Islam Pedoman Hidup: Perintah Menyegerakan Penguburan Mayat

Sabtu, 22 April 2017

Perintah Menyegerakan Penguburan Mayat


Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam telah memerintahkan kepada kaum muslimin untuk bersegera dalam menguburkan mayat setelah dipastikan keluarnya ruh dari seluruh badan.

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, beliau shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Segerakanlah jenazah! Jikalau dia seorang yang shalih maka kepada kebajikanlah kalian membawanya, sedangkan kalau dia tidak seperti itu maka keburukanlah yang kalian letakkan di pundak kalian.” [1]

Dari Ibnu ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata, “Saya mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Apabila salah seorang dari kalian meninggal, maka janganlah kalian menyimpannya, namun hendaklah kalian menyegerakannya ke kuburnya.” [2]

Dalam riwayat Abu Dawud dari hadits Hushain bin Wahwah secara marfu’: “Tidaklah pantas bagi mayat seorang muslim untuk tetap berada di tengah-tengah keluarganya.” [3]

Dari ‘Uyainah bin ‘Abdirrahman dari ayahnya, bahwasanya dia dahulu mengantar jenazah ‘Utsman bin Abil ‘Ash, sedangkan kami berjalan dengan lambat. Maka Abu Bakrah menyusul kami dan mengangkat cambuknya seraya berkata: “Sungguh saya telah menyaksikan kami (paqa shahabat radhiyallahu ‘anhum), sewaktu kami bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, kami berjalan cepat.” [4]

Al-Hafizh Ibnu Hajar berkata memberikan komentar terhadap hadits Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu tadi yang dikeluarkan oleh Al-Imam Al-Bukhari dalam Shahih-nya: “Dalam hadits ini ada dalil dimustahabkannya menyegerakan mayat, setelah terbukti jelas bahwa dia telah wafat. Adapun orang yang meninggal karena wabah penyakit, lumpuh, dan pingsan, maka hendaklah jangan disegerakan penguburannya sampai lewat sehari semalam untuk memastikan kematiannya.” [5]
Saya katakan (penulis): “Di hari ini -setelah majunya dunia kedokteran- bisa diketahui kematian dengan sangat mudah, maka tidak ada alasan untuk mengkhawatirkan mengubur seseorang yang masih tersisa padanya kehidupan.”

Jumhur ulama berpendapat bahwa perintah untuk mempercepat jenazah itu menunjukkan mustahabnya, tapi hendaklah kesegeraan itu tidak mengakibatkan efek negatif bagi mayat dan para pengantarnya.

Ibnu Daqiiq Al-‘Iid berkata dalam Ihkaamul Ahkaam Syarh ‘Umdatil Ahkaam: “Yang sunnah ialah menyegerakan, sebagaimana yang tersebut dalam hadits itu asalkan penyegeraan itu tidak menyebabkan goncangan yang dikhawatirkan mengakibatkan efek negatif pada mayat, padahal Allah Subhanahu wa Ta’ala telah menjadikan bagi segala sesuatu ukurannya. Sementara telah tampak sebab penyegeraan dalam hadits itu, yakni sabda beliau shallallahu ‘alaihi wasallam:Jikalau mayat seorang yang shalih…” [6]

Saya katakan: Sangat mengherankan Ibnu Hazm yang mewajibkan mempercepat jenazah lalu memustahabkan pengakhiran pengebumian, walaupun hingga sehari semalam…!

Ibnu Hazm mengatakan: “(Masalah): Wajib untuk mempercepat jenazah…” [7] dengan mengambil tekstual (dzahir) hadits.

Adapun tentang penguburan, dia mengatakan: “(Masalah): Kami memustahabkan mengakhirkan penguburan walaupun hingga sehari semalam selama tidak ditakutkan terjadi perubahan pada mayat. Terlebih lagi dengan orang yang meninggal sebab pingsan. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam meninggal hari Senin pagi, lalu dikuburkan di tengah malam hari Rabu.” [8]

Diakhirkannya penguburan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bukanlah dalil untuk mengakhirkan penguburan kaum muslimin setelah diketahui persis kematian mereka, karena hal tersebut adalah kekhususan bagi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, dan juga agar mayoritas kaum muslimin dapat menyaksikan penguburannya -demi ayahku, beliau shallallahu ‘alaihi wasallam, dan ibuku-. Juga karena para shahabat radhiyallahu ‘anhum sangat lama bermusyawarah tentang tempat penguburan beliau shallallahu ‘alaihi wasallam, hingga Abu Bakr radhiyallahu ‘anhu menyelesaikan masalah itu dengan apa yang dia riwayatkan dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam: “Sesungguhnya para nabi itu dikuburkan di tempat mereka meninggal.

Tidak boleh mengakhirkan penguburan kecuali karena maslahat yang berkaitan dengannya, seperti seseorang wafat dalam keadaan tidak diketahui, atau karena tindakan kriminal, atau kecelakaan. 

Sampaipun dalam peristiwa-peristiwa semisal ini, maka seharusnya proses pemeriksaan dipercepat dan ditinggalkan demi menyelesaikan penguburan secepat mungkin.

Mengakhirkan Penguburan Para Pemimpin Negara Sampai Petinggi Negara Sahabatnya Datang

Termasuk bid’ah yang diada-adakan di masa ini adalah banyak dari penguasa dan pemerintah negara, jika salah seorang dari mereka meninggal, maka penguburannya diakhirkan beberapa hari sehingga dapat dihadiri oleh semua pemimpin atau wakilnya, yang hendak datang memberikan ucapan turut berduka cita dan menyaksikan pengantaran jenazah.

Andaikan penundaan menguburkan mayat itu dilakukan untuk menunggu hadirnya orang-orang shalih yang akan menshalati atau mendoakan, maka pembicaraannya akan mudah. Akan tetapi pengakhiran ini dilakukan untuk (menunggu) manusia yang beraneka macam, ada yang musyrik, kafir, munafiq, atau fasiq. Padahal kehadiran mereka menyaksikan pemakaman tidak ada sedikitpun maslahat selain sekedar hiasan kata bagi yang masih hidup dan bertaqlid (membebek) kepada orang-orang kafir dalam hal ini.

Faedah: Tidak Dibenarkan Syari’at Mengantar Jenazah Menggunakan Gerobak atau Ambulance.

Asy-Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani rahimahullah berkata: Adapun membawa jenazah menggunakan mobil ambulance diantar oleh para pengantarnya yang berkendaraan mobil, bentuk macam ini sama sekali tidak diajarkan syariat. Sebabnya sebagai berikut:
1. Itu termasuk adat kuffar sedangkan telah tetap dalam syariat tidak boleh taqlid kepada kuffar.
2. Itu bid’ah dalam bidang ibadah disamping bertentangan dengan Sunnah amaliyah dalam membawa jenazah.
3. Ia menghilangkan tujuan membawa jenazah dan mengantarnya: mengingatkan akherat.

Tidak ada kesamaran bagi orang yang berilmu bahwasanya membawa mayit dengan cara dipikul oleh pundak-pundak serta para pengantar bisa menyaksikan jenazah yang berada di atas itu tentu lebih mewujudkan maksud mengingat akherat dan mengambil pelajaran, dibandingkan mengantarkannya dengan cara seperti di atas.[9]

Footnote:

[1] Hadits disepakati keshahihannya, Shahih Al-Bukhari, Kitab Al-Janaaiz, bab Menyegerakan jenazah no. 1315 dan Muslim dalam Kitab Al-Janaaiz.
[2] Diriwayatkan dalam Majma’uz Zawbid (III/47) dengan tambahan, serta pengarangnya mengatakan: “Diriwayatkan oleh Ath-Thabraani dalam Al-Kabir, padanya ada Yahya bin Abdillah Al-Baabiluni yang dha’if.” Sedangkan Al-Hafizh Ibnu Hajar berkata dalam Al-Fath (III/184): “Dikeluarkan oleh Ath-Thabraani dengan sanad hasan.”
[3] Lihat Al-Fath, III/184.
[4] Abu Dawud, Kitab Al-Janaaiz, bab Menyegarakan jenazah, no. 3182.
[5] Al-Fath, III/184.
[6] Ihkaamul Ahkaam, II/169.
[7] Al-Muhalla, V/154.
[8] Al-Muhalla, V/173.
[9] Ahkamul Janaiz hal. 99.

Referensi:

1. Hukum Memindahkan Jenazah karya Al Amin Al Haaj Muhammad Ahmad (penerjemah: Fuad Lc), penerbit: Pustaka Ar Rayyan, hal. 14-19.
2. Fiqih Pilihan Asy-Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani rahimahullah karya Mahmud bin Ahmad Rasyid (penerjemah: Al-Ustadz Muhammad Fuad Qawam Lc.), penerbit: Pustaka Salafiyah hal. 158.


from= https://fadhlihsan.wordpress.com/2010/05/03/perintah-menyegerakan-penguburan-mayat/