Ibnul-Jauziy rahimahullah berkata:
قال أبو الوفاء علي بن عقيل الفقيه : قال شيخنا أبو
الفضل الهمداني : مبتدعة الإسلام، والوضاعون للأحاديث أشد من الملحدين؛ لأن
الملحدين قصدوا إفساد الدين من الخارج، وهؤلاء قصدوا إفساده من الداخل؛ فهم كأهل
بلد سعوا في إفساد أحواله، والملحدون كالمحاصرين من الخارج، فالدخلاء يفتحون
الحصن؛ فهم شر على الإسلام من غير الملابسين له
“Abul-Wafaa’ ‘Aliy bin ‘Aqiil Al-Faqiih berkata : Telah berkata syaikh kami
Abul-Fadhl Al-Hamdaaniy : ‘Mubtadi’ (ahli bid’ah) dalam Islam dan
para pemalsu hadits lebih berbahaya dibandingkan orang-orang mulhid
(atheis/kafir), karena orang-orang mulhid ingin merusak agama dari luar,
sedangkan mereka ingin merusak Islam dari dalam. Mereka itu seperti penduduk
negeri yang berusaha merusak keadaan mereka sendiri. Adapun orang-orang mulhid
seperti orang yang melakukan pengepungan dari luar, sedangkan orang-orang yang
berada di dalam (yaitu ahli bid’ah dan para pemalsu hadits) membukakan gerbang
bentengnya. Oleh karena itu, mereka (ahli bid’ah) lebih jelek terhadap Islam
daripada orang-orang yang terang-terangan memusuhi Islam” [Al-Maudluu’aat,
1/51].
Al-Haafidh ‘Abdul-Ghaniy Al-Maqdisiy rahimahullah berkata:
واعلم رحمك الله أن الإسلام وأهله أُتُوا من طوائف ثلاثة
:
فطـائفة رَدَّت أحاديث الصفـات، وكذبوا رواتها؛ فهؤلاء
أشد ضرراً على الإسلام وأهله من الكفار.
وطـائفة قـالوا : بصحـتها وقبولها ثم تأولوها؛ فهؤلاء
أعظم ضرراً من الطائفة الأولى.
والثـالـثة : جـانبوا القولين الأولين؛ وكانوا أعظم
ضرراً من الطائفتين الأولين
“Dan ketahuilah – semoga Allah merahmatimu – bahwa Islam dan orang-orangnya
(kaum muslimin) didatangi oleh tiga golongan manusia:
- golongan
yang menolak hadits-hadits sifat dan mendustakan para perawinya, maka mereka
itu lebih berbahaya terhadap Islam dan kaum muslimin daripada orang-orang
kafir;
- golongan
yang mengatakan (mengakui) tentang keshahihannya dan menerimanya, lalu
menta’wilkannya, maka mereka lebih besar bahayanya daripada golongan yang
pertama; serta
- golongan
ketiga yang menjauhkan diri dari dua pendapat awal, maka mereka lebih besar
bahayanya daripada dua golongan sebelumnya” [‘Aqiidah Al-Haafidh
‘Abdil-Ghaniy, hal. 121].
Syaikhul-Islaam Ibnu Taimiyyah rahimahullah berkata:
فإن بيان حالهم، وتحذير الأمة منهم واجب باتفاق
المسلمين، حتى قيل لأحمد بن حنبل : الرجل يصوم ويصلي ويعتكف أحب إليك، أو يتكلم في
أهل البدع ؟ . فقال : "إذا صام وصلى واعتكف فإنما هو لنفسه، وإذا تكلم
في أهل البدع فإنما هو للمسلمين.
فتبين أن نفع هذا عام للمسلمين في دينهم، من جنس الجهاد
في سبيل الله؛ إذ تطهير سبيل الله، ودينه، ومنهاجه، وشرعته، ودفع بغي
هؤلاء وعدوانهم على ذلك؛ واجب على الكفاية باتفاق المسلمين.
ولو لا من يقيمه الله لدفع ضرر هؤلاء لفسد الدين، وكان
فساده أعظم من فساد استيلاء العدو من أهل الحرب؛ فإن هؤلاء إذا استولوا لم يفسدوا
القلوب وما فيها من الدين إلا تبعاً، وأما أولئك فهم يفسدون القلوب ابتداءً.
وأعداء الدين نوعان : الكفار والمنافقون.
وقد أمر الله بجهاد الطائفتين في قوله: { جاهد الكفار
والمنافقين واغلظ عليهم } في آيتين من القرآن.
فإذا كان أقوام منافقون، يبتدعون بدعاً تخالف الكتاب،
ويلبسونها على الناس، ولم تُـبَـيّـن للناس؛ فسد أمر الكتاب، وبدل الدين، كما فسد
دين أهل الكتاب قبلنا بما وقع فيه من التبديل الذي لم ينكر على أهله.
“Hal itu dikarenakan menjelaskan keadaan mereka (ahli bid’ah dan orang-orang
yang menyimpang) dan memperingatkan umat dari mereka adalah wajib berdasarkan
kesepakatan (ijmaa’) kaum muslimin. Hingga pernah dikatakan kepada Ahmad
bin Hanbal : ‘Orang yang puasa, shalat, dan beri’tikaf dengan orang yang
berbicara (menerangkan) tentang keadaan ahli bid’ah, manakah yang lebih engkau
sukai ?’. Ia (Ahmad) menjawab : ‘Apabila orang tersebut puasa, shalat, dan
beri’tikaf, maka ibadah itu hanya untuk dirinya sendiri. Namun apabila ia
berbicara (menerangkan) keadaan ahli bid’ah, maka itu bermanfaat bagi kaum
muslimin’.
Maka menjadi jelaslah bahwa manfaat perbuatan tersebut adalah umum bagi
kaum muslimin dan agama mereka, dan itu termasuk jihad di jalan Allah (fii
sabiilillah), karena membersihkan jalan Allah, agama-Nya, manhaj-Nya, dan
syari’at-Nya (dari berbagai penyimpangan), dan menolak kedhaliman dan
permusuhan mereka adalah fardlu kifayah berdasarkan kesepakatan kaum
muslimin.
Seandainya bukan karena orang yang Allah tegakkan untuk menolak bahaya
mereka, niscaya akan rusaklah agama. Kerusakan agama lebih besar bahayanya
daripada kerusakan yang diakibatkan penguasaan musuh Islam dari kalangan kafir
harbi. Penguasaan kafir harbi tidak menyebabkan rusaknya hati dan agama yang
ada di dalamnya (hati dan jiwa), kecuali beberapa waktu kemudian. Adapun mereka
(ahli bid’ah) merusak hati (kaum muslimin) semenjak awal.
Musuh agama ada dua macam, yaitu orang-orang kafir dan munafik. Allah telah
memerintahkan untuk berjihad melawan dua golongan ini melalui firman-Nya : ‘Berjihadlah
melawan orang-orang kafir dan munafik, dan bersikap keraslah terhadap mereka’
– yang terdapat dua ayat dalam Al-Qur’an.[1]
Apabila orang-orang munafik berbuat kebid’ahan yang menyelisihi Al-Qur’an
dan menyamarkannya (talbiis) kepada manusia, lalu hal itu tidak
dijelaskan kepada manusia, niscaya rusak Al-Qur’an dan tergantikanlah agama
(dengan selain syari’at-Nya) sebagaimana telah rusak agama Ahli Kitab sebelum
kita (Yahudi dan Nashrani) akibat tabdiil (penggantian
syari’at) yang tidak diingkari oleh pemeluknya” [Majmuu’atur-Rasaail
wal-Masaail, 5/109-111].
Asy-Syaathibiy rahimahullah berkata:
حين تكون الفِرقة تدعو إلى ضلالتها، وتزينها في قلوب
العوام، ومن لا علم عنده؛ فإن ضرر هؤلاء على المسلمين كضرر إبليس، وهم من شياطين
الإنس؛ فلا بد من التصريح بأنهم من أهل البدع والضلالة، ونسبتهم إلى الفرق إذا
قامت الشهود على أنهم منهم.
فمثل هؤلاء لابد من ذكرهم، والتشريد بهم؛ لأن ما يعود
على المسلمين من ضررهم إذا تُرِكوا أعظم من الضرر الحاصل بذكرهم والتنفير منهم؛
إذا كان سبب ترك التعيين الخوف من التفرق والعداوة.
ولا شك أن التفرق بين المسلمين، وبين الداعين إلى البدعة
وحدهم ـ إذا أقيم عليهم ـ أسهل من التفرق بين المسلمين وبين الداعين، ومن شايعهم
واتبعهم.
وإذا تعارض الضرران فالمرتكب أخفهما وأسهلهما، وبعض الشر
أهون من جميعه، كقطع اليد المتآكلة؛ إتلافها أسهل من إتلاف النفس.
وهـذا حكم الشــرع أبـــداً : يطــرح حــكـم الأخـف
وقاية من الأثقــل.
“Ketika satu kelompok mengajak kepada kesesatannya dan menghiasinya pada
hati-hati orang awam dan orang tak berilmu, maka kerusakan/bahaya mereka
terhadap kaum muslimin seperti kerusakan yang ditimbulkan oleh Iblis. Mereka
itu adalah setan-setan dari jenis manusia. Harus dijelaskan bahwa mereka adalah
ahli bid’ah dan penyeru kesesatan. Penisbatan mereka kepada kelompok-kelompok
(sesat) dilakukan apabila telah tegak bukti bahwa mereka memang termasuk
kelompok tersebut.
Yang semisal mereka harus disebutkan (kesesatannya) dan memisahkan darinya.
Hal itu dikarenakan kerusakan/bahaya mereka yang akan menimpa kaum muslimin
apabila (penjelasan terhadap kesesatan mereka) ditinggalkan, lebih besar
daripada kerusakan yang ditimbulkan dari penyebutan mereka dan anjuran untuk
menjauhkan diri dari mereka - apabila sebab meninggakan ta’yin adalah
khawatir menimbulkan perpecahan dan permusuhan.
Dan tidak diragukan lagi, perpecahan antara kaum muslimin dan penyeru
kebid’ahan saja – apabila telah ditegakkan hujjah kepada mereka – , lebih
ringan daripada perpecahan yang terjadi antara kaum muslimin dengan penyeru
kebid’ahan plus orang-orang yang mendukung dan mengikuti mereka.
Apabila ada dua kerusakan yang saling berbenturan, maka yang diambil adalah
yang paling ringan dan paling mudah. Sebagian kejelekan lebih ringan daripada
keseluruhannya, seperti halnya memotong tangan penyakitan yang menggerogoti
tubuh lebih ringan daripada hilangnya jiwa.
Maka ini adalah hukum syar’iy yang berlaku selamanya, yaitu
menjatuhkan/menetapkan hukum yang lebih ringan dalam rangka melindungi yang
lebih berat” [Al-I’tishaam, 2/228-229].
Asy-Syaukaaniy rahimahullah berkata:
وقد تكون مفسدة اتباع أهوية المبتدعة أشد على هذه الملة
من مفسدة اتباع أهوية أهل الملل؛ لأن المبتدعة ينتمون إلى الإسلام، ويظهرون للناس
أنهم ينصرون الدين، ويتبعون أحسنه، وهم على العكس من ذلك، والضد لما هنالك، فلا
يزالون ينقلون من يميل إلى أهويتهم من بدعة إلى بدعة، ويدفعونه من شنعة إلى شنعة،
حتى يسلخوه من الدين، ويخرجوه منه، وهو يظن أنه منه في الصميم، وأن الصراط الذي
عليه هو الصراط المستقيم.
هذا إن كان في عداد المقصرين، ومن جملة الجاهلين.
وإن كان من أهل العلم والفهم المميزين بين الحق والباطل؛
كان في اتباعه لأهويتهم ممن أضله الله على علم، وختم على قلبه، وصار نقمة على عباد
الله، ومصيبة صبها الله على المقصرين؛ لأنهم يعتقدون أنه في علمه
وفهمه لا يميل إلا إلى الحق، ولا يتبع إلا الصواب؛ فيضلون بضلاله، فيكون عليه
إثمه، وإثم من اقتدى به إلى يوم القيامة.
نسأل الله اللطف والسلامة والهداية.
“Kadang kerusakan yang ditimbulkan dari mengikuti hawa nafsu ahli bid’ah
lebih besar bagi agama ini daripada kerusakan mengikuti hawa nafsu pemeluk
agama lain (non-Islam), karena ahli bid’ah menyandarkan diri pada Islam dan
menampakkan diri pada manusia bahwa diri mereka menolong agama dan mengikuti
yang paling baik. Padahal keadaan mereka adalah sebaliknya. Mereka senantiasa
membawa orang condong pada hawa nafsu mereka, dari satu bid’ah ke bid’ah
lainnya; menggerakkannya dari satu kejelekan kepada kejelekan yang lain hingga
akhirnya mengeluarkannya dari agama. Orang tersebut menyangka dirinya di atas
kebenaran dan jalan yang ditempuh adalah jalan yang lurus (ash-shiraatul-mustaqiim).
Inilah yang terjadi apabila ia termasuk orang yang meremehkan agama dan jahil
(bodoh).
Apabila ia termasuk ahli ilmu (ulama) dan memiliki pemahaman yang mampu
membedakan antara kebenaran dan kebatilan, maka ikutnya ia kepada hawa nafsu
mereka (ahli bid’ah) tergolong orang yang Allah sesatkan di atas ilmunya dan
Allah tutup hatinya, sehingga ia menjadi bencana bagi hamba-hamba Allah yang
lain dan musibah yang Allah timpakan kepada orang-orang meremehkan agama.
Mereka (orang-orang awam dan yang meremehkan agama) meyakini orang tersebut di
atas ilmunya yang tidak condong kecuali kepada kebenaran, dan tidak mengikuti
kecuali pada yang benar. Maka, mereka pun sesat dengan kesesatan orang
tersebut, sehingga baginya dosa dan dosa orang yang mengikutinya hingga hari
kiamat. Kita memohon kepada Allah kelembutan, keselamatan, dan hidayah” [Fathul-Qadiir,
1/123].
Ini adalah perkataan para ulama tentang kewajiban untuk memperingatkan umat
dari penyimpangan dan orang-orang yang menyeru kepadanya. Bukankah dalam Shahiihain telah
disebutkan akan fenomena ini?
عَنْ حُذَيْفَةَ بْنِ الْيَمَان رَضِيَ اللهُ عَنْهُ
أَنَّهُ قَالَ : كَانَ النَّاسُ يَسْأَلُوْنَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنِ الْخَيْرِ وَ كُنْتُ أَسْأَلُهُ عَنِ الشَّرِّ مَخَافَةَ
أَنْ يُدْرِكَنِي فَقُلْتُ يَا رَسُوْلُ اللهِ أِنَّا كُنَّا فِي جَاهِلِيَّةٍ
وَشَرِّ فَجَاءَنَا اللَّهُ بِهَذَا الْخَيْرِ فَهَلْ بَعْدَ هَذَا الْخَيْرِ
شَرِّ قَالَ نَعَمْ فَقُلْتُ هَلْ بَعْدَ ذَلِكَ الشَّرِّ مِنْ خَيْرِ قَالَ
نَعَمْ وَفِيْهِ دَخَنٌ قَلْتُ وَمَا دَخَنُهُ قَالَ قَوْمٌ يَسْتَنُّوْنَ
بِغَيْرِ سُنَّتِي وَيَهْدُوْنَ بِغَيْرِ هَدْيِي تَعْرِفُ مِنْهُمْ وَتُنْكِرُ
فَقُلْتُ هَلْ بَعْدَ ذَلِكَ الْخَيْرِ مِنْ شَرِّ قَالَ نَعَمْ دُعَاةٌ عَلَى
أَبْوَابِ جَهَنَّمَ مَنْ أَجَابَهُمْ إِلَيْهَا قَذَفُوْهُ فِيْهَا فَقُلْتُ يَا
رَسُوْلُ اللهِ صِفْهُمْ لَنَا قَالَ نَعَمْ قَوْمٌ مِنْ جِلْدَتِنَا
وَيَتَكَلَمُوْنَ بِأَلْسِنَتِنَا قثلْتُ يَا رَسُوْلُ اللهِ فَمَا تَرَى إِنْ
أَدْرَكَنِي ذَلِكَ قَالَ تَلْزَمُ جَمَاعَةَ الْمُسْلِمِيْنَ وَإِمَامَهُمْ
فَقُلْتُ فَإِنْ لَمْ تَكُنْ لَهُمْ جَمَاعَةٌ وَلاَ إِمَامٌ قَالَ فَاعْتَزِلُ
تِلكَ الْفِرَقَ كُلَّهَا وَلَوْ أَنْ تَعَضَّ عَلَى أَصْلِ شَجَرَةٍ حَتَّى
يُدْرِكَكَ الْمَوْتُ وَأَنْتَ عَلَى ذَلِكَ
Dari Hudzaifah bin Al-Yamaan radliyallaahu ‘anhu, ia berkata :
“Dahulu orang-orang bertanya kepada Rasulullah ﷺ tentang
kebaikan, sedangkan aku bertanya kepada beliauﷺ tentang
keburukan karena khawatir aku akan menimpaku”. Aku bertanya : “Wahai
Rasulullah, sesungguhnya dulu kami berada dalam keadaan jahiliyah dan
kejelekan, lalu Allah mendatangkan kebaikan (Islam) kepada kami. Apakah setelah
kebaikan ini akan datang kejelekan?”. Beliau ﷺ menjawab :
“Ya”. Aku bertanya : “Apakah setelah kejelekan tersebut akan datang
kebaikan?”. Beliau ﷺ menjawab :
“Ya, tetapi padanya ada asap”. Aku bertanya : “Apa asapnya itu ?”.
Beliau ﷺ menjawab :
“Suatu kaum yang mengambil sunnah bukan dengan sunnahku, dan memberikan
petunjuk (kepada manusia) kepada selain petunjukku. Engkau akan mengenal mereka
dan engkau akan mengingkarinya”. Aku bertanya : “Apakah setelah kebaikan
tersebut akan datang kejelekan lagi?”. Beliau ﷺ menjawab :
”Ya, para dai yang menyeru ke pintu neraka Jahannam. Barangsiapa yang
menyambut seruan mereka, maka mereka akan menjerumuskannya ke dalamnya
(Jahannam)”. Aku bertanya : “Wahai Rasulullah, sebutkan ciri-ciri mereka
kepada kami ?”. Beliau ﷺ menjawab :
“Ya. Mereka adalah satu kaum yang berasal dari kulit-kulit kita dan
berbicara dengan bahasa kita”. Aku bertanya : “Lantas, apa saranmu
seandainya aku menemui hal itu ?”. Beliau ﷺ menjawab :
“Berpegang teguhlah kepada jama’ah kaum muslimin dan imam mereka”. Aku
bertanya : “Apabila mereka tidak memiliki jama’ah dan imam?”. Beliau ﷺ menjawab :
”Tinggalkan semua kelompok-kelompok (sesat) itu, meskipun engkau harus
menggigit akar pohon hingga kematian mendatangimu sedangkan engkau masih dalam
keadaan seperti itu” [Diriwayatkan oleh Al-Bukhaariy no. 3606 & 7084
dan Muslim no. 1847].
Oleh karena itu, Nabi ﷺ mengkhabarkan
akan selalu ada orang-orang yang menjaga agama dan memperingatkan umat dari
para pelaku penyimpangan sebagaimana sabdanya:
يَحْمِلُ هَذَا الْعِلْمَ مِنْ كُلِّ خَلَفٍ عُدُولُهُ
يَنْفُونَ عَنْهُ تَحْرِيفَ الْجَاهِلِينَ وَانْتِحَالَ الْمُبْطِلِينَ
وَتَأْوِيلَ الْغَالِينَ
“Ilmu (agama) ini akan dibawa oleh orang-orang adil (terpercaya) dari
setiap generasi. Mereka akan membersihkan agama dari tahriif (penyelewengan)
orang-orang jahil, dan pemalsuan orang-orang yang bathil, serta pena’wilan
orang-orang yang melampaui batas” [Diriwayatkan oleh Al-Bazzaar dalam Kasyful-Astaar no.
143, Al-Baihaqiy 10/208, Ath-Thabaraaniy dalam Asy-Syaamiyyiin no.
599, dan yang lainnya dari beberapa shahabat].
Hadits ini diperselisihkan para ulama keshahihannya. Dishahihkan oleh Ahmad
bin Hanbal, Al-‘Alaaiy, dan Al-Albaaniy; dan dilemahkan oleh ahli hadits
lainnya. Namun maknanya adalah benar (shahih).
Ibnu Hibbaan rahimahullah membawakan riwayat dengan
sanadnya dari Sa’iid bin Al-Musayyib:
مَرَّ عُمَرُ بْنُ الْخَطَّابِ بِحَسَّانَ بْنَ ثَابِتٍ
وَهُوَ يُنْشِدُ الشِّعْرَ فِي الْمَسْجِدِ، فَلَحَظَ إِلَيْهِ، فَقَالَ حَسَّانُ:
قَدْ كُنْتُ أُنْشِدُ فِيهِ مَعَ مَنْ هُوَ خَيْرٌ مِنْكَ، ثُمَّ الْتَفَتَ إِلَى
أَبِي هُرَيْرَةَ فَقَالَ: أَنْشُدُكَ اللَّهَ، هَلْ سَمِعْتَ رَسُولَ اللَّهِ ﷺ
يَقُولُ: " يَا حَسَّانُ أَجِبْ عَنِّي، اللَّهُمَّ أَيِّدْهُ بِرُوحِ
الْقُدُسِ " ؟، قَالَ: نَعَمْ
“Satu ketika ‘Umar bin Al-Khaththaab melewati Hassaan bin Tsaabit yang
sedang melantunkan syairnya di masjid. Maka ‘Umar memperhatikannya. Hassaan
berkata : “Sungguh, aku pernah melanturkan syair di dalam masjid bersama orang
yang lebih baik darimu (yaitu Nabi ﷺ). Kemudian ia (Hassaan) berpaling
kepada Abu Hurairah lalu berkata : “Aku memintamu dengan nama Allah, apakah
engkau pernah mendengar Rasulullah ﷺ bersabda :
‘Wahai Hassaan, balaslah mereka (orang-orang kafir) untuk membelaku. Ya
Allah, kuatkanlah ia dengan Ruuhul-Qudduus”. Abu Hurairah berkata : “Ya”.[2]
Kemudian Ibnu Hibbaan rahimahullah berkata:
في هذا الخبر كالدليل على الأمر بجرح الضعفاء، لأن النبي
ﷺ قَالَ لحسان بن ثابت: " أجب عني "، وإنما أمر أن يذب عنه ما كان يقول
عليه المشركون فإذا كان في تقول المشركين على رسول الله ﷺ يأمر أن يذب عنه، وإن لم
يضر كذبهم المسلمين، ولا أحلوا به الحرام، ولا حرموا به الحلال، كان من كذب على
رسول الله ﷺ من المسلمين الذي يحل الحرام، ويحرم الحلال بروايتهم أحرى أن يؤمر بذب
ذلك الكذب عنه ﷺ أن الله تبارك وتعالى يؤيد من فعل ذلك بروح القدس، كما دعا لحسان
بذب الكذب عنه، وقال: " اللهم أيده بروح القدس "
“Dalam hadits ini seperti dalil atas perintah untuk mencela para perawi
lemah, karena Nabi ﷺ berkata
kepada Al-Hassaan : ‘Balaslah mereka untuk membelaku’. Perintah ini
hanyalah untuk membela beliau ﷺ terhadap
apa yang dikatakan oleh orang-orang musyrik terhadap beliau ﷺ. Apabila
dalam perkataan orang-orang musyrik terhadap Rasulullah ﷺ diperintahkan
untuk membela beliau – meskipun kedustaan mereka tidak memudlaratkan kaum
muslimin, tidak menghalalkan yang haram, dan mengharamkan yang halal - , maka
orang yang berdusta terhadap Rasulullah ﷺ dari
kalangan muslimin yang menghalalkan yang haram dan mengharamkan yang halal
dengan riwayat mereka lebih pantas/utama untuk diperintahkan melakukan
pembelaan dari kedustaan terhadap beliau ﷺ tersebut.
Aku berharap agar Allah tabaaraka wa ta’ala menguatkan orang
yang melakukannya dengan Ruuhul-Qudduus sebagaimana beliau ﷺ berdoa
untuk Hassaan agar membela beliau dengan sabdanya : ‘Ya Allah, kuatkanlah ia
dengan Ruuhul-Qudduus” [Al-Majruuhiin, 1/10-11].
Kedustaan atas nama beliau ﷺ bukan hanya
dalam masalah hadits/periwayatan, namun meliputi juga kedustaan dalam syari’at
dengan berbagai bentuk bid’ah dan penyelewengan sebagaimana disinggung
sebelumnya. Berikut akan dibawakan beberapa riwayat tahdzir para ulama terhadap
para dai yang mengajak kepada kebid’ahan dan kesesatan.
1. Tahdzir
ulama terhadap pelaku bid’ah secara umum.
Fudlail bin ‘Iyaadl rahimahullah berkata:
مَنْ جَلَسَ مَعَ صَاحِبِ بِدْعَةٍ فَاحْذَرْهُ، وَمَنْ
جَلَسَ مَعَ صَاحِبِ الْبِدْعَةِ لَمْ يُعْطَ الْحِكْمَةَ، وَأُحِبُّ أَنْ يَكُونَ
بَيْنِي وَبَيْنَ صَاحِبِ بِدْعَةٍ حِصْنٌ مِنْ حَدِيدٍ، آكُلُ عِنْدَ
الْيَهُودِيِّ وَالنَّصْرَانِيِّ أَحَبُّ إِلَيَّ مِنْ أَنْ آكُلَ عِنْدَ صَاحِبِ
بِدْعَةٍ
“Barangsiapa yang duduk bersama ahli bid’ah, maka tahdzirlah ia.
Barangsiapa yang duduk bersama ahli bid’ah, ia tidak akan diberikan hikmah. Aku
ingin seandainya antara diriku dengan ahli bid’ah dibatasi dengan benteng dari
besi. Aku makan dengan orang Yahudi dan Nashrani lebih aku sukai daripada aku
makan di sisi ahli bid’ah” [Diriwayatkan oleh Al-Laalikaaiy dalam Syarh
Ushuulil-I’tiqaad no. 1149].
2. Tahdziir
ulama terhadap orang yang mendustakan takdir
‘Abdullah bin ‘Umar radliyallaahu ‘anhumaa berkata:
فَإِذَا لَقِيتَ أُولَئِكَ، فَأَخْبِرْهُمْ أَنِّي
بَرِيءٌ مِنْهُمْ، وَأَنَّهُمْ بُرَآءُ مِنِّي، وَالَّذِي يَحْلِفُ بِهِ عَبْدُ
اللَّهِ بْنُ عُمَرَ، لَوْ أَنَّ لِأَحَدِهِمْ، مِثْلَ أُحُدٍ ذَهَبًا،
فَأَنْفَقَهُ مَا قَبِلَ اللَّهُ مِنْهُ، حَتَّى يُؤْمِنَ بِالْقَدَرِ،
“Apabila engkau bertemu mereka, khabarkan bahwa aku berlepas diri dari
mereka dan mereka pun berlepas diri dariku. Dan demi Dzat Yang Ibnu ‘Umar
bersumpah dengan-Nya, seandainya salah seorang dari mereka memiliki emas
sebesar gunung Uhud lalu ia menginfakkannya, maka Allah tidak akan menerimanya
hingga mereka beriman kepada takdir” [Diriwayatkan oleh Muslim no. 8].
Apakah dai atau orang yang semacam itu sekarang masih eksis ? Jawab :
Masih, bahkan banyak.
3. Tahdziir
ulama terhadap orang-orang Khawaarij.
Abu Umaamah radliyallaahu ‘anhu berkata:
شَرُّ قَتْلَى قُتِلُوا تَحْتَ أَدِيمِ السَّمَاءِ،
وَخَيْرُ قَتْلَى مَنْ قَتَلُوا كِلَابُ أَهْلِ النَّارِ، قَدْ كَانَ هَؤُلَاءِ
مُسْلِمِينَ فَصَارُوا كُفَّارًا "، قُلْتُ يَا أَبَا أُمَامَةَ: هَذَا
شَيْءٌ تَقُولُهُ، قَالَ: بَلْ سَمِعْتُهُ مِنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
“Sejelek-jelek orang yang terbunuh di bawah kolong langit dan sebaik-baik
orang yang terbunuh adalah orang yang mereka bunuh; mereka itu adalah
anjing-anjing penghuni neraka. Sungguh, mereka itu dulunya muslim, namun
berubah menjadi kafir”. Aku (Abu Ghaalib) berkata : “Wahai Abu Umaamah, apakah
ini sekedar perkataanmu saja ?”. Ia menjawab : “Bahkan, itu adalah yang aku
dengar dari Rasulullah ﷺ” [Diriwayatkan oleh Ibnu Maajah no.
176; dishahihkan oleh Al-Albaaniy dalam Shahiih Sunan Ibni Maajah 1/76].
Apakah dai atau orang yang semacam itu sekarang masih eksis ? Jawab :
Masih, bahkan banyak.
4. Tahdzir
ulama terhadap orang-orang Murji’ah
Hajjaj rahimahumallah berkata:
سَمِعْتُ شَرِيكًا وَذَكَرَ الْمُرْجِئَةَ، فَقَالَ:
هُمْ أَخْبَثُ قَوْمٍ وَحَسْبُكَ بِالرَّافِضَةِ خُبْثًا وَلَكِنِ الْمُرْجِئَةُ
يَكْذِبُونَ عَلَى اللَّهِ تَعَالَى
Aku mendengar Syariik (bin ‘Abdillah Al-Qaadliy) menyebutkan tentang
Murji’ah, ia berkata : “Mereka adalah kaum yang paling buruk. Engkau mengira
Raafidlah lebih buruk, padahal Murji’ah lah yang lebih buruk karena mereka
berdusta atas nama Allah” [Diriwayatkan oleh ‘Abdullah bin Ahmad dalam As-Sunnah no.
614; shahih].
Apakah dai atau orang yang semacam itu sekarang masih eksis ? Jawab :
Masih, bahkan banyak.
5. Tahdzir
ulama terhadap orang-orang yang mendustakan syafa’at dan adzab kubur.
Dari ‘Abdullah bin Ar-Ruumiy, ia berkata:
جَاءَ رَجُلٌ إِلَى أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ، وَأَنَا
عِنْدَهُ فَقَالَ: يَا أَبَا حَمْزَةَ، لَقِيتُ قَوْمًا يُكَذِّبُونَ
بِالشَّفَاعَةِ وَبِعَذَابِ الْقَبْرِ، فَقَالَ: أُولَئِكَ الْكَذَّابُونَ، فَلا
تُجَالِسْهُمْ "
Seorang laki-laki pernah datang kepada Anas, dan waktu itu aku ada di
sisinya. Laki-laki itu berkata : “Wahai Abu Hamzah, aku pernah bertemu dengan
satu kaum yang mendustakan syafa’at dan ‘adzab kubur”. Anas berkata : “Mereka
itu adalah para pendusta. Janganlah engkau bermajelis dengan mereka !!”
[Diriwayatkan oleh Ibnu Baththah dalam Al-Ibaanah no. 265 dan
Al-Laalikaa’iy dalam Syarh Ushuulil-I’tiqaadno. 1743. ‘Abdullah
Ar-Ruumiy mempunyai syaahid dari ‘Abdullah Ad-Daanaaj
Al-Bashriy sebagaimana diriwayatkan oleh Al-Laalikaaiy no. 2143. Dibawakan Ibnu
Hajar dalam Al-Mathaalubul-‘Aaliyyah no. 4534].
Apakah dai atau orang yang semacam itu sekarang masih eksis ? Jawab :
Masih, bahkan banyak.
6. Tahdziir
ulama terhadap orang-orang Jahmiyyah
Sufyaan bin ‘Uyainah rahimahullah berkata:
مَا يَقُولُ هَذَا الدُّوَيْبَةُ يَعْنِي بِشْرًا
الْمَرِيسِيَّ ؟ "، قَالُوا: يَا أَبَا مُحَمَّدٍ: يَزْعُمُ أَنَّ الْقُرْآنَ
مَخْلُوقٌ. قَالَ: " فَقَدْ كَذَبَ، قَالَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ: أَلا لَهُ
الْخَلْقُ وَالأَمْرُ فَالْخَلْقُ خَلْقُ اللَّهِ، وَالأَمْرُ الْقُرْآنُ ".
”Apa yang dikatakan oleh hewan kecil ini ?” – yaitu Bisyr Al-Marisi - .
Orang-orang berkata : ”Wahai Abu Muhammad, mereka mengatakan bahwa Al-Qur’an
itu makhluk”. Ibnu ’Uyainah berkata : ”Dia dusta, karena Allah ’azza wa
jalla berfirman : ‘Ingatlah, menciptakan dan memerintah hanyalah
hak Allah’ (QS. Al-A’raf : 54). Al-Khalqu adalah makhluk
Allah dan al-amru adalah Al-Qur’an”.
Setelah membawakan riwayat ini, Al-Laalikaaiy berkata :
وَكَذَلِكَ قَالَ أَحْمَدُ بْنُ حَنْبَلٍ، وَنُعَيْمُ
بْنُ حَمَّادٍ، وَمُحَمَّدُ بْنُ يَحْيَى الذُّهْلِيُّ، وَعَبْدُ السَّلامِ بْنُ
عَاصِمٍ الرَّازِيُّ، وَأَحْمَدُ بْنُ سِنَانٍ الْوَاسِطِيُّ، وَأَبُو حَاتِمٍ
الرَّازِيُّ
”Begitulah yang dikatakan Ahmad bin Hanbal, Nu’aim bin Hammaad, Muhammad
bin Yahya Adz-Dzuhliy, ’Abdus-Salaam bin ’Aashim Ar-Razi, Ahmad bin Sinaan
Al-Waasithiy, dan Abu Haatim Ar-Raaziy” [Syarh Ushuulil-I’tiqaad no.
358].
Dari Yahyaa bin Khalaf Ar-Rabii’ Ath-Thursuusiy, ia berkata:
كنت عند مالك بن أنس ودخل عليه رجل فقال : يا أبا عبد
الله ما تقول فيمن يقول القرآن مخلوق ؟. فقال مالك : زنديق اقتلوه، فقال : يا أبا
عبد الله، إنما أحكى كلاما سمعته، فقال لم أسمعه من أحد، إنما سمعته منك، وعظم هذا
القول
“Aku pernah di sisi Maalik bin Anas, dan masuklah seorang laki-laki
menemuinya lalu berkata : ‘Wahai Abu ’Abdillah, apa yang engkau katakan tentang
orang yang mengatakan Al-Qur’an adalah makhluk ?’. Maalik menjawab : ‘Zindiiq,
bunuhlah ia’. Lalu laki-laki berkata : ‘Wahai Abu ’Abdillah, aku hanya
meriwayatkan perkataan yang aku dengar saja’. Maka Maalik berkata : ‘Aku tidak
pernah mendengar dari seorang pun kecuali dari engkau’. Maalik pun menganggap
besar perkataan ini [Diriwayatkan oleh Abu Nu’aim dalam Al-Hilyah, 6/325;
shahih].
Apakah dai atau orang yang semacam itu sekarang masih eksis ? Jawab :
Masih, bahkan banyak.
Dan masih banyak perkataan yang lain.
Kembali ke judul,…. Jika ada orang mengatakan Khawaarij
‘alad-du’aat, apa artinya ?. Kalimat yang sering dialamatkan kepada
Salafiyyun ini secara teori – menurut apa yang tertulis dan terkatakan oleh
mereka yang pernah menuliskan dan mengatakannya - adalah (kurang lebih) : ‘galak
dan garang terhadap para dai di luar kelompoknya dengan vonis fasiq, ahli
bid’ah, atau bahkan kafir’.
Meski secara teori maknanya ‘lumayan’, tapi realitasnya mereka
melakukan malapraktik dengan kalimat itu. Ujungnya batil. Betapa tidak ?.
Mereka ini adalah kaum pegiat aktivitas kumpul-kumpul muti-firqah, dan kalau
sudah kumpul biasanya sakit giginya kumat secara kolektif. Penyimpangan yang dilakukan
teman kumpulnya yang seharusnya diomongkan, hanya didiamkan saja.
Gara-gara kumpul, HRS yang banyak terindikasikan membela Syi’ah/Raafidlah
ditokohkan, bahkan diangkat menjadi imam besar. Orang shufi dan thariqaat, yo
wis nggak apa-apa yang penting satu barisan. Tokoh yang pemikirannya rada-rada Qadariy
dan mu’taziliy, dibela habis-habisan. Amalan TBC (takhayul, bid’ah,
dan khurafat) di-pending dulu sampai waktu yang tidak ditentukan.
Syirik, idem. Permasalahan khalqul-qur’an yang
dulunya dianggap masalah besar dan pokok, diubah menjadi permasalahan khilafiyyah saja.
Sampai pada orang yang perilakunya mirip dukun yang konon punya kemahiran
meruqyah langit, mendapat tempat. Tidak cukup itu, oknum 'psikopat' pecinta
selfie yang terkenal dengan mulut jambannya ala Ahok ketika
mendaulatkan diri sendiri sebagai dai (palsu), diakui.
Ya,…. semua akibat kumpul-kumpul, terkontaminsasi paham pluralisasi dan
liberalisasi manhaj. Asal mengaku muslim (harus) dianggap salafiy (juga).[3]
Bukankah Allah ta’ala berfirman:
كُنتُمْ خَيْرَ أُمَّةٍ أُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ
تَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَتَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنكَرِ
“Kalian adalah sebaik-baik umat yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh
kepada yang ma’ruf dan mencegah yang munkar” [QS. Aali ‘Imraan: 110] ??
Juga Rasulullah ﷺ telah
bersabda:
مَنْ رَأَى مِنْكُمْ مُنْكَرًا فَلْيُغَيِّرْهُ
بِيَدِهِ، فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِلِسَانِهِ، فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ
فَبِقَلْبِهِ، وَذَلِكَ أَضْعَفُ اْلإِيْماَنِ
“Barangsiapa di antara kalian melihat kemunkaran, hendaklah ia ubah
dengan tangannya. Jika tidak mampu, dengan lisannya, dan jika tidak mampu juga,
maka hatinya. Itulah selemah-lemah iman” [Diriwayatkan oleh Muslim no. 49]
??
Mungkin ini adalah efek slogan lawas yang masih terpelihara:
نتعاون فيما اتفقنا عليه ويعذر بعضنا بعضاً فيما
اختلفنا فيه
“Kita saling tolong-menolong dalam perkara yang kita sepakati dan kita
saling memberi ‘udzur/toleransi sebagian kita terhadap sebagian yang
lain dalam perkara yang kita selisihkan”.
Meniadakan nasihat, kritik, dan bahwa tahdzir terhadap kesalahan dan
penyimpangan bukan tindakan terpuji meski digandrungi banyak orang awam. Justru
ini merupakan ciri-ciri Murji’ah sebagaimana dikatakan Syaikhul-Islaam Ibnu
Taimiyyah rahimahullah:
وبازاء هؤلاء المكفرين بالباطل أقوام لا يعرفون اعتقاد
أهل السنة والجماعة كما يجب أو يعرفون بعضه ويجهلون بعضه وما عرفوه منه قد لا
يبينونه للناس بل يكتمونه ولا ينهون عن البدع المخالفة للكتاب والسنة ولا يذمون
أهل البدع ويعاقبوهم بل لعلهم يذمون الكلام في السنة وأصول الدين ذما مطلقا لا
يفرقون فيه بين ما دل عليه الكتاب والسنة والاجماع وما يقوله أهل البدعة والفرقة
أو يقرون الجميع على مذاهبهم المختلفة كما يقر العلماء في مواضع الاجتهاد التي
يسوغ فيها النزاع وهذه الطريقة قد تغلب على كثير من المرجئة وبعض المتفقهة
والمتصوفة والمتفلسفة كما تغلب الأولى على كثير من أهل الأهواء والكلام وكلا هاتين
الطريقتين منحرفة خارجة عن الكتاب والسنة
“Kebalikan orang-orang yang gemar mengkafirkan secara batil adalah
sekelompok orang yang tidak mengetahui ‘aqidah Ahlus-Sunnah wal-Jama’ah
sebagaimana yang diwajibkan, atau mengetahui sebagian namun jahil terhadap
sebagian yang lain – dan apa yang mereka ketahui tersebut tidak mereka jelaskan
kepada manusia, namun malah mereka sembunyikan. Mereka tidak melarang
kebid’ahan yang menyelisihi Al-Qur’an dan As-Sunnah, serta tidak mencela dan
memberikan hukuman terhadap ahli bid’ah. Bahkan, mereka mencela perkataan yang
menjelaskan tentang sunnah dan ushuluddiin dengan celaan secara
mutlak. Mereka tidak membedakan antara perkara yang berdasarkan Al-Qur’an,
As-Sunnah, dan ijmaa’; dengan apa yang dikatakan oleh ahlul-bid’ah
wal-furqah. Atau mereka mengakui semua madzhab mereka (ahli bid’ah) yang
berbeda-beda sebagaimana pengakuan para ulama terhadap eksistensi
perkara-perkara ijtihadiyyah yang membolehkan adanya perbedaan pendapat. Jalan
ini telah memperdaya banyak kelompok Murji’ah, orang yang berlagak faqih, orang
shufi, dan filosof sebagaimana hal yang pertama telah memperdaya kebanyakan
pengikut hawa nafsu dan ahli kalam. Keduanya merupakan jalan menyimpang yang
keluar dari Al-Qur’an dan As-Sunnah” [Majmuu’ Al-Fataawaa, 12/467].
Perkataan Syaikhul-Islaam sangat mencocoki fenomena yang saya sebutkan
sebelumnya.
‘Khawaarij ‘alad-du’aat’ dalam artian
tegas terhadap duat pembawa fitnah, itu benar – meski kedengarannya tetap wagu.
Namun slogan ini jika dikatakan untuk menyumpal mulut agar tidak membicarakan
penyimpangan dan lalu mentoleransinya, dikhawatirkan itu masuk dalam warning yang
ditegaskan Ibnu Taimiyyah rahimahullah.
Anyway, saya sepakat tahdzir harus didasarkan
ilmu dan sikap wara’ dalam agama.Harus dilandasi
keikhlasan dan tidak boleh serampangan.
Terakhir, saya menasihati diri saya sendiri dan juga Pembaca semuanya agar
senantiasa berhati-hati dengan paham Murji’ah Gaya Baru di
atas. Semoga Allah senantiasa membimbing kita kepada jalan yang lurus.
Wallaahu a’lam bish-shawwaab.
[abul-jauzaa’ – tengah malam lebih – 20071438 - baca juga artikel : Murji'ah Ma'al-Hukkaam]
[banyak mengambil faedah dari buku Al-Mahajjatul-Baidlaa’ fii
Himaayatis-Sunnah Al-Gharraa’ min Zallaati Ahlil-Akhthaa wa Zaighi Ahlil-Ahwaa’ oleh
Asy-Syaikh Rabii’ Al-Madkhaliy, Daarul-Minhaaj, Cet. 2/1416; dan Murji’atul-‘Ashr oleh
Dr. Khaalid Al-‘Anbariy, Daarul-Minhaaj, Cet. Thn. 1424].
[2] Diriwayatkan juga oleh Muslim
no. 2485 secara maushuul dari Sa’iid, dari Abu Hurairahradliyallaahu
‘anhu.
[3] Sebagian mereka (atau sebagian
besar ?) tiba-tiba sembuh sakit giginya jika ada yang bicara tentang
Salafiyyiin. Suara katak di musim hujan pun sahut menyahut.
They (Salafees) are their common enemies. The enemy
of their enemy is their friend.