya). (al-Iqtidhaa', hlm. 148, al-Ighaatsah 1/190-193 dan al-Ibdaa', hlm. 85-90)
87. Menggantungkan lentera di kuburan untuk dikunjungi. (al-Madkhal III/273 dan al-Ighaatsah, hlm. 194)
88. Bemazar untuk selalu menyalakan lentera di kuburan dengan minyak atau lilin, atau di gunung tertentu, atau pada pohon tertentu. (Ishlaahul-Masaajid, hlm. 232-233 dan al-Iqtidhaa', hlm. 151)
89. Penduduk Madinah yang menziarahi kubur Nabi صلى الله عليه وسلم setiap memasuki atau keluar dari masjid. (ar-Radd 'alal-Akhna'i, hlm. 24,150-151,156,217, dan 218 dan asy-Syifaa fii Huquuqil-Mushthafaa II/79, karya al-Qadhi Iyadh)
90. Melakukan  perjalanan  untuk  menziarahi  kubur  Nabi صلى الله عليه وسلم secara khusus.
91. Menziarahi kuburan Nabi صلى الله عليه وسلم khusus di bulan Rajab.
92. Menghadapkan wajahnya ke arah makam Nabi صلى الله عليه وسلم ketika memasuki masjid, sambil berdiri jauh darinya dengan khusyu diri, dan meletak-kan tangan kanan di atas tangan kirinya, seperti orang yang shalat.
93. Memohon kepada beliau صلى الله عليه وسلم untuk memintakan ampunan sambil membacakan ayat, walau annahum idz zhalamuu anfusahum (an-Nisa': 64). (ar-Radd 'alal-Akhnaa'i, hlm. 164, 165, dan 216 dan as-Sunan, hlm. 68)
94. Bertawasul lewat Nabi صلى الله عليه وسلم.
95. Bersumpah dengan nama beliau صلى الله عليه وسلم dan bukan nama Allah عزّوجلّ.
96. Meminta pertolongan kepada beliau صلى الله عليه وسلم dan bukan kepada Allah عزّوجلّ.
97. Memotong rambut kemudian melemparkannya ke dekat lentera besar yang terletak di dekat Turbah Nabawiyyah. (al-Ibdaa', hlm. 166 dan al-Ba'its, hlm. 70)
98. Mengusap-usap makam Nabi صلى الله عليه وسلم. (al-Madkhal 1/263 dan as Sunan, hlm. 69, dan al-Ibdaa', hlm. 166)
99. Menciumi makam Nabi صلى الله عليه وسلم. (Ibid.).
100.    Thawaf mengelilingi kubur beliau صلى الله عليه وسلم. (Majmu'atu-Rasa'ilil-Kubra 11/10 dan 13, al-Madkhal 1/263, al-Ibdaa' hlm. 166, as-Sunan, hlm. 69; dan al-Baa'its, hlm. 70)
101.    Menempelkan perut dan punggung ke tembok makam Nabi صلى الله عليه وسلم. (al-Ibdaa' hlm. 166 dan al-Baa'its, hlm. 70)
102.    Menempelkan kedua telapak tangannya ke jendela kamar makam Rasulullah صلى الله عليه وسلم dan seorang bersumpah, "Dan hak bagi orang yang menempelkan tangannya ke jendela makam, maka aku katakan, 'Syafa'atmu wahai Rasulullah.'"
103.    Berdiri lama di hadapan makam Rasulullah صلى الله عليه وسلم sambil berdoa untuk diri sendiri dengan menghadap ke kamar. (al-Qa'idatul-Jaliilah, hlm. 125, ar-Radd 'alal-Bakri, hlm. 125, 232, dan 282, dan Majmu'atur-Rasa'ilil-Kubra 11/391)
104.    Mendekatkan diri (taqarrub) kepada Allah dengan memakan buah kurma ash-Shaihani di Raudhah—tempat di antara makam dengan mimbar. (al-Baa'its, hlm. 70 dan al-Ibdaa', hlm. 166)
105.    Berkumpul di makam Rasulullah صلى الله عليه وسلم untuk membaca khataman Al-Qur'an dan mengumandangkan syair-syair pujian. (Majmu'atur-Rasa'ilil-Kubra 11/398)
106.    Memohon turunnya hujan dengan mengintip kubur Nabi صلى الله عليه وسلم atau kuburan para nabi dan orang-orang saleh. (ar-Radd 'alal-Bakri, hlm. 29)
107.    Melemparkan kertas atau yang sejenisnya ke arah makam Nabi صلى الله عليه وسلم di dalamnya tertulis kebutuhannya.
108.    Anggapan atau keyakinan sebagian orang bahwa tidak perlu untuk mengutarakan kebutuhan-kebutuhannya dan juga pengampunan atas dosanya dengan lisannya ketika berziarah ke makam Rasulullah صلى الله عليه وسلم disebabkan beliau lebih mengetahui akan segala kebutuhan dan kemaslahatannya.
109.    Anggapan sebagian mereka bahwa tidak ada bedanya antara kematian Rasulullah صلى الله عليه وسلم dengan masa hidupnya mengenai pengetahuan akan segala kondisi umatnya, niat mereka, penyesalan dan perasaan mereka.[]