Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam telah memerintahkan kepada
kaum muslimin untuk bersegera dalam menguburkan mayat setelah dipastikan
keluarnya ruh dari seluruh badan.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, beliau shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Segerakanlah jenazah! Jikalau dia seorang yang shalih maka kepada
kebajikanlah kalian membawanya, sedangkan kalau dia tidak seperti itu
maka keburukanlah yang kalian letakkan di pundak kalian.” [1]
Dari Ibnu ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata, “Saya mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Apabila salah seorang dari kalian meninggal, maka janganlah kalian
menyimpannya, namun hendaklah kalian menyegerakannya ke kuburnya.” [2]
Dalam riwayat Abu Dawud dari hadits Hushain bin Wahwah secara marfu’: “Tidaklah pantas bagi mayat seorang muslim untuk tetap berada di tengah-tengah keluarganya.” [3]
Dari ‘Uyainah bin ‘Abdirrahman dari ayahnya, bahwasanya dia dahulu
mengantar jenazah ‘Utsman bin Abil ‘Ash, sedangkan kami berjalan dengan
lambat. Maka Abu Bakrah menyusul kami dan mengangkat cambuknya seraya
berkata: “Sungguh saya telah menyaksikan kami (paqa shahabat radhiyallahu
‘anhum), sewaktu kami bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam,
kami berjalan cepat.” [4]
Al-Hafizh Ibnu Hajar berkata memberikan komentar terhadap hadits Abu
Hurairah radhiyallahu ‘anhu tadi yang dikeluarkan oleh Al-Imam
Al-Bukhari dalam Shahih-nya: “Dalam hadits ini ada dalil
dimustahabkannya menyegerakan mayat, setelah terbukti jelas bahwa dia
telah wafat. Adapun orang yang meninggal karena wabah penyakit, lumpuh,
dan pingsan, maka hendaklah jangan disegerakan penguburannya sampai
lewat sehari semalam untuk memastikan kematiannya.” [5]
Saya katakan (penulis): “Di hari ini -setelah majunya dunia
kedokteran- bisa diketahui kematian dengan sangat mudah, maka tidak ada
alasan untuk mengkhawatirkan mengubur seseorang yang masih tersisa
padanya kehidupan.”
Jumhur ulama berpendapat bahwa perintah untuk mempercepat jenazah itu
menunjukkan mustahabnya, tapi hendaklah kesegeraan itu tidak
mengakibatkan efek negatif bagi mayat dan para pengantarnya.
Ibnu Daqiiq Al-‘Iid berkata dalam Ihkaamul Ahkaam Syarh ‘Umdatil
Ahkaam: “Yang sunnah ialah menyegerakan, sebagaimana yang tersebut dalam
hadits itu asalkan penyegeraan itu tidak menyebabkan goncangan yang
dikhawatirkan mengakibatkan efek negatif pada mayat, padahal Allah
Subhanahu wa Ta’ala telah menjadikan bagi segala sesuatu ukurannya.
Sementara telah tampak sebab penyegeraan dalam hadits itu, yakni sabda
beliau shallallahu ‘alaihi wasallam: “Jikalau mayat seorang yang
shalih…” [6]
Saya katakan: Sangat mengherankan Ibnu Hazm yang mewajibkan
mempercepat jenazah lalu memustahabkan pengakhiran pengebumian, walaupun
hingga sehari semalam…!
Ibnu Hazm mengatakan: “(Masalah): Wajib untuk mempercepat jenazah…” [7] dengan mengambil tekstual (dzahir) hadits.
Adapun tentang penguburan, dia mengatakan: “(Masalah): Kami
memustahabkan mengakhirkan penguburan walaupun hingga sehari semalam
selama tidak ditakutkan terjadi perubahan pada mayat. Terlebih lagi
dengan orang yang meninggal sebab pingsan. Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam meninggal hari Senin pagi, lalu dikuburkan di tengah
malam hari Rabu.” [8]
Diakhirkannya penguburan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam
bukanlah dalil untuk mengakhirkan penguburan kaum muslimin setelah
diketahui persis kematian mereka, karena hal tersebut adalah kekhususan
bagi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, dan juga agar mayoritas
kaum muslimin dapat menyaksikan penguburannya -demi ayahku, beliau
shallallahu ‘alaihi wasallam, dan ibuku-. Juga karena para shahabat
radhiyallahu ‘anhum sangat lama bermusyawarah tentang tempat penguburan
beliau shallallahu ‘alaihi wasallam, hingga Abu Bakr radhiyallahu ‘anhu
menyelesaikan masalah itu dengan apa yang dia riwayatkan dari Nabi
shallallahu ‘alaihi wasallam: “Sesungguhnya para nabi itu dikuburkan di tempat mereka meninggal.”
Tidak boleh mengakhirkan penguburan kecuali karena maslahat yang
berkaitan dengannya, seperti seseorang wafat dalam keadaan tidak
diketahui, atau karena tindakan kriminal, atau kecelakaan.
Sampaipun dalam peristiwa-peristiwa semisal ini, maka seharusnya
proses pemeriksaan dipercepat dan ditinggalkan demi menyelesaikan
penguburan secepat mungkin.
Mengakhirkan Penguburan Para Pemimpin Negara Sampai Petinggi Negara Sahabatnya Datang
Termasuk bid’ah yang diada-adakan di masa ini adalah banyak dari
penguasa dan pemerintah negara, jika salah seorang dari mereka
meninggal, maka penguburannya diakhirkan beberapa hari sehingga dapat
dihadiri oleh semua pemimpin atau wakilnya, yang hendak datang
memberikan ucapan turut berduka cita dan menyaksikan pengantaran
jenazah.
Andaikan penundaan menguburkan mayat itu dilakukan untuk menunggu
hadirnya orang-orang shalih yang akan menshalati atau mendoakan, maka
pembicaraannya akan mudah. Akan tetapi pengakhiran ini dilakukan untuk
(menunggu) manusia yang beraneka macam, ada yang musyrik, kafir,
munafiq, atau fasiq. Padahal kehadiran mereka menyaksikan pemakaman
tidak ada sedikitpun maslahat selain sekedar hiasan kata bagi yang masih
hidup dan bertaqlid (membebek) kepada orang-orang kafir dalam hal ini.
Faedah: Tidak Dibenarkan Syari’at Mengantar Jenazah Menggunakan Gerobak atau Ambulance.
Asy-Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani rahimahullah berkata:
Adapun membawa jenazah menggunakan mobil ambulance diantar oleh para
pengantarnya yang berkendaraan mobil, bentuk macam ini sama sekali tidak
diajarkan syariat. Sebabnya sebagai berikut:
1. Itu termasuk adat kuffar sedangkan telah tetap dalam syariat tidak boleh taqlid kepada kuffar.
2. Itu bid’ah dalam bidang ibadah disamping bertentangan dengan Sunnah amaliyah dalam membawa jenazah.
3. Ia menghilangkan tujuan membawa jenazah dan mengantarnya: mengingatkan akherat.
Tidak ada kesamaran bagi orang yang berilmu bahwasanya membawa mayit
dengan cara dipikul oleh pundak-pundak serta para pengantar bisa
menyaksikan jenazah yang berada di atas itu tentu lebih mewujudkan
maksud mengingat akherat dan mengambil pelajaran, dibandingkan
mengantarkannya dengan cara seperti di atas.[9]
Footnote:
[1] Hadits disepakati keshahihannya, Shahih Al-Bukhari, Kitab
Al-Janaaiz, bab Menyegerakan jenazah no. 1315 dan Muslim dalam Kitab
Al-Janaaiz.
[2] Diriwayatkan dalam Majma’uz Zawbid (III/47) dengan tambahan,
serta pengarangnya mengatakan: “Diriwayatkan oleh Ath-Thabraani dalam
Al-Kabir, padanya ada Yahya bin Abdillah Al-Baabiluni yang dha’if.”
Sedangkan Al-Hafizh Ibnu Hajar berkata dalam Al-Fath (III/184):
“Dikeluarkan oleh Ath-Thabraani dengan sanad hasan.”
[3] Lihat Al-Fath, III/184.
[4] Abu Dawud, Kitab Al-Janaaiz, bab Menyegarakan jenazah, no. 3182.
[5] Al-Fath, III/184.
[6] Ihkaamul Ahkaam, II/169.
[7] Al-Muhalla, V/154.
[8] Al-Muhalla, V/173.
[9] Ahkamul Janaiz hal. 99.
Referensi:
1. Hukum Memindahkan Jenazah karya Al Amin Al Haaj Muhammad Ahmad
(penerjemah: Fuad Lc), penerbit: Pustaka Ar Rayyan, hal. 14-19.
2. Fiqih Pilihan Asy-Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani
rahimahullah karya Mahmud bin Ahmad Rasyid (penerjemah: Al-Ustadz
Muhammad Fuad Qawam Lc.), penerbit: Pustaka Salafiyah hal. 158.
from= https://fadhlihsan.wordpress.com/2010/05/03/perintah-menyegerakan-penguburan-mayat/