Islam Pedoman Hidup: Komunisme Gaya Baru

Senin, 25 September 2017

Komunisme Gaya Baru


Banyak orang telah mengatakan komunisme adalah ideologi bangkrut. Ideologi yang sudah tak laku lagi di banyak negara. Rusia, China, Kuba, dan yang lainnya sudah (mulai) beralih dari ideologi mainstream mereka, sedikit atau banyak. Mungkin saat ini hanya tinggal Korea Utara yang dipimpin seorang psikopat yang masih kental rasa komunisnya menurut sebagian orang. Padahal, kata komunisme telah dinihilkan dalam konstitusi mereka tahun 2009 dan kemudian menggantinya dengan ideologi Juche yang digagas oleh Kim Il-sung. Masih berplatform umum sosialis, meski bukan komunis. Indonesia juga pernah merasakan remah-remah ideologi ini melalui melalui sebuah partai yang bernama PKI (Partai Komunis Indonesia).

Partai ini dibentuk tahun 1924 setelah sebelumnya bernama Perserikatan Komunis di Hindia (PKH). PKI adalah partai ‘bising’ yang telah menorehkan sejarah kelam bagi bangsa Indonesia. Rangkaian pemberontakan dilakoninya. Tahun 1926 mereka melakukan sejarah pemberontakan pertama kepada Pemerintahan Kolonial Hindia Belanda. Hasilnya, ribuan orang terbunuh, perlawanan mereka dapat dipadamkan dengan mudah. Pemberontakan kedua dilakukan tahun 1948 yang terkenal dengan ‘Peristiwa Madiun 1948’ yang dipimpin oleh Musso. Kali ini PKI tidak mengangkat senjata melawan penjajah, namun memberontak kepada pemerintah Indonesia. Mereka mengangkat senjata melawan bangsa sendiri. Hasilnya, ribuan orang, terutama kaum muslimin di wilayah Madiun dan sekitarnya, berhasil mereka bunuh. Tokoh masyarakat, ulama, kiyai, dan santri menjadi target mereka[1]Alhamdulillah, mereka berhasil digebuk. Pemberontakan mereka dapat dipadamkan. Tidak jera, mereka ulangi lagi tahun 1965 hingga terjadi peristiwa G30S/PKI (Gestapu) dengan melakukan penculikan dan pembunuhan para jenderal Angkatan Darat (TNI). Pemberontakan mereka –alhamdulillah – dapat dipadamkan dalam waktu singkat hingga akhirnya PKI dinyatakan sebagai partai terlarang melalui Tap MPRS No. XXV/1966. Sejarah nama PKI (untuk sementara) selesai.
Kini di era reformasi, semua orang merasa mempunyai kebebasan. Orang yang dulu bersembunyi mulai menampakkan kembali bulunya, meski meminjam bulu domba (serigala berbulu domba). Orang mulai berani memunculkan simbol komunis palu arit. Aparat dibikin sibuk main kucing-kucingan. Bahkan sebagiannya tak segan terang-terangan. Ketika slogan kembali kepada Pancasila dan Bhineka Tunggal Ika lebih nyaring terdengar,…. yang saya rasakan, ternyata berbanding lurus dengan meningkatnya sikap sosial-politik Islamophobia. Ajaran agama menjadi dipermasalahkan (kok bisa dan berani-beraninya ?). Kita dapat berkaca pada kasus Ah*k - si penghina Al-Qur’an- dalam Pilkada DKI tempo hari. Ajakan untuk mengamalkan Al-Maaidah ayat 51, malah diopinikan sebagian orang mengancam Pancasila dan kebhinakaan. Dalam kasus lain, tulisan murahan sekaligus jiplakan seorang anak SMA antah berantah bermuatan pluralisme, malah diorbitkan secara nasional. Pelakunya dijadikan bintang (plagiat). Ketidaksenangan terhadap kondisi umat Islam Indonesia yang kokoh ‘aqidah dan agamanya semakin anyir menyengat.
Saya khawatir (dan semoga kekhawatiran saya tidak benar), semua opini ini merupakan bagian dari ‘kebangkitan’ kawanan serigala berbulu domba, PKI. Saya pun khawatir, slogan-slogan Pancasila dan kebhinekaan tersebut ditunggangi maksud-maksud tidak benar. Saya pikir, kekhawatiran saya berdasar. Pada tahun 1964, D.N Aidit pernah menulis buku berjudul "Membela Pantjasila". Dalam buku itu ia tuliskan bagaimana pandangan dan dukungannya terhadap Pantjasila. Hal yang sama ketika ia diwawancarai Solichin Salam tentang Pantjasila yang pernah dimuat dalam majalah Pembina pada 12 Agustus 1964. Di situ, D.N. Aidit katakan:
“PKI menerima Pancasila sebagai keseluruhan. Hanya dengan menerima Pancasila sebagai keseluruhan, Pancasila dapat berfungsi sebagai alat pemersatu. PKI menentang pemretelan terhadap Pancasila. Bagi PKI, semua sila sama pentingnya. Kami menerima sila Ketuhanan Yang Maha Esa dalam rangka Pancasila sebagai satu-kesatuan. Sila Ketuhanan Yang Maha Esa mencerminkan kenyataan bahwa jumlah terbanyak dari bangsa Indonesia menganut agama yang monoteis (bertuhan satu)”

Ketika memberi kuliah di hadapan para mahasiswa Sekolah Staf Komando Angkatan Darat (SESKOAD) tanggal 29 Juni 1963, ia berkata:
“Dalam hubungan inilah maka penting peranan azas atau dasar negara kita seperti yang telah digali oleh Presiden Sukarno, yaitu Panca Sila. Panca Sila merupakan alat pemersatu dan dengan demikian merupakan alat yang sangat penting dalam menggalang front persatuan nasional untuk menjamin terlaksananya tuntutan-tuntutan Revolusi Agustus 1945 sampai ke akar-akarnya, Menerima Panca Sila sebagai alat pemersatu berarti menerima adanya perbedaan-perbedaan, karena kalau tiada perbedaan tidaklah diperlukan alat pemersatu”

Aidit dapat membonceng nama Pancasila yang dikatakan alat pemersatu bangsa yang menerima kebhinekaan. Begitu juga Aidit pun membonceng agama dari Sila Ketuhanan Yang Maha Esa. Itu dia lakukan untuk memuluskan tujuannya dan partainya (PKI). Namun sebagaimana Pembaca telah ketahui, partai Aidit adalah partai yang paling punya sejarah mengancam persatuan bangsa, paling sering melakukan agitasi, provokasi, dan penyerangan fisik (bahkan senjata) kepada aparat negara dan orang yang tak sepaham dengan mereka. Fakta atau opini ?

Saya juga khawatir, (akan) muncul oknum penafsir tunggal Pancasila yang tujuannya menggebuk umat Islam dengan dalih ‘mengancam persatuan dan NKRI’. Lebih khawatir lagi, jika hak penafsir tunggal itu jatuh pada oknum berhalauan ‘kiri’ dengan membonceng nama besar Presiden Sukarno. Pada era Orde lama, Presiden Sukarno memberikan tafsiran Pancasila tidak bertentangan dengan ideologi Komunis (dengan bungkus Nasakom) sebagaimana cuplikan pidato beliau berikut:

Begitu juga pidato beliau tanggal 17 Agustus 1961 (Pidato Resopim):
Panca Sila adalah alat pemersatu! Panca Sila bukan alat pemecah-belah! Dengan Panca Sila, kita juga mempersatukan tiga aliran besar yang bernama Nasakom itu. Jadi jangan mempergunakan Panca Sila untuk mengadudomba antara kita dengan kita. Jangan mempergunakan Panca Sila untuk memecah-belah Nasakom, mempertentangkan kaum nasionalis dengan kaum agama, kaum agama dengan komunis, kaum nasionalis dengan kaum komunis. Siapa yang main-main dengan Panca Sila untuk maksud-maksud pengadudombaan itu, -ia adalah orang yang samasekali tak mengerti Panca Sila, atau orang yang durhaka kepada Panca Sila, atau orang yang .... kepalanya sinting!


Yang saya pahami, tafsiran beliau ini keliru karena bertentangan dengan peraturan perundang-undangan kita yang melarang komunisme.
Jika muncul oknum penafsir tunggal, ia/mereka mewakili siapa ? Apakah tafsiran itu disepakati semua elemen bangsa, khususnya umat Islam yang mayoritas dan telah berperan besar dalam merebut kemerdekaan ?. Jangan-jangan itu tafsiran ‘kiri’…..
Kita menolak komunisme bukan sekedar karena realita sejarah, tapi secara substansi bertentangan dengan syari’at Islam. Bahkan, para ulama kita telah mengkafirkan pengikut komunisme dikarenakan ‘aqidah ilhad dan kekufuran yang mereka punya[2]. Asy-Syaikh Shaalih Al-Fauzaan hafidhahullah berkata:
“Berafiliasi dan meyakini ajaran kekufuran dan ateisme seperti komunisme, sekularisme, kapitalisme, dan selainnya adalah termasuk perbuatan riddah (keluar) dari agama Islam.
Jika orang yang berafiliasi dan meyakini ajaran-ajaran tersebut mengaku sebagai muslim, maka ia termasuk munafik dengan nifaq akbar. Karena para munafik itu berafiliasi pada Islam secara zhahir, sementara mereka itu kafir secara bathin. Sebagaimana firman Allah Ta’ala tentang mereka,
وَإِذَا لَقُوا الَّذِينَ آمَنُوا قَالُوا آمَنَّا وَإِذَا خَلَوْا إِلَىٰ شَيَاطِينِهِمْ قَالُوا إِنَّا مَعَكُمْ إِنَّمَا نَحْنُ مُسْتَهْزِئُونَ
Dan bila mereka berjumpa dengan orang-orang yang beriman, mereka mengatakan, ‘Kami telah beriman.’ Dan bila mereka kembali kepada syaithan-syaithan mereka, mereka mengatakan, ‘Sesungguhnya kami sependirian dengan kamu, kami hanyalah berolok-olok.' (al-Qur’an, surat al-Baqarah, 14)
Allah i berfirman,
الَّذِينَ يَتَرَبَّصُونَ بِكُمْ فَإِن كَانَ لَكُمْ فَتْحٌ مِّنَ اللَّـهِ قَالُوا أَلَمْ نَكُن مَّعَكُمْ وَإِن كَانَ لِلْكَافِرِينَ نَصِيبٌ قَالُوا أَلَمْ نَسْتَحْوِذْ عَلَيْكُمْ وَنَمْنَعْكُم مِّنَ الْمُؤْمِنِينَ
(Yaitu) orang-orang yang menunggu-nunggu (peristiwa) yang akan terjadi pada dirimu (wahai orang-orang mukmin). Maka jika terjadi bagimu kemenangan dari Allah mereka berkata, ‘Bukankah kami (turut berperang) beserta kamu?’ Dan jika orang-orang kafir mendapat keberuntungan (kemenangan) mereka berkata, ‘Bukankah kami turut memenangkanmu, dan membela kamu dari orang-orang mukmin?' (al-Qur’an, surat an-Nisaa’, 141).

Orang-orang munafik dan para penipu itu memiliki dua muka: Muka yang dipakai untuk bertemu dengan kaum mukminin, dan muka ketika mereka kembali kepada teman-teman mereka sesama ateis. Mereka memiliki dua lisan: Yang satu dipakai untuk berbicara dengan kaum muslimin, dan yang satu lagi keluar darinya apa-apa yang mereka sembunyikan.
وَإِذَا لَقُوا الَّذِينَ آمَنُوا قَالُوا آمَنَّا وَإِذَا خَلَوْا إِلَىٰ شَيَاطِينِهِمْ قَالُوا إِنَّا مَعَكُمْ إِنَّمَا نَحْنُ مُسْتَهْزِئُونَ
Dan bila mereka berjumpa dengan orang-orang yang beriman, mereka mengatakan, ‘Kami telah beriman.’ Dan bila mereka kembali kepada syaithan-syaithan mereka, mereka mengatakan, ‘Sesungguhnya kami sependirian dengan kamu, kami hanyalah berolok-olok.' (al-Qur’an, surat al-Baqarah, 14)
Mereka berpaling dari Qur’an dan Sunnah dengan mengejek dan merendahkan orang-orang yang berpegang teguh pada keduanya. Mereka menolak untuk tunduk pada wahyu Allah karena bangga dengan ilmu yang mereka miliki, yang tidaklah ilmu itu punya manfaat sama sekali kecuali menimbulkan kerusakan dan rasa sombong. Maka kalian akan melihat mereka selalu mengejek orang-orang yang berpegang teguh pada dalil Qur’an dan Sunnah yang maknanya sudah sangat jelas.
اللَّـهُ يَسْتَهْزِئُ بِهِمْ وَيَمُدُّهُمْ فِي طُغْيَانِهِمْ يَعْمَهُونَ
Allah akan (membalas) olok-olokan mereka dan membiarkan mereka terombang-ambing dalam kesesatan mereka (al-Qur’an, surat al-Baqarah, 15)
Dan Allah telah memerintahkan kita untuk menjadi bagian dari kaum mukminin.
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّـهَ وَكُونُوا مَعَ الصَّادِقِينَ
Wahai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah, dan hendaklah kamu bersama orang-orang yang benar’ (al-Qur’an, surat at-Taubah, 119)
Ajaran-ajaran kekufuran dan ateisme yang telah disebutkan di atas adalah ajaran-ajaran yang saling mencekal satu sama lain, karena itu semua dibangun di atas pondasi yang bathil.
Komunisme mengingkari adanya Allah Subhanahu wa Ta’ala dan memerangi agama samawiBarangsiapa yang mengandalkan akalnya untuk hidup tanpa memiliki akidah (yakni, agama) dan mengingkari hal-hal yang bersifat aksiomatik dan yang sudah sangat jelas kebenarannya, maka pada hakikatnya dia itu sedang menghilangkan akalnya sendiri.
Sekularisme mengingkari agama dan bersandar pada materi duniawi saja, yang tidak memiliki tujuan kecuali pada kehidupan duniawi ini saja.
Kapitalisme mengumpulkan harta dari segala arah tanpa memperhatikan halal-haram dan tanpa rasa simpati kepada fakir miskin. Perekonomiannya dibangun di atas riba, yang merupakan pernyataan perang kepada Allah dan RasulNya, yang merupakan sumber kehancuran negara dan individu, dan mengisap darah fakir miskin.
Orang berakal mana (lebih-lebih lagi jika dia masih memiliki secuil dari iman) yang mau hidup di bawah ajaran-ajaran ini tanpa akal, tanpa agama, dan tanpa tujuan yang benar dalam hidupnya. Ajaran-ajaran ini bisa tersebar di negeri-negeri kaum muslimin karena mereka masih belum memahami akidah Islam yang benar, masih belum terdidik dengan baik, dan hidup hanya dengan mengekor saja”

Begitu juga dengan Asy-Syaikh ‘Abdullah bin Baaz rahimahullah yang berfatwa:
Di antara ideologi kufur yang bertentangan dengan akidah Islam yang lurus dan juga bertentangan dengan tuntunan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah ajaran yang diyakini oleh orang-orang ateis jaman ini dari kalangan pengikut Karl Marx, Lenin, dan selainnya. Yaitu, mereka para penyeru kepada ateisme dan kekufuran, baik apakah mereka menamakan diri mereka sebagai kaum sosialis, komunis, ba’atsis, dan selainnya.
Ini karena ajaran pokok mereka adalah bahwa tidak ada tuhan dan bahwa kehidupan adalah materi. Di antara ajaran pokok mereka lainnya adalah mengingkari hari berbangkit, mengingkari surga dan neraka, dan kufur terhadap seluruh agama.
Barangsiapa yang membaca kitab-kitab mereka dan mempelajari ideologi mereka, maka dia akan mengetahui secara yakin sesatnya ajaran mereka tersebut. Tidak diragukan lagi bahwa ideologi mereka ini bertentangan dengan semua ajaran agama samawi, dan akan mengantarkan orang-orang yang meyakininya menuju balasan yang paling buruk di dunia dan akhirat”


“Tidak diragukan bahwa wajib atas para penguasa dan pimpinan kaum muslim untuk BERHUKUM DENGAN SYARI’AT ISLAMIYYAH dalam segala urusan mereka, serta memerangi semua yang bertentangan dengan syari’at tersebut. Ini adalah perkara yang DISEPAKATI oleh para ulama Islam, tidak perselisihan dalam hal ini, Alhamdulillah.
Dalil-dalil permasalahan ini dari Al-Quran dan as-Sunnah sangat banyak dan maklum di kalangan para ulama. ….
Para ‘ulama juga sepakat bahwa barangsiapa beranggapan bahwa selain hukum Allah adalah lebih baik daripada hukum Allah, atau beranggapan bahwa selain bimbingan Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam lebih baik daripada bimbingan Rasulullahshallallahu alaihi wa sallam, maka DIA KAFIR.
Sebagaimana pula para ulama sepakat bahwa barangsiapa meyakini ada seseorang dari umat manusia yang boleh keluar dari aturan syari’at Muhammad shallallahu alaihi wa sallam atau boleh berhukum dengan selain syariat Islam, maka dia KAFIR SESAT.
Berdasarkan dalil-dalil Al-Qur’an yang kami sebutkan di atas dan kesepakatan para ‘ulama, maka sang penanya dan yang lainnya akan tahu bahwa orang-orang yang mengajak/menyerukan Sosialisme atau Komunisme, atau ideologi penghancur lainnya yang sangat bertolak belakang dengan hukum Islam, adalah KAFIR SESAT, lebih kafir daripada Yahudi dan Nashara. Karena mereka (para penyeru Komunisme – sosialisme tersebut) adalah orang-orang mulhid, tidak beriman kepada Allah dan hari akhir.”


Sekali lagi, jika sekarang ada kelompok yang rajin menyuarakan Pancasila dan kebhinekaan, namun kental dengan ide-ide KIRI membonceng nama besar Bung Karno; wajar kalau banyak orang waspada dan curiga. Bung Karno dijadikan korban atau bemper untuk membenarkan kebathilan mereka.
Kita mesti waspada terhadap bangkitnya komunis/PKI[3] gaya baru. Tetap bersuara meski (untuk sementara) tak ada yang mendengar. Islam adalah agama yang sempurna dan tak butuh yang selainnya.
Wallaahu a’lam bish-shawwaab.
[abul-jauzaa’ – rnn – 23092017].




[2]    Secara konsep, definisi ‘komunisme’ adalah:
a.    “paham atau ideologi (dalam bidang politik) yang menganut ajaran Karl Marx, yang hendak menghapuskan hak milik perseorangan dan menggantikannya dengan hak milik bersama yang dikontrol oleh negara” [KBBI - https://kbbi.kemdikbud.go.id/entri/komunisme]
b.    is the philosophical, social, political and economic ideology and movement whose ultimate goal is the establishment of the communist society, which is a socioeconomic order structured upon the common ownership of the means of production and the absence of social classes, money and the state” [https://en.wikipedia.org/wiki/Communism].
Dari definisi ini dapat kita lihat bahwa konsep komunisme berada di wilayah politik, sosial, dan ekonomi. Tidak secara langsung merupakan pandangan keagamaan tertentu. Oleh karena itu, dalam kenyataannya di lapangan, tidak semua orang komunis adalah atheis, tak beragama, atau anti-agama – meski kebanyakan memang demikian atau minimal dangkal pemahaman agamanya.
China sangat anti agama, hingga semua agama – khususnya Islam – ditekan dan dikerdilkan. Beda dengan Laos. Laos adalah negara komunis, tapi memelihara agama Budha sehingga tumbuh subur. Di Kuba, semula agama dilarang oleh Partai Komunisnya sejak tahun 1959/1960, hingga para pastor Katolik tahun 1960 menolak paham komunis ini di Kuba. Namun pada bulan September 2015, Presiden Raul Castro (adik diktator Fidel Castro) memberikan statement : “I am from the Cuban Communist Party that doesn't allow believers, but now we are allowing it. It's an important step” (Saya dari Partai Komunis Kuba yang sebelumnya tidak mengizinkan orang memeluk agama, namun sekarang kami mengizinkannya. Ini sebuah langkah penting) [https://en.wikipedia.org/wiki/Religion_in_Cuba].
D.N. Aidit secara teori mengatakan agama menjadi faktor penting dalam mewujudkan komunisme dalam konteks Nasakomnya Bung Karno. Iya secara teori,…. karena di lapangan anggotanya banyak yang tak beragama atau anti-agama. Begitu juga dengan Tan Malaka – sependek pengetahuan saya - tak menyerukan atheisme dan peperangan terhadap agama, Islam pada khususnya.
Maksud saya, dari sisi penentangan terhadap agama atau atheisme; prakteknya tidak selalu demikian sebagaimana dapat dilihat. Maka, dalam ranah pengkafiran terhadap orang-orang komunis atau orang yang masuk dalam organisasi underbow komunis atau diduga underbowkomunis; kita mesti hati-hati.
a.    Jika kondisinya seperti yang dijelaskan para ulama kita di atas (atheis, anti-agama, tidak percaya hari akhir); maka jelas kafir personnya secara ta’yin. Tidak ada udzur kejahilan, karena itu adalah perkara yang aksiomatik dan al-ma’luum minad-diin bidl-dlaruurah akan kekafirannya.
b.   Jika kondisinya adalah (sekedar) membolehkan, membenarkan, dan menghalalkan sistem politik-sosial-ekonomi yang mengkonsekuensikan ketidakadilan dan pengambilan harta seseorang tanpa hak (sebagaimana definisi); maka kafir berdasarkan istihlaal-nya tersebut setelah dipenuhi syarat-syaratnya dan ditegakkan padanya hujjah. Ini analog dengan orang yang membolehkan sistem riba yang dikafirkan dengan pembolehannya setelah terpenuhi syarat-syaratnya dan ditegakkan hujjah.
c.     Jika kondisinya adalah sekedar menjadi pelaku sistem politik-sosial-ekonomi yang dhalim dan bathil tersebut tanpa menghalalkannya atau ia bodoh atau karena hawa nafsu; maka tidak dikafirkan kecuali jika ia menghalalkannya. Ini seperti ranah pembahasan/rincian al-hukmu bighairi maa anzalallaah.
d.    Jika kondisinya adalah sekedar ikut-ikutan masuk organisasi, maka kurang lebih sama kondisinya dengan poin c.
e.    Jika kondisinya ia membolehkan (menghalalkan) penerapan sekularisme dan/atau meyakini kebenarannya, sebagai salah satu akibat penerapan sistem komunis (karena agama dianggap urusan privat); maka kafir. Namun apabila ia tidak membolehkan (menghalalkan)-nya, tidak meyakini (kebenaran)-nya, atau jahil; tidak kafir. Asy-Syaikh Shaalih Al-Fauzaan hafidhahullah berkata:
نعَم. العَلمانية كُفرٌ. والعَلمانيةُ يقُولون: هي فصلُ الدِّين عن الدَّولة, يقولون: الدين في المساجِد فقط، وأمّا في المعامَلات وفي الـحُكم فليسَ للدِّين دخل, هذهِ العلمانية: فصلُ الدين عن الدَّولة، فالذي يعتقِدُ هذا الاعتقادَ كافِرٌ؛ الذي يعتقِد أن الدِّين ما لهُ دخلٌ في المعاملات، ولا له دخلٌ في الحُكم، ولا له دخلٌ في السياسة، وإنما هو محصورٌ في المساجِدِ فقط، وفي العبادة فقط، هذا لا شك أنه كُفرٌ وإلحاد. أما إنسانٌ يصدر منه بعض الأخطاء ولا يعتقدُ هذا الاعتقادَ هذا يُعتبر عاصيًا ولا يُعتبر علمانيًّا, هذا يُعتبَر من العصاة
Ya, sekularisme adalah kekufuran. Sekularisme adalah pemisahan agama dari negara. Mereka katakan agama hanya di masjid-masjid; adapun urusan mu’amalat dan hukum, maka agama tidak masuk di dalamnya. Inilah sekularisme yang memisahkan agama dari negara. Maka orang yang berkeyakinan dengan i’tiqad ini, kafir. Orang yang berkeyakinan bahwa agama tidak punya bagian dalam urusan mu’amalat, hukum, dan perpolitikan; karena agama hanya terbatas di masjid-masjid saja dan peribadahan saja; tidak diragukan lagi ini adalah kekufuran dan ilhaad. Adapun orang yang melakukan kekeliruan-kekeliruan dan tidak meyakini i’tiqad ini, maka statusnya adalah orang yang bermaksiat, bukan sekularis. Orang ini termasuk pelaku maksiat” [http://www.alfawzan.af.org.sa/ar/node/10433].
Kondisi seperti ini mesti dirinci dalam pengkafiran mu’ayyan (individu) terhadap orang (yang terindikasi) komunis. Komunisme sendiri jika dipahami secara letterlijk dengan akhiran -isme, maka itu ideologi atau keyakinan. Mau tidak mau, komunisme adalah paham kufur, sama seperti liberalisme, pluralisme, dan semisalnya.
Jika dipandang sebagai satu sistem atau perbuatan (dengan mengesampingkan i’tiqad pelakunyanya), maka perlu rincian seperti di atas, terutama jika dipakai untuk takfir.
Presiden Sukarno – misalnya – yang mengambil komunisme dari sisi kebijakan politik negara masa silam dengan Nasakomnya dan punya kecenderungan melindungi PKI (-orang yang membaca pidato-pidato beliau rahimahullah tentu tidak asing dengan aroma ‘kekirian’ beliau-); tentu tidak pas jika dikafirkan dengan fatwa ulama di atas karena dianggap atheis, tak beragama, dan tidak percaya pada hari akhir. Takfirnya menjadi tidak sesuai realitas.
Ini perlu saya tuliskan karena ada sebagian orang ketika saya menuliskan beberapa point di atas, saya dianggap pecinta komunis dan pembela komunis (haw ken yududet ?). Tapi, inilah dinamika, tidak semua produk apple lolos QC dan layak jual. Barang apkiran akan senantiasa ada.
[3]    Selain PKI, sebenarnya ada Partai Murba (Musyawarah Rakyat Banyak) yang berhalauan komunis/kiri. Partai ini didirikan oleh Tan Malaka – yang banyak dikenal sebagai salah satu bapak komunis di Indonesia – bersama  Chaerul Saleh, Sukarni, dan Adam Malik.
PKI dan Murba meski secara umum mempunyai kesamaan secara ideologis, namun menyimpan konflik. Murba lebih ‘soft’ daripada PKI yang radikal. Tahun 1964, Partai Murba menemukan dokumen perjuangan PKI yang berjudul ‘Resume Program dan Kegiatan PKI Dewasa Ini’ yang di dalamnya disebutkan bahwa PKI berencana akan melakukan perebutan kekuasaan. Penemuan dokumen itu diberitakan ke khalayak, namun disangkal oleh D.N. Aidit dan dianggap sebagai fitnah. Aidit menyebar opini Partai Murba menggembosi persatuan Nasakom yang membahayakan ajaran Sukarno. Akhirnya, Partai Murba dibubarkan pada tanggal 21 September 1965 melalui Keputusan Presiden Nomor 291 Tahun 1965.


Share Ulang: